Makalah Pernikahan dalam Islam

28.381 Lihat

MAKALAH

“Pernikahan Dalam Agama Islam”

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh:

KELOMPOK 9

   NAMA :

  • Abdurrahman Zacky           (170564201014)
  • Arief Wisnu Pratama           (190564201013)
  • Abdul Hamid Jalaludin       (190564201037)

 

Fakultas  Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prodi Hubungan Internasional

 

Dosen  Pembimbing Satrio M.A

Tahun  Ajaran          :    2019/2020

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul “Pernikahan Dalam Agama Islam”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama.

 

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

 

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

 

 

Tanjungpinang, 26 September 2019

 

 

 

 

Penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR ……………………………………………..2

 

BAB I : PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah   ………………………………………..4

 

BAB II : PEMBAHASAN

  1. PERNIKAHAN
  • Pengertian pernikahan ………………………………………5
  • Peminangan (Khitbah)………………………………………..6
  • Tujuan Pernikahan….…………………………………………7
  • Manfaat Pernikahan………………………………………….8
  • Syarat-syarat pernikahan……………………………………..9
  • Hukum Pernikahan…………………………………………..10
  • Mahar………………………………………………………..11
  • Thalak………………………………………………………..11
  • Hukum-hukum Thalak…………………………………….…12
  • Masa Iddah……………………………………………………14
  • Hukum Iddah………………………………………………..14

 

BAB III PENUTUPAN

  1. Kesimpulan ………………………………………………………15

 

DAFTAR PUSTAKA  ……………………………………………16

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

 

PENDAHULUAN

 

 

  1. Latar Belakang Masalah

 

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.

 

Setiap Makhluk pasti ingin berkembang biak dan memiliki keturunan,  tetapi yang membedakan Manusia dengan makhluk – makhluk lainnya adalah ikatan pernikahan. Allah S.W.T menganjurkan Manusia untuk menikah agar dapat mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan menurut kaiadah norma Agama, Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang saling membutuhkan satu sama lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

 

PEMBAHASAAN

 

 

  1.   PERNIKAHAN
  2. Pengertian Pernikahan

 

Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

 

Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan  untuk membangun rumah tangga dan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang  sebagai jalan untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal  dari kata nikah, yang kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

 

Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga berkaitan dengan  pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang haram dinikahi.

 

 

 

 

 

 

  1. Peminangan (Khitbah)

 

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

 

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah dengan seorang perempuan: “Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan.” (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)

 

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:

“Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: “Kamu tidak boleh meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk memutuskannya”. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

 

 

 

 

 

 

  1. Tujuan Pernikahan

 

  • Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

 

  • Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan

Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

 

  • Investasi di Akhirat

Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua orangtua di akhirat. Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan memberikan peluang bagi kedua orangtuanya untuk memperoleh surga di akhirat nanti. Berbekal segala ilmu dalam beragama yang diperoleh selama di dunia, bekal doa dari anak merupakan hal yang dapat diharapkan kelak.

 

  • Melaksanakan Sunah Rasul

Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat. Namun sebagai seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dan ada baiknya kita mengikuti apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah. Dan pernikahan merupakan salah satu sunnah dari Rasulullah.

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Manfaat Pernikahan

 

  • Mendatangkan keberkahan

pernikahan akan mendorong seseorang terutama suami untuk sungguh-sungguh untuk mencari nafkah yang banyak dan halal untuk anak dan istrinya, sehingga dengan kerja kerasnya akan menimbulkan kemakmuran, kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup berumah tangga.

 

  • Memperluas persaudaraan

pernikahan dalam arti luasa tidak hanya menyatukan dan memperluas kekerabatan diantara dua keluarga besar yaitu keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. terlebih lagi jika terjadi pernikahan di luar suku, daerah maka kekerabatan akan semakin luas, karena menyatukan kedua suku yang berbeda tradisi dan kebudayaan.

 

  • Meningkatkan kesungguhan mencari nafkah

Nikah dapat mendorong seseorang terutama laki-laki untuk bersungguh-sungguh dalam mencari rezeki yang banyak dan halal, sebab laki-laki lah yang harus bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, baik yang berkaitan dengan jasmani maupun rohani mereka.

 

  • Menciptakan keturunan yang baik

Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia sekaligus merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran agama.

 

  • Penyempurna Agama

Melaksanakan pernikahan berarti sudah menyempurnakan separuh dari agama sehingga melengkapi takwa kita yang juga diimbangi dengan melakukan separuh ibadah lainnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang menikah maka berarti dia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka bertaqwalah pada paruh yang lain”. Hal senada telah diriwayatkan dari Anas ra, beliau berkata: “Apabila seorang hamba menikah, maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya“.

  1. Syarat – Syarat Pernikahan

 

  • Beragama Islam bagi mempelai Laki-laki dan Perempuan

Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-laki dan perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang muslim menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara Islam.

 

  • Bukan Laki-laki mahram bagi calon Istri

pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang nggak mempunyai ikatan darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai perempuan merupakan mahrom mempelai laki-laki dari pihak ayah. Oleh karena itu mengecek riwayat keluarga juga diperlukan sebelum terjadinya pernikahan.

 

  • Mengetahui Wali akad nikah

Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang laki-laki, mengetahui asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada syariat Islam, terdapat wali hakim yang bisa menjadi wali dalam sebuah pernikahan.

 

  • Tidak sedang melaksanakan Haji

Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan tetapi saat seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk melakukan pernikahan.

 

  • Tidak Karena paksaan

Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena itu pernikahan harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk hidup bersama. Jika dahulu pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan, sekarang pernikahan merupakan pilihan dari kedua mempelai untuk memulai hidup bersama.

 

 

 

 

 

 

  1. Hukum Pernikahan

Menurut sebagian besar Ulama, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

 

  • Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah

Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW : Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

 

  • Pernikahan Yang Dihukumi Wajib

Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, maupun mental dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah.

 

  • Pernikahan Yang Dihukumi Makruh

Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak.

 

 

 

 

  • Pernikahan Yang Dihukumi Haram

Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

 

  1. Mahar

            Mahar atau maskawin adalah suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang merupakan salah satu syarat sah dalam sebuah pernikahan atau perkawinan. hukum memberikan mahar adalah wajib bagi laki-laki, walaupun mahar bukan termasuk syarat atau rukun nikah. Mahar dalam sebuah pernikahan dianggap penting karena selain diwajibkan oleh agama mahar juga merupakan tanda kesungguhan dan penghargaan dari pihak laki-laki sebagai calon suami kepada calon istrinya. namun pemberian mahar ini tidak berarti bahwa calon suami telah membeli calon istrinya dari orang tuanya. karena sebesar apapun mahar yang diberikan oleh calon suami tidak dapat disetarakan dengan harkat dan martabat seseorang.

Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 24:

فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً

Artinya: “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-Nisa :24)

 

Pemberian mahar yang utama harus didasarkan kepada nilai dan manfaat yang terkandung didalamnya. Karena islam menyerahkan masalah ini masing-masing sesuai dengan kemampuan dan adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan syarat tidak berbentuk sesuatu yang mendatangkan mudharat, membahayakan atau berasal dari usaha yang haram.

 

  1. Thalak ( Perceraian )

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

 

 

  1. Hukum Thalak
  • Thalak yang hukumnya Wajib

Talak bisa menjadi wajib apabila ditemui beberapa kondisi berikut :

  1. Jika suami isteri memiliki kemungkinan damai yang amat kecil atau sulit untuk didamaikan melalui proses mediasi.
  2. Sebelum perceraian terjadi biasanya ada dua orang wakil dari pihak suami atau isteri yang akan membantu proses mediasi. Namun apabila mediasi ini gagal maka cerai bisa menjadi wajib hukumnya.
  3. Jika pengadilan menjatuhkan pendapat sekiranya talak lebih baik dijatuhkan daripada meneruskan pernikahan. Jika suami tidak dapat mengucapkan talak sementara talak wajib hukumnya maka suami akan berdosa.
  4. Talak juga wajib hukumnya bagi suami yang meng-ila’ istrinya yakni suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Masa ila ini ditangguhakn hingga empat bulan dan apabila setelah empat bulan berlalu suami enggan kembali kepada istrinya maka hakim berhak untuk memaksa suami mengikrarkan talak.

 

 

  • Thalak Sunnah

Talak hukumnya sunnah apabila dijatuhkan kepada suami dengan ikhlas demi kebaikan istrinya dan untuk mencegah kemudharatan apabila istrinya tetap tinggal bersamanya. Biasanya hal ini terjadi apabila sebenarnya suami masih mencintai istrinya sementara sang istri sudah tidak bisa mencintai suaminya sehingga berakibat istri tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Talak yang dijatuhkan suami demi kemaslahatan istrinya hukumnya sunnah. Ada beberapa kondisi dimana talak hukumnya sunnah :

 

  1. Suami tidak mampu menanggung nafkah istri baik secara lahir maupun secara batin dan tidak mampu memenuhi kewajiban suami terhadap istri.
  2. Isteri tidak dapat menjaga kehormatan serta harkat dan martabat dirinya atau terdapat ciri-ciri istri yang durhakadalam dirinya. Istri yang seperti ini sebenarnya bisa dihindari dengan mengetahui ciri wanita yang baik untuk dinikahi.

 

 

 

  • Thalak yang hukumnya Makruh

Talak hukumnya makruh jika suami menjatuhkan perkataan talak terhadap istrinya tanpa sebab yang jelas dan keadaan rumah tangga yang baik-baik saja. Selain itu talak juga hukunmya makruh apabila istri yang diceraikan memilki sifat yang baik dan taat kepada suaminya serta memiliki ciri-ciri istri shalehah.

 

  • Thalak yang hukumnya Mubah

Talak yang hukumnya mubah adalah talak dimana suami memiliki keinginan untuk menceraikan istrinya dikarenakan sudah tidak mencintai istrinya atau jika sang istri tidak dapat mematuhi suami serta berperangai buruk. Jika suami tidak dapat menahan dan bersikap sabar maka talaq hukumnya mubah atau boleh dilakukan. Hal ini juga bisa terjadi pabila suami lemah nafsunya atau istri yang tidak lagi subur ( belum datang masa haid atau telah selesai masa haid)

 

  • Thalak yang hukumnya Haram

Talak bisa menjadi haram apabila talak yang dijatuhkan suami tidak sesuai dengan petunjuk syariat islam. Hal ini berarti, talak yang dijatuhkan pada kondisi dimana talak tersebut dilarang untuk diucapkan. Kondisi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

 

  1. Suami menceraikan istri saat istri masih dalam masa haid.
  2. Suami menjatuhkan talak pada istri setelah ia disetubuhi tanpa diketahui hamil atau tidak.
  3. Suami yang sedang sakit dan cerainya bertujuan supaya istri tidak mendapatkan hak atas hartanya.
  4. Suami mentalak istri dengan tiga talak sekaligus. Hal ini tidak sah meskipun jika talak satu diucapkan tiga kali atau lebih.

 

 

 

 

 

 

 

  1. Masa Idddah

Masa ‘iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (العِدَّة) yang bermakna perhitungan (الإِحْصَاء)[1] . Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan selesainya masa iddah. Menurut istilah para ulama, masa ‘iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.

  1. HIKMAH ‘IDDAH
    Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan masa ‘iddah, diantaranya:
  2. 1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.
    2. Syariat Islam telah mensyariatkan masa ‘iddah untuk menghindari ketidakjelasan garis keturunan yang muncul jika seorang wanita ditekan untuk segera menikah.
    3. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad pernikahan.
    4. Masa ‘iddah disyari’atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika hendak memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus perceraian.
    5. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan lainnya apabila wanita yang dicerai sedang hamil.

Dalil dari al-Qur`ân yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ [al-Baqarah/2:228]

Sedangkan dalil dari sunnah banyak sekali, diantaranya :

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَسْلَمَ يُقَالُ لَهَا سُبَيْعَةُ كَانَتْ تَحْتَ زَوْجِهَا تُوُفِّيَ عَنْهَا وَهِيَ حُبْلَى فَخَطَبَهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكٍ فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَهُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا يَصْلُحُ أَنْ تَنْكِحِيهِ حَتَّى تَعْتَدِّي آخِرَ الْأَجَلَيْنِ فَمَكُثَتْ قَرِيبًا مِنْ عَشْرِ لَيَالٍ ثُمَّ جَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ انْكِحِي

Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, “Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menikahlah!” [HR al-Bukhâri no. 4906].

BAB III

PENUTUP

 

 

KESIMPULAN

 

  • Sehingga dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia untuk berkembang biak, memiliki keturunan, mempertahankan keberadaannya dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh Agama Islam sehingga kita bisa berkembang biak dengan baik dan benar menurut Islam.

 

  • Tanpa Pernikahan dan aturan-aturan Islam, maka manusia kemungkinan akan berzina, berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas sehingga mereka akan mirip seperti binatang yang selalu berganti-ganti pasangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian Putih,2006

Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011

http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp

http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah

 

https://www.liputan6.com/citizen6/read/3873005/tujuan-pernikahan-dalam-islam-kamu-yang-berniat-menikah-wajib-tahu

 

https://www.popbela.com/relationship/married/rosita-meinita/rukun-dan-syarat-sah-nikah/full

 

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan

http://aldy-firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-pernikahan-dalam-agama-islam.html

https://thegorbalsla.com/syarat-dan-rukun-nikah/

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-talak-dalam-pernikahan

https://almanhaj.or.id/3668-masa-iddah-dalam-islam.html

https://www.muslimpintar.com/pengertian-mahar-dan-macam-macam-mahar-pernikahan/

Mungkin Anda Menyukai

Satu tanggapan untuk “Makalah Pernikahan dalam Islam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *