Zakat Profesi dan Wakaf Tunai

1.578 Lihat

ZAKAT PROFESI DAN WAKAF TUNAI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh:

 

Misbahul Munir

 

Nim. 201606

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

 

STAIN SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU

 

TAHUN 2021

 

 

 

PENGANTAR

 

 

 

Penulis ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, nikmat, rahmat, serta hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dengan itu semua penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ZAKAT PROFESI DAN WAKAF TUNAI”. Shalawat dan salam senantiasa diucapkan buat baginda Rasulullah SAW.

 

Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan arahan dan bimbingan yang berguna bagi pengetahuan penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

 

Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, namun penulis juga menyadari ada banyak kekurangan pada diri penulis dan itu berdampak pada banyaknya kekurangan yang ada pada penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

 

 

 

Tanjungpinang,  25 Desember 2021

 

Penulis

 

 

 

MISBAHUL MUNIR

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

 

PENGANTAR ……. i

 

DAFTAR ISI …….. ii

 

DAFTAR TABEL iii

 

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….1

 

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………4

 

BAB III PENUTUP…………………………………………………………..12

 

Daftar Pustaka…………………………………………………………………12

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

 

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

 

Zakat menurut etimologi (bahasa) adalah suci, tumbuh, berkembang, dan berkah. Sedangkan menurut terminologi (istilah) zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu. Pengertian zakat menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, ”Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.”

 

Menurut Yusuf Qardhawi zakat adalah sejumlah kadar harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orangorang yang berhak menerimanya. Orang yang telah mengeluarkan zakat berarti dia telah membersihkan jiwa, diri serta hartanya dari hak orang lain atas apa yang ada pada miliknya serta menumbuhkan pahala.

 

Salah satu sumber zakat adalah zakat profesi, dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) “zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, baik melalui suatu keahlian tertentu ataupun tidak.” Semua bentuk penghasilan yang halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni 85 gram emas murni.

 

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang wajib zakat profesi. Pertama, ulama yang mengatakan tidak wajib zakat profesi dengan alasan bahwa hal itu belum pernah terjadi pada masa Rasuluallah diantaranya adalah menurut Ibn Qayyim, Ibn Hazm, Ibn Syaibah, dan Malik. Sedangkan menurut Imam Syafi’i harta penghasilan gaji dan profesi tidak wajib dizakati. Begitu juga Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa pendapatpendapat tersebut salah dan hanya dugaan semata, karena tidak memiliki landasan al-Qur’an, Hadits, ijma’, maupun qiyas.

 

Kedua, ulama yang berpendapat bahwa zakat profesi itu merupakan suatu hal yang wajib untuk dilakukan. Diantaranya menurut Abu Hanifah dan Imam Malik adalah zakat profesi dapat diambil zakatnya bilamana sudah setahun dan cukup senishab. Dalam hal ini mazhab Hanafi berpendapat bahwa jumlah senisab itu cukup terdapat pada awal tahun dan akhir tahun saja, ketentuan ini diambil untuk mengetahui siapa yang kaya dan tidak dalam menunaikan zakat profesi. Abu Yusuf dan Muhammad juga bependapat yang sama dengan Abu Hanifah bahwa nishab untuk mengeluarkan zakat profesi tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun, berdasarkan hal tersebut besarnya penghasilan sebagai sumber zakat karena terdapat illat (penyebab).

 

Daud Zahiri berpendapat bahwa seluruh harta penghasilan wajib dikeluarkan zakat tanpa persyaratan satu tahun. Bahwa zakat wajib dipungut dari gaji atau sejenisnya setiap sebulan dari dua belas bulan, karena ketentuan wajib zakat adalah cukup nishab penuh pada awal tahun dan akhir tahun. Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud dan diriwayatkan oleh Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza’i berpendapat bahwa kewajiban zakat atas kekayaan tersebut langsung ketika menerima penghasilan, tanpa menunggu batas waktu setahun. Harta yang wajib dizakati adalah jenis harta yang memiliki nilai berkembang atau mencapai nishab, bukan merupakan harta yang digunakan untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.

 

B.      Rumusan Masalah

 

1.    Apa itu zakat?

 

2.   Apa itu wakaf?

 

3.   Apa saja rukun dan syarat wakaf?

 

C. Tujuan Pembahasan

 

1.   Untuk mengetahui pengertian zakat.

 

2.   Untuk mengetahui pengertian wakaf.

 

3.   Untuk mengetahui apa saja rukun dan syarat wakaf.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

 

PEMBAHASAN

 

A.  Pengertian Zakat

 

Zakat secara harfiah mempunyai makna طهرة (pensucian), نماء (pertumbuhan), بركة (berkah). Menurut istilah zakat berarti kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan. Zakat itu dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: Zakat harta benda dan zakat badan. Ulama madzhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan xakat kecuali dengan niat.

 

Menurut Hamdan Rasyid, di dalam Al-qur’an kata zakat disebutkan sebanyk 32 kali dan sebagian besar beriringan dengan kata shalat. Bahkan jika digabung dengan perintah untuk memberikan infak, sedekah untuk kebaikan dan memberikan makan fakir miskin maka jumlahnya mencapai 115 kali.

 

Zakat menurut UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

 

Pada awal diwajibkannya zakat pada masa Rasulullah SAW, pelaksanaan zakat ditangani sendiri oleh Rasulullah SAW. Beliau mengirimkan para petugasnya untuk menarik zakat dari orang-orang yang ditetapkan sebagai pembayar zakat, lalu dicatat, dikumpulkan, dijaga dan akhirnya dibagikan kepada para penerima zakat (al-asnaf al-samaniyah).

 

Di Indonesia, pengelola zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelola Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.[1]

 

1.      Manajemen Pengelolaan Zakat

 

Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan zakat adalah muzakki dan harta yang dizakati, mustahik, dan amil.

 

I.         Muzakki dan Harta yang Dizakati

 

Muzakki adalah seorang muslim yang dibebani kewajiban mengeluarkan zakat disebabkan terdapat kemampuan harta setelah sampai nisab dan hauli-nya. dalam UU No. 39 Tahun 1999 muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. Syarat wajib muzakki: muslim, berakal, baligh, milik sempurna, cukup nisab, cukup haul. Zakat secara umum terdiri dari dua macam, yaitu: pertama, zakat yang berhubungan dengan jiwa manusia (badan), yaitu zakat fitrah dan kedua, zakat yang berhubungan harta (zakat mal).

 

1)       Zakat Fitrah/Fidya.

 

Zakat fitrah adalahsejumlah badan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari Raya Idul Fitri. Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. sedangkan makanan yang waib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju).[2]

 

2)           Zakat Harta (Mal)

 

Zakat harta adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiiki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Syarat kekayaan itu dizakati antara lain milik penuh, berkembang, cukup nisab, lebih dari kebutuhan pokok, bebas dari utang, sudah berlalu satu tahun (haul). Harta yang dikenakan zakat, antara lain: Emas, Uang, Perak ,Hasil Perdagangan, Dll.[3]

 

 

 

B.  Pengertia Wakaf Tunai.

 

Secara bahasa, kata wakaf berasal dari bahasa Arab: AlWaqf bermaksud harta yang diwakafkan; Al-Habs bermakna harta itu ditahan, Al-Mana’ bermaksud dihalang. Dari segi syara’ :Wakaf bermaksud seseorang yang menyerahkan hak miliknya ( harta yang boleh digunakan tanpa susut fizikalnya ) kepada pengguna wakaf tersebut dari mula harta diwakafkan hingga ke akhirnya semata-mata kerana Allah S.W.T. Ianya tidak boleh diambil kembali atau dimiliki oleh mana-mana individu (Majelis Agama Islam Negeri Johor). Sedangkan menurut Faishal Haq, kata Waqf (wakaf) dapat diartikan sebagai sesuatu yang subtansinya (wujud aktiva) dipertahankan, sementara hasil/manfaatnya digunakan sesuai dengan keinginan Waqif (orang yang mewakafkan hartanya).

 

Namun dalam perkembangannya terdapat implementasi wakaf dengan “tunai“ sebagaimana yang dilakukan pada masa kekhalifahan Utsmaniyah. Wakaf dengan sistem ”tunai” membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi bidang keagamaan, pendidikan, serta pelayanan sosial. Tabungan dari warga negara yang berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui penukaran sertifikat wakaf tunai, sedangkan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat digunakan untuk berbagai kepentingan kemaslahatan umat.

 

Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa ”wakaf tunai” merupakan dana atau uang yang dihimpun oleh institusi pengelola wakaf (nadzir) melalui penerbitan sertifikat wakaf tunai yang dibeli oleh masyarakat. Dalam pengertian lain Wakaf Tunai dapat juga diartikan mewakafkan harta berupa uang atau surat berharga yang dikelola oleh institusi perbankkan atau lembaga keuangan syari‟ah yang keuntungannya akan disedekahkan, tetapi modalnya tidak bisa dikurangi untuk sedekahnya, sedangkan dana wakaf yang terkumpul selanjutnya dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nadzir ke dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, sehingga keuntungannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan.

 

Sedangkan pengertian wakaf tunai yang lainnya, Wakaf tunai (Cash Waqf) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.2 Bank Indonesia mendefinisikan wakaf tunai adalah penyerahan asset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat dipindahtangankan dan dibekukan selain untuk kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya.[4]

 

1.      Syarat dan Unsur Wakaf.

 

Unsur-unsur pembentuk yang juga merupakan rukun wakaf itu adalah:

 

1)   Al-wakif atau orang yang melakukan perbuatan.

 

2)   Al-mauquf atau harta benda yang akan diwakafkan

 

3)   Al-mauquf alaih atau sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf.

 

4)   Sighah atau pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan maupun isyarat

 

2.      Sejarah Wakaf Tunai

 

Perilaku sejenis wakaf telah dikenal umat manusia sebelum Islam datang.Umat manusia (terlepas dari agama dan kepercayaan yang mereka anut) sesungguhnyatelah mengenal beberapa bentuk praktik pendayagunaan harta benda, yang substansinyatidak jauh berbeda dengan wakaf dalam Islam.Hal ini disebabkan pada dasarnya, umatmanusia sudah menyembah Tuhan melalui ritual keagamaan sesuai kepercayaanmereka.Hal inilah yang kemudian menjadi faktor pendorong bagi setiap umatberagama untuk mendirikan bangunan peribadatannya masing-masing. Contoh yang paling nyata dari adanya praktik wakaf sebelum Islam adalah dibangunnya al-Ka‟bah al-Musyarrafah oleh Nabi Ibrahim as.Hanya saja, dalam perjalanan waktu, Ka‟bah pernah digunakan sebagaitempat penyembahan berhala, padahal sebelumnya adalah tempat beribadah kepada Allah Swt.

 

Jika praktik wakaf telah dikenal sebelum Islam, maka yang membedakannyadengan wakaf dalam Islam adalah bahwa praktik wakaf yang diamalkan masyarakatjahiliyah dilakukan semata-mata hanya untuk mencari prestise (kebanggan).Sedangkandalam Islam bertujuan untuk mencari ridla Allah dan sebagai sarana mendekatkan dirikepadaNya.

 

Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakafdisyariatkan pada tahun kedua Hijriyah.Ada dua pendapat yang berkembang dikalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha‟) tentang siapa yang pertama kalimelaksanakan syariat wakaf.Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW yaitu wakaf tanah milikNabi SAW untuk dibangun masjid. Sebagian ulama menyatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkanhadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, sebagaimana telah dikemukakan di atas.

 

Praktek wakaf juga berkembang luas pada masa dinasti Umayah dan dinastiAbbasiyah dan dinasti sesudahnya, banyak orang berduyun-duyun untuk melaksanakanwakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakafmenjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan danmembayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa danmahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatiannegara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat.

 

Wakaf tunai (cash waqf) pertama kali dipakai pada masa Utsman di Mesir, diakhir abad ke-16 (1555-1823 M)4 . Pada era Utsmani di Mesir, berkembang pemakaian fikih Hanafi dalam menjalankan aktivitas binis dan sosialnya. Imam Muhammad asy-Syaibani menjelaskan bahwa sekalipun tidak ada dukungan hadis yangkuat, penggunaan harta bergerak sebagai wakaf dibolehkan, jika memang hal itu sudah menjadi kebiasaan umum pada daerah tertentu.Bahkan bagi Imam Muhammad alSarakhsi, kebiasaan umum tidak selalu menjadi persyaratan dalam penggunaan harta bergerak sebagai harta wakaf. Bahkan menurut Crecelius,

 

Dia menyatakan: “No Islamic State was more energetic in its production of statistical records, moresystematic in its record keeping, and more assiduous in preserving these records thanthe Ottoman Empire.” Artinya: “ Tidak ada negara Islam yang lebih energik dalam menghasilkan wakafdan catatan statistiknya, lebih sistematis dalam menjaga catatan tersebut, sertalebih ketat dalam mengawasi catatan tersebut ketimbang Dinasti Ustman”

 

Terdapat tigas alasan mendasar kenapa ahli fiqh era Utsmani menyusunbangunan wakaf tunai: pertama, pandangan bahwa aset bergerak dapat menjadi hartawakaf. Kedua, penilaian dan penerimaan atas uang sebagai aset bergerak.Ketiga,persetujuan atas pemberian uang tunai.[5]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

 

PENUTUP

 

A.      Saran

 

Alhamdulillah setelah penulis menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan kepada penulis lain untuk melihat isim yang ada di surah lainnya. Semoga dengan adanya penulisan karya Tulis Ilmiah ini semoga bermanfaat ditengah-tengah masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Muhammad Tho’in1 dan Iin Emy Prastiwi2, (Maret 2015), Wakaf tunai prespektif syariah. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, – Vol. 01, No. 01. 61-74. file:///C:/Users/acer/Downloads/29-56-1-SM.pdf

 

Ulfa Damayanti, Prily Cesaliya, Ana Masruroh Mutia, Fathur Rosi, (2015), Zakat dan Wakaf, Jember

 

 

[1] Ulfa Damayanti, Prily Cesaliya, Ana Masruroh Mutia, Fathur Rosi, “Zakat dan Wakaf”dalam tugas Fiqih Muamalah 2, hal. 6-7

 

 

 

 

 

[2] Ulfa Damayanti, Prily Cesaliya, Ana Masruroh Mutia, Fathur Rosi, “Zakat dan Wakaf”dalam tugas Fiqih Muamalah 2, hal. 7

 

 

 

[3] Ulfa Damayanti, Prily Cesaliya, Ana Masruroh Mutia, Fathur Rosi, “Zakat dan Wakaf”dalam tugas Fiqih Muamalah 2, hal. 8

 

 

 

[4] Muhammad Tho’in1 dan Iin Emy Prastiwi2, “WAKAF TUNAI PERSPEKTIF SYARIAH”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam – Vol. 01, No. 01, Maret 2015, hal. 62-63

 

[5] Muhammad Tho’in1 dan Iin Emy Prastiwi2, “WAKAF TUNAI PERSPEKTIF SYARIAH”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam – Vol. 01, No. 01, Maret 2015, hal. 63-65

 

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *