- Pengertian Ikhlas Beramal
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : اِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنْ يَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ رواه مسلم
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu”. [HR. Muslim]
Ikhlas artinya tulus atau murni, bersih dan terbebas dari tujuan untuk selain Allah. Menurut Abu Al-Qasim Al-Qusyairi adalah menegaskan Al-haqq (Tuhan yang Maha Benar). Dalam melakukan ketaatan dengan tujuan mendekatkan diri kepada-Nya, bukan untuk mendapatkan pujian atau apa saja yang dapat menghalangi diri untuk dekat dengan Allah.[1] Menurut ulama ikhlas ada dua macam. Yaitu :
- Keikhlasan beramal merupakan keinginan mendekatkan diri kepada Allah, mengagungkan ikhwal-Nya dan menyambut seruan-Nya. Adapun yang mendorong keyakinan itu adalah keyakinan yang benar. Lawan kata dari keikhlasan beramal adalah kemunafikan.
- Keikhlasan mencari pahala merupakan keinginan memperoleh manfaat akhirat dengan amal kebajikan. Lawan kata dari keikhlasan ini adalah riya’.
Secara lughawi, kata amal (bahasa arab) terdiri dari ‘ain, mim dan lam yang berarti semua pekerjaan yang di kerjakan. Kata amal juga berarti perbuatan atau pekerjaan yang di sertai niat atau maksud dan pikiran.Menurut Raqib al-‘asfahany amal adalah suatu perbuatan yang di lakukan berdasarkan ilmu pengetahuan, pilihan sendiri, di lakukan secara sadar dan sengaja yang di sertai dengan niat.
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.
Dari paparan di atas dapat di simpulkan bahwa ikhlas beramal merupakan ketulusan hati seorang muslim untuk melakukan perbuatan berdasarkan akal, ilmu, kesadaran dengan tujuan untuk mengharap ridho Allah.
Untuk memperoleh kualitas ikhlas yang baik seorang muslim harus menumbuhkan keyakinan terlebih dahulu. Hal ini di karenakan keyakinanlah yang menjadi kunci dari keikhlasan. Sebab orang yang yakin akan mampu menciptakan kekhusyukan dalam menjalankan segala perbuatannya. Orang yang yakin akan selalu kokoh berdiri di terjang ombak yang sangat dahsyat. Mereka akan selalu mempunyai anggapan bahwa Allah selalu memberinya nikmat. Segala permasalahan yang terjadi selalu di serahkan kepada Allah. Karena dia sadar akan tugasnya untuk selalu berusaha. Hanya orang yang memiliki keyakinan yang bisa merasakan keikhlasan yang sesungguhnya.
Sesuai dengan Dalil Naqli Tentang Keikhlasan Beramal
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَ﴿٥
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurusdan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al – Bayyinah : 5).
- Asbabun Nuzul Q.S Al-bayyinah : 5
Ayat ini adalah Karena adanya perpecahan dikalangan mereka maka pada ayat ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada meraka adalah untuk kebaikan dunia dan agama mereka, untuk memcapai kebahagian dunia dan akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada Allah dan membersikan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlasan ibadat kepada Allah SWT.
- Tafir Global QS. Al-bayyinah : 5
Perintah untuk menyembah hanya kepada Allah SWT dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Perintah untuk memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan. Perintah untuk mendirikan shalat dan zakat. Menyembah kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan adalah agama yang benar dan lurus.
Surat ini turun sebagai bentuk penegasan kembali atas tindakan Ahl al-kitab (Yahudi dan Nasrani) yang melampaui batas. Misalnya, umat Nasrani telah menjadikan Nabi Isa sebagai Tuhan, sementara itu kaum Yahudi menghinakannya. Melalui ayat ini Allah mengingatkan kembali kepada mereka agar kembali kepada agama yang lurus (din al-qayimah). Agama yang lurus ini bercirikan tiga hal, yaitu adanya ketundukan dan kepatuhan hanya kepada Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Ketundukan dan kepatuhan secara murni menjadi kunci terbentuknya sikap lurus dan senantiasa condong kepada kebajikan. Sebaliknya, ketundukan dan kepatuhan yang tidak murni (syirik) menjadi akar penyimpangan dan kecondongan kuat untuk berbuat yang berlawanan dengan nilai-nilai kebajikan.
Kata (مخلصين) mukhlishin adalah berbentuk isim fa’il berasal dari kata خلص)) khalusha yang artinya murni setelah sebelumnya diliputi kekeruhan. Dari sini ikhlas merupakan usaha memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar tertuju kepada Allah semata, sedang sebelum keberhasilan itu hati masih biasanya diliputi atau dihinggapi oleh hal-hal selain Allah, seperti pamrih dan yang semacamnya.
Kata (حنفاء) hunafa’ adalah berbentuk jamak dari kata mufrod (حنيف) hanif yang biasa diartikan lurus atau cenderung kepada sesuatu(kebajikan). Agama Islam disebut juga sebagai agama hanif karena posisinya yang lurus (berada di tengah-tengah). Artinya, tidak cenderung pada materialisme dan mengabaikan yang spiritual atau sebaliknya.
Penyebutan shalat dan zakat secara khusus mempunyai arti akan pentingnya menjalin hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia.[5]
- Hadits tentang keikhlasan beramal
Dikutip dari kitab Shahih Bukhori, tentang niat. Berikut matannya:
عن عمربن الخطاب قال : سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول: إنماالأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوى. فمن كانت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله. ومن كانت هجرته الي دنيا يصيبها اوالي امرأة ينكحها فهجرته الي ماهاجراليه (رواه البخارى)
Artinya : Dari ‘Umar bin Khathab r.a. katanya: “saya mendengar Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, amalan itu harus beserta niat. Dan milik tiap-tiap manusia itu, ialah balasan apa yang diniatkannya. Barang siapa pindahnya karena Allah dan Rosul-Nya, maka baginya pahala pindah karena Allah dan Rosul-Nya, barang siapa yang pindahnya karena dunia yang hendak diperolehnya atau perempuan yang hendak di kawininya, maka balasan pindahnya itu, menurut niat pindahnya itu”. (HR Bukhori Muslim).[6]
- Isi Kandungan Hadits
Sungguh luar biasa hadits ini, Kenapa tidak? Karena hadits ini menerangkan tentang keikhlasan seseorang dalam beramal. Dan ini adalah inti dari segala amalan yang kita kerjakan. Apalah artinya beramal yang banyak, kalau tanpa niat karena Allah. walaupun seseorang beramal dengan ilmu yang benar, tetap dimata Allah tidak ada nilainya sama sekali, kalau tanpa di barengi keikhlasan. Yang ada mungkin hanya pujian dari orang lain dan kesombongan pada diri sendiri.
Abu abdullah mengatakan : Tidak ada hadits nabi yang paling banyak mengandung faidah kecuali hadits ini. Begitu juga dengan Imam syafi’i, beliau mengatakan : bawha hadits ini terdapat dalam 70 cabang ilmu agama. Maksudnya, dari hadits yang satu ini bisa masuk kepada 70 cabang ilmu. Dua kalimat ini ( إنماالأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوى) seolah olah sama, karena kalau diterjemahkan secarara tekstual, maka kita akan mendapatkan kesamaan arti.
Makanya sebagian ulama ada yang mengatakan, kalimat kedua dalam hadits ini hanyalah sebagai taukid (kalimat penguat) untuk kalimat yang pertama. Dan sebagian ulama lagi mengatakan (dan ini yang paling kuat alasanya) termasuk didalamnya pendapat imam Nawawi dalam kitabnya al-arbain an-nawawi bawha kalimat pertama innamal a’malu binniyat adalah menerangkan bahwa segala amalan itu mesti ada niatnya.
Dan yang dimaksud dengan kalimat wainnama likulimri in maanawa adalah hasil atau buah dari niat atas amalan yang di kerjakanya itu. Kalau kita beramal dengan niat karena Allah, maka keridhaan Allah yang akan kita dapatkan. dan kalau kita beramal dengan niat selain karena Allah, maka kita akan mendapatkan apa yang kita niatkan itu.
Melalui hadits ini Rasulullah saw. menjelaskan pada kita akan pentingnya sebuah niat dalam beribadah pada Allah. Makanya tidak heran kalau imam Bukhari meletakan hadits ini dalam kitab shahih bukhari pada jilid pertama dan pada nomor urutan pertama. Begitu juga dengan Imam Nawawi, dalam kitabnya al-arba’iin an-nawawiyah meletakan hadits ini pada urutan pertama juga.
Niat inilah yang sangat penting untuk senantiasa kita perhatikan setiap kita akan melakukan amalan. Karena hanya dengan niat kita akan mengetahui apakah kita melakukan amalan itu untuk mencari keridhaan Allah ataukah hanya untuk mendapatkan popularitas atau pujian dari manusia.
Melihat redaksi hadits ini kita jadi tahu, ternyata untuk menumbuhkan niat yang ikhlas atas segala amalan yang kita lakukan ini sangatlah susah, Muawiyah bin abi sofyan saja, Mendengar hadits ini langsung menangis dan pingsan. Dari sinilah kita diperintahkan agar senantiasa “tajdidunniah” memperbaharui…dan senantiasa memperbaharui niat atas segala amalan yang kita lakukan.Niatkanlah segala amalan kita ini hanya karena Allah! niscaya kita akan mendapat pahala disisiNya, ikhlaskanlah segala amalan kita agar kita mendapat keridhanya.Beramal dengan ikhlas adalah…bukan ingin di puji, bukan pula takut dibenci, tapi kita beramal hanya untuk mendapat pahala dan keridhan Allah swt.
- Niat yang ikhlas dalam beramal dan tanda-tanda orang ikhlas
Seorang hamba yang menginginkan keikhlasan dalam seluruh aktifitasnya hendaklah berniat dalam melaksanakan aktifitasnya dengan niat-niat sebagai berikut:
Hendaklah dalam beramal dilandasi oleh keimanan kepada Allah, dan ini adalah niat yang paling prinsip karena tanpa keimanan semua amalan akan menjadi sia-sia, tidak berarti dan tidak bernilai sedikitpun di sisi Allah.
- Berniat cinta Allah.
- Berniat mengagungkan dan memuliakan Allah.
- Berniat untuk taat dan beribadah kepada Allah.
- Berniat mencari ridha Allah.
- Berniat mendapatkan kedamaian dan kelezatan bersama Allah ketika berbuat ketaatan dan beribadah kepadaNya.
- Berniat mengharapkan kenikmatan dan kelezatan memandang Wajah Allah pada hati kiamat dan ketika di surga.
- Berniat agar dijadikan istiqamah.
- Berniat agar mati husnul khatimah.
- Berniat mencari pahala, ganjaran dan balasan kebaikan dari Allah di dunia dan di akhirat.
- Berniat mendapatkan surga.
- Berniat takut hukuman, ancaman dan adzab Allah di dunia dan di akhirat.
- Berniat takut neraka dan agar dibebaskan dari api neraka.
Ada tiga niat, tujuan dan prinsip yang harus selalu menyertai seorang hamba dalam beribadah kepada Allah, yaitu
- hendaklah ibadah didasari oleh cinta kepada Allah disertaipengagungan.
- Hendaklah ibadah didasari rasa takut .
- Hendaklah ibadah didasari rasa berharap.
Hendaklah seorang hamba dalam beribadah kepada Allah tidak pernah terlepas dari ketiganya karena inti dan tujuan beribadah berkisar pada ketiga hal tersebut.
Tanda-tanda orang yang ikhlas dalam beramal yaitu :
- Ia tidak mencari popularitas dan tidak menonjolkan diri. Karena ia sadar, sehebat apapun ketenaran disisi manusia tiada berarti di hadapan Allah andaikata tidak memiliki keikhlasan. Seorang hamba ahli ikhlas tidak sibuk menonjolkan diri, menyebut-nyebut amalnya, memamerkan hartanya, keilmuannya, kedudukannya, dan aneka topeng duniawi lainnya. Karena itu tiada berguna kalau Allah menghinakannya
- Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian. Baginya pujian hanyalah sangkaan orang pada kita, padahal kita tahu keadaan diri kita yang sebenarnya. Bagi seorang yang ikhlas, dipuji, dihargai, tidak dipuji, bahkan dicaci sama saja. Karena baginya pujian dari Allah-lah yang terpenting. Allah-lah tujuan dari segala amalnya.
- Tidak silau dan cinta jabatan. Allah tidak pernah menilai pangkat dan jabatan seseorang, namun yang dinilai adalah tanggung jawab terhadap amanah dari jabatannya. Maka hamba Allah yang ikhlas tidak bangga dan ujub karena jabatannya.
- Tidak dipebudak Imbalan dan balas budi. Seorang hamba ahli ikhlas sangat yakin kepada janji dan jaminan Allah, baginya mustahil Allah memungkiri janji-janji-Nya. Bagi seorang hamba yang ikhlas, rezekinya adalah ketika ia berbuat sesuatu bukan ketika mendapatkan sesuatu. Balasannya cukup dari Allah saja, yang pasti, tidak akan meleset, dan tidak akan salah perhitungan-Nya.
- Tidak mudah kecewa. Seorang yang ikhlas yakin benar bahwa apa yang diniatkan dengan baik, lalu terjadi atau tidak yang ia niatkan itu, semuanya pasti telah dilihat dan dinilai oleh Allah SWT.
- Tidak Membedakan Amal Besar dan Amal Kecil. Seorang hamba yang ikhlas tidak peduli amal itu kecil dalam pandangan manusia atau tidak, ada yang menyaksikan atau tidak. Karena dihadapan Allah tidak ada satupun amal yang remeh andaikata dilakukan dengan tulus sepenuh hati karena Allah semata.
- Tidak fanatik golongan. Seorang muslim yang ikhlas sangat sadar bahwa tujuan dari perjuangan hidupnya adalah Allah SWT, maka yang akan dibela pun adalah kepentingan yang diridhoi oleh Allah. Tidak tegantung perasaan pribadi. Selama apa yang diperjuangkan adalah untuk membela agama Islam, maka ia pun akan turut membela.
- Ringan, lahab dan Nikmat dalam Beramal. Keikhlasan adalah buah keyakinan yang mendalam dari seorang hamba Allah sehingga perbuatan apapun yang disukai oleh Allah, dapat membuatnya bertambah dekat dengan Allah, akan menjadi program kesehariannya. Semua dilakukan dengan ringan, lahab, dan nikmat.
- Tidak egois karena selalu mementingkan kepentingan bersama. Orang yang ikhlas tidak pernah keberatan dengan keberadaan orang lain yang lebih pandai, lebih sholeh, lebih bermutu darinya. Meski menurut pandangan manusia ia akan tesaingi dengan keberadaan orang yang melebihi dirinya, namun orang yang ikhlas beramal bukan untuk mencari popularitas. Baginya yang terpenting adalah maju bersama demi kepentingan bersama.
- Tidak Membeda-bedakan dalam pergaulan. Seorang yang ikhlas tidak akan membeda-bedakan teman. Tegur sapanya tidak akan terbatas pada orang tertentu, senyumnya tidak akan terbatas pada yang dikenalnya, dan pintunya selalu terbuka untuk siapa saja.
- Tujuan Ikhlas Beramal
- Ikhlas merupakan syarat amal agar diterima Ibadah tidak akan diterima bila tidak disertai dua syarat, yaitu :
1) Ikhlas (murni karena Allah)
2) Ittiba’ (tatacara mengikuti teladan Rosulullah).
- Ikhlas adalah pondasi dari kesuksesan dunia & akhirat.
Ikhlas pun laksana ruh bagi jasad, sehingga amal tanpa ikhlas ibarat jasad yg mati, tanpa ruh di dalamnya.