Sholawat Al Busyro Mutiara Pagi Pro 1 RRI Tanjungpinang

605 Lihat

TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU : Agenda tetap setiap sekali sepekan acara Mutiara Pagi bersama RRI Tanjungpinang Senin pukul 05.30 – 06.00 wib 16/01/23 .

Sholawat Busyro adalah sholawat yang diijazahkan oleh Rasulullah SAW sebagai Al Busyro.

Ini diijazahkan oleh Rasulullah SAW kepada salah satu putra Habib Hasan bin Ahmad Baharun, hingga sering kali disebut dengan sholawat Busyro atau Sholawat Al Busyro.

Habib Segaf bin Hasan Baharun yang mendapatkan ijazah tersebut menceritakan dan menyampaikan kepada Habib Ahmad Al Habsyi.

Di antara putra Habib Hasan Baharun, beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW dan beliau memberikan ijazah ini sebagai bentuk kepedulian beliau kepada ummatnya.

Al-Busyro sendiri artinya kebahagiaan atau kegembiraan. Sebenarnya, pembuat bacaan dari sholawat Busyro ini belum diketahui pasti.

Tetapi Habib Segaf menuturkan bahwa sholawat ini diajarkan langsung oleh Nabi di dalam mimpi kepadanya.

Habib Segaf Baharun sendiri adalah putra dari Habib Hasan Baharun, pendiri Pondok Pesantren Darul Lughoh Wadda’wah (Ponpes Dalwa), Bangil, Pasuruan.

Beliau menuturkan tentang asal usul sholawat Busyro. Sholawat ini adalah salah salah satu sholawat yang diajarkan di dalam mimpi.

Yang diimpikan oleh salah satu putra Habib Hasan Baharun (ayah Habib Segaf Baharun) tepatnya pada 2016 di malam asyuro’.

Dirinya menyebutkan bahwa saat dirinya bertemu dengan Nabi Muhammad SAW saat bangun dirinya merasakan semerbak bau gaharu mengiringi mimpi tersebut.

Dan garahu tersebut tidak hilang sampai 3 hari 3 malam dari kamar tersebut. Yang bermimpi itu setelah bangun dari mimpi sudah hafal sholawat busyro setelah ditalqin oleh nabi SAW di dalam mimpi.

Nama Busyro sendiri datangnya dari nabi, yang bermimpi 2 kali. Pertama kali malam asyuro yang kedua waktu akan berangkat ke Palembang dan dirinya mengaku diperintah agar menyebarkan sholawat Busyro ini.

Bacaan Sholawat Busyro

Sebagai amalan kecil tapi berdampak besar, berikut ini adalah bacaan sholawat Busyro dalam tulisan Arab, latin dan juga artinya dalam bahasa Indonesia:

اَللّهُمَّ صَلِّى وَ سَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ اْلبُشْرَى صَلاَةً تُبَشِّرُنَابِهَا

 وَأَهْلَنَا وَأَوْلَادَنَا وَجَمِيْعِ مَشَايِخِنَا وَمُعَلِّمِيْنَا وَطَلَبَتَنَا وَطَالِبَاتِنَا مِنْ يَوْمِ هَذَا اِلى يَوْمِ اْلآخِرَةِ

(Allaahumma shalli wa sallim ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin shaahibil busyraa shalaatan tubasysyiruna bihaa wa ahlanaa wa awlaadanaa wa jamii’a masyaayikhinaa wa mu’alliminaa wa thalabatanaa wa thaalibaatinaa min yawminaa haadzaa ilaa yawmil aakhirah)

Artinya: “Ya Allah, berikanlah sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, Sosok Pembawa Kabar gembira, dengan sholawat yang memberikan kami kabar gembira untuk kami keluarga kami, anak anak kami, dan seluruh masyayikh kami, guru guru kami, murid-murid atau santri kami, santriwati kami, dari hari ini hingga hari akhir.”

Faedah Sholawat Busyro

Habib Segaf Baharun mengatakan ada beragam hajat dan keinginan terwujud dengan barokah membaca sholawat al busyro ini.

  Jika sholawat Busyro ini diamalkan dengan dibaca 41 kali  setelah sholat Subuhada ada banyak faedah bagi yang membacanya.

Pada beberapa kesempatan, Habib Segaf Baharun sering menceritakan tentang asal usul, manfaat, dan kisah nyata pengamal sholawat Busyro ini.

Adapun faedah shalawat Busyro antara lain: melancarkan rezeki, membawa kegembiraan dan kesenangan, melancarkan urusan, serta  mengabulkan segala hajat.

Juga melapangkan segala kesulitan, menggapai harapan, hingga menghindarkan diri dari hal-hal yang menakutkan dan menghawatirkan.

Tergantung niat dari orang yang mengamalkannya, membaca sholawat Busyro juga dapat menjadi wasilah untuk diberikan keturunan yang shalih dan  dipertemukan dengan jodoh

Sholawat Busyro ini dapat dibaca pada waktu pagi setelah salat subuh dan dibaca sebanyak 41 kali. Bahkan, Habib Segaf baharun menuturkan bahwa membaca sholawat busyro 41 kali setelah subuh menyamai khasiat membaca yasin 41 kali.

Apabila setelah subuh masih belum 41 kali, dapat dilanjutkan hingga sebelum subuh datang lagi dan dilakukan secara rutin agar menjadi kebiasaan yang istiqamah.

Begitu juga amalan dari sholawat busyro juga dapat menjadi wirid atau zikiran rutin yang dapat bermanfaat sebagai penenang hati jika menjadi amalan rutin.

Habib Segaf Baharun menerangkan bahwa sholawat ini merupakan bentuk rasa syafaqoh (sayang) Rasulullah SAW kepada ummatnya yang hidup di akhir zaman.

 

 

Cukup dengan meluangkan waktu beberapa menit untuk membaca sholawat Busyro setelah salat subuh, diharapkan akan ada banyak kabar gembira yang akan datang pada hari itu.

Demikian penjelasan mengenai sholawat Busyro Habib Segaf Baharun ini. Semoga dapat memberikan banyak manfaat, menambah wawasan keilmuan, dan menambahkan rasa cinta kepada Rasulullah SAW.Aamiin ya Rab

Adapun Pertanyaan pertanyaan yang muncul dari pendengar setia RRI Tanjungpinang

1.Mak Ros Batu 2 Tanjungpinang tentang ,Apakah lebih utama berzikir menggunakan jari tangan

Jawab : sebagian umat muslim biasanya menggunakan tasbih dan ada juga yang menggunakan jari. Dan ternyata, berdzikir dengan jari jemari lebih utama terlebih bila menggunakan tangan kanan, karena dzikir termasuk perbuatan yang baik. Dari Yusairah seorang wanita Muhajirah, dia berkata :

قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّقْدِيسِ وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَة

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami: “Hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaha illallah), dan bertaqdis (menyucikan Allah), dan hitunglah dengan ujung jari-jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara (pada hari kiamat), janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud dari hadis Hani bin ‘Utsman dan dishahihkan Adz Dzahabi). Baca juga: 5 Dzikir Berpahala Besar yang Diajarkan Rasulullah SAW Salah satu dzikir yang bisa dilakukan dengan jemari tangan (tanpa bantuan alat hitung tasbih) adalah dzikir-dzikir pendek. Misalnya dzikir setelah shalat fardhu. Kenapa lebih utama dzikir dengan jari jemari dari tangan kanan? Ustadz Ammi Nur Baits, dai dari Dewan Konsultasi Syariah menyebutkan, terdapat hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح. وزاد محمد بن قدامة -شيخ أبي داود- في روايته لفظ: “بيمينه”

“Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bacaan tasbih dengan tangannya.” Sementara dari jalur Muhammad bin Qudamah – gurunya Abu Daud – terdapat tambahan: “dengan tangan kanannya” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama menganjurkan untuk menghitung dzikir dengan jari-jari tangan kanan saja. Hanya saja, sebagian ulama menilai bahwa tambahan ‘dengan tangan kanannya’ adalah tambahan yang lemah. Sebagaimana keterangan Syaikh Dr. Bakr Abu Zaid. Sehingga dianjurkan untuk menghitung dzikir dengan kedua tangan, kanan maupun kiri. Baca juga: Waspadai Bahaya Ruqyah yang Tidak Syar’i Menurut Ustadz Ammi Nur Baits, kesimpulan yang tepat dalam hal ini, dzikir dengan tangan kanan hukumnya dianjurkan, meskipun boleh berdzikir dengan kedua tangan dibolehkan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menggunakan anggota badan yang kanan untuk hal yang baik. Sebagaimana keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan bagian yang kanan ketika mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam semua urusan beliau.” (HR. Bukhari 168).

2.Sinta Jalan Jawa tentang,Solawat mana yang kita baca untuk obat hati

Bacaan sholawat tentu sangat banyak sekali. Setiap bacaan sholawat memiliki lafal dan manfaat berbeda-beda. Nah, salah satu bacaan sholawat yang sedang populer di masa seperti ini adalah Sholawat Tibbil Qulub.

Sholawat Tibbil Qulub memiliki arti ‘obat penyembuh hati’. Sholawat ini disebut pula dengan nama sholawat Nurul Abshar yang artinya adalah ‘cahaya mata hati’.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا، وَعَافِيَةِ الْاَبْدَانِ وَشِفَائِهَا، وَنُوْرِ الْاَبْصَارِ وَضِيَائِهَا، وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Artinya:

“ Ya Allah, berikanlah rahmat kepada baginda kami, Nabi Muhammad, sang penyembuh hati dan obatnya, memberikan kesehatan badan dan mengobatinya, menjadi cahaya mata hati dan sinarnya, serta menjadi makanan pokok an asupan gizi bagi ruhani. Juga kepada keluarga dan sahabat beliau, dan semoga Engkau memberikan keselamatan.”

Kedua bacaan sholawat Tibbil Qulub di atas dapat dijadikan amalan sehari-hari. Meskipun secara umum redaksi sholawat yang lebih terkenal adalah bacaan sholawat yang pertama di atas. Apalagi saat menghadapi pandemi, masyarakat diimbau untuk memperbanyak membaca shoalwat Tibbil Qulub.

3.Pak Rasino di Kijang tentang ,apakah bersolawat kepada Nabi memakai Kalimat Sayyidina atau bagaimana

Jawab : Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau SAW hukumnya sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah.

Untuk itu kita bisa merujuk pada kitab-kitab fiqih, misalnyakitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173, atau juga bisa dirunut ke kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 541.

Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya sunnah. Demikian juga dengan shalawat kepada keluarga beliau.

Keterangan ini juga bisa kita lihat pada kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319.

Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah:

اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.

Masalah Penggunaan Lafaz ‘Sayyidina’

Di dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 162 dan kitab Syarhu Al-Hadhramiyah halaman 253 disebutkan bahwa Al-Hanafiyah dan As-Syafi`iyah menyunnahkan penggunaan kata [sayyidina] saat mengucapkan shalawat kepada nabi SAW (shalawat Ibrahimiyah). Meski tidak ada di dalam hadits yang menyebutkan hal itu.

Landasan yang mereka kemukakan adalah bahwa penambahan kabar atas apa yang sesungguhnya memang ada merupakan bagian dari suluk (adab) kepada Rasulullah SAW. Jadi lebih utama digunakan daripada ditinggalkan.

Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata,`Janganlah kamu memanggilku dengan sebuatan sayyidina di dalam shalat`, adalah hadits maudhu` (palsu) dan dusta. (lihat kitab Asna Al-Mathalib fi Ahaditsi Mukhtalaf Al-Marathib karya Al-Hut Al-Bairuti halaman 253).

 

Adapun selain mereka, umumnya tidak membolehkan penambahan lafadz [sayyidina], khususnya di dalam shalat, sebab mereka berpedoman bahwa lafadz bacaan shalat itu harus sesuai dengan petunjuk hadits-hadits nabawi. Bila ada kata [sayyidina] di dalam hadits, harus diikuti. Namun bila tidak ada kata tersebut, tidak boleh ditambahi sendiri.

Demikianlah, ternyata para ulama di masa lalu telah berbeda pendapat. Padahal dari segi kedalaman ilmu, nyaris hari ini tidak ada lagi sosok seperti mereka. Kalau pun kita tidak setuju dengan salah satu pendapat mereka, bukan berarti kita harus mencaci maki orang yang mengikuti pendapat itu sekarang ini. Sebab merekahanya mengikuti fatwa para ulama yang mereka yakini kebenarannya. Dan selama fatwa itu lahir dari ijtihad para ulama sekaliber fuqaha mazhab, kita tidak mungkin menghinanya begitu saja.

Adab yang baik adalah kita menghargai dan mengormati hasil ijtihad itu. Dan tentunya juga menghargai mereka yang menggunakan fatwa itu di masa sekarang ini. Lagi pula, perbedaan ini bukan perbedaan dari segi aqidah yang merusak iman, melainkan hanya masalah kecil, atau hanya berupa cabang-cabang agama. Tidak perlu kita sampai meneriakkan pendapat yang berbeda dengan pendapat kita sebagai tukang bid’ah.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *