PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN KEAGAMAAN DAN BAHASA
ARAB DI MADRASAH IBTIDAIYAH MINORITAS MUSLIM
Abstract
Arabic is the compulsory subject of elementary school in
Ministry of Religious Affair, Indonesia. Therefore, it is a need to
identify the Arabic teaching and learning in extending the new
curriculum. This article discusses the development of Arabic
teaching and learning in Muslim minority of West Papua.
Qualitative approach was applied during research. It was
started from focus group discussion to identify research problem
among elementary school teacher. Observation and in-depthinterview were conducted to collect data. Three months serial
observation and interview to students, teacher, and school
management were employed in ensuring data collection was
stimulated. This article shows that Arabic language teaching
and learning in Muslim minority of West Papua was developed
to articulate environmental need. In addition, there are
circumstances during program acceleration. Therefore, there
are programs to develop and extend classroom achievement.
Finally, this article discusses initiatives from teachers and
school management in expanding and enlarging learning
opportunities not only in school area and time, but also outside
school hours.
Ismail Suardi Wekke
Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN)
Sorong
PENDAHULUAN
Bahasa Arab menjadi pelajaran utama di Madrasah Ibtidaiyah. Hanya saja, ketercapaian materi tidak benar-benar dijadikan sebagai perhatian. Adapun “gengsi” bahasa Arab tidaklah sebanding dengan bahasa Inggris. Walaupun tidak lagi menjadi bagian dari pelaksanaan kurikulum 2013, beberapa madrasah tetap saja mempertahankan bahasa Inggris untuk dijadikan sebagai materi belajar utama. Kondisi ini semakin diperparah dengan tidak dijadikannya bahasa Arab sebagai bagian utama dalam program pengembangan pendidikan. Termasuk masalah yang membelenggu adalah waktu yang terbatas, kemampuan guru yang tidak memadai, dan materi hanya dituntaskan untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Ketiga kendala tersebut dapat diatasi dengan mengembangan sebuah program yang tepat untuk keperluan madrasah ibtidaiyah secara khusus. Selama ini, pengembangan program bahasa Arab hanya berada di tingkatan sekolah menengah dan pendidikan tinggi (Wekke, 2015). Begitu pula di Malaysia, terdapat sejumlah kendala dalam pembelajaran Bahasa Arab yang cenderung menjadikan bahasa Inggris sebagai keutamaan (Mohamed, 2001).
Kebutuhan akan lulusan yang menguasai kemampuan berbahasa Arab menjadi keperluan tersendiri. Sehingga Pengurus Wilayah Muhammadiyah menyelenggarakan pendidikan kader ulama tarjih. Penekanan utama pada program tersebut adalah bahasa Arab sebagai alat untuk menguasai kemampuan tarjih.
Modal awal yang harus dikuasai seorang ulama bermula dari kemampuan bahasa Arab. Untuk itu, salah tawaran alternatif dalam mengupayakan kemampuan dan
keterampilan berbahasa Arab adalah denganmenggunakan model dan metode yang tepat. Guru-guru juga secara khusus perlu memperhatikan penguasaan materi belajar bahasa Arab. Dengan kemampuan yang minimal, murid-murid akan dapat menguasai materi pelajaran lainnya.
Pengembangan pembelajaran bahasa Arab menjadi kajian yang dibahas sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional (Daulay2014). Sementara inovasi pembelajaran dilaksanakan juga secara berkelanjutan (Hidayah, 2013). Dalam pelbagai keterampilan dan kemahiran berbahasa dijalankan dengan terintegrasi (Muradi, 2013). Hanya saja, dinamika antara kelembagaan dan sistem yang diterapkan di pesantren beragam dan juga bervariasi (Wekke, 2015). Secara khusus, pendidikan di minoritas muslimpun juga mengintegrasikan pendidikan dengan pelbagai keperluan lingkungan (Wekke, 2017).
Untuk itu, artikel ini menganalisis keperluan untuk melakukan pengembangan model pembelajaran bahasa Arab secara khusus di madrasah ibtidaiyah. Dengan program secara khusus yang dikembangkan di madrasah ibtidaiyah akan memberikan kesempatan kepada murid dalam menguasai bahasa Arab tidak saja sebatas kelulusan. Lebih dari itu, diperlukan seorang muslim yang paripurna dimulai dengan penguasaan bahasa Arab secara lengkap.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan selama satu semester Januari sampai Juni 2017 dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan ragam studi kasus. Untuk merumuskan masalah penelitian dilaksanakan diskusi terarah dengan mahasiswa program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong. Selama tiga bulan dilaksanakan pengumpulan data
dengan wawancara dan pengamatan. Selama pengumpulan data tersebut, data-data yang ada sekaligus diverifikasi dengan triangulasi data baik dalam sumber data maupun keberagaman subyek penelitian. Selanjutnya, dalam dua kesempatan dilakukan konsultasi pakar dalam presentasi. Pertama seminar hasil penelitian secara internal di STAIN Sorong, dan kesempatan kedua secara luas dalam Seminar Nasional Pendidikan Bahasa di Surabaya. Dari dua kesempatan tersebut dilakukan penyempurnaan dan perbaikan beberapa bagian.
MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Pembelajaran bahasa Arab tradisional dengan mempergunakan metode utama tarjamah (terjemah) dan qawaid (tata bahasa) merupakan pilihan yang
mudah dan memudahkan. Setiap guru, tidak perlu melakukan persiapan secara khusus. Cukup berbekal kitab yang akan diajarkan kemudian pembelajaran dapat
terjadi begitu saja. Dengan kelas yang berukuran besar, memungkinkan model ini dapat dilaksanakan dimana saja. Kemampuan yang diajarkan juga merupakan
keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk fase awal dalam belajar bahasa Arab.
Tidak saja untuk membaca dan menulis, pada saat yang sama diperlukan.
kemampuan untuk bertutur dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa akan menjadi daya dukung kepakaran dan kapasitas seorang cendekiawan.
Selanjutnya, model pembelajaran bahasa Arab modern. Untuk model pembelajaran bahasa Arab di tingkat tsanawiyah atau Aliyah dengan berbasis pondok pesantren, Gontor menjadi pilihan dalam mewujudkan pembelajaran
bahasa Arab yang memungkinkan penguasaan keterampilan berbahasa yang sangat memadai. Pembelajaran bahasa Arab dengan model Gontor ini kemudian diadaptasi pelbagai lembaga ke seluruh pelosok tanah air. Lembaga pendidikan yang diprakarsai alumni Gontor sudah jamak menggunakan model ini. Beberapa
lembaga yang didirikan alumni Gontor mengadakan beberapa pembaruan sehingga menghasilkan lulusan yang sesuai dengan keperluan lembaga, seperti
Darunnajah di Jakarta. Bahkan walaupun tidak diprakarsai oleh alumni Gontor tetap saja beberapa lembaga menggunakan model ini. Pesantren IMMIM di
Makassar, termasuk lembaga pendidikan yang diinspirasi oleh keberhasilan pendidikan Islam dengan pola Gontor. Sehingga pihak Dewan Pengurus Pusat
Ikatan Masjid Mushallah Indonesia Muttahidah (IMMIM) memutuskan untuk mengelola lembaga pendidikan dengan Gontor sbagai acuan awal (Wekke, 2012).
Program dengan model Gontor menjadi sebuah pilihan untuk dikembangkan di sekolah menengah.
Begitu juga dengan pendidikan bahasa Arab dengan penguatan pada studi Islam. Model pembelajaran ma’had yang diselenggarakan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dengan Asian Muslim Charity Foundation (AMCF) di 14 pendidikan tinggi Muhammadiyah merupakan sebuah alternatif yang memadai.
Keberadaan lembaga pendidikan dengan fokus pada studi Islam mulai diadaptasi juga di lembaga pendidikan lain dengan juga sebutan “ma’had”. Pembelajaran
bahasa Arab di perguruan tinggi dilaksanakan secara intensif dilaksanakan di perguruan tinggi keagamaan Islam seperti Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, Malang. Program belajar bahasa Arab dilaksanakan selama setahun dengan program yang dirancang untuk memberikan bekal bahasa Arab
sebagai kemampuan untuk menekuni studi Islam. Begitu juga di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar. Dilaksanakan Program Intensifikasi Bahasa Asing
(PIBA) untuk dua semester dengan memberikan penguatan pada bahasa Arab dan bahasa Inggris ditambah dengan materi retorika.
KEKHASAN MADRASAH IBTIDAIYAH
Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) dijadikan sebagai alternatif lembaga pendidikan Islam. Tidak saja pada tingkatan pendidikan dasar, kemudian dikenal
pula Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) dan Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT). Pengelolaan SDIT menjadi sebuah tahapan awal
dalam mendapatkan model pembelajaran bahasa Arab di tingkat pendidikan dasar.
Walaupun bukan bahasa Arab yang menjadi program utama tetapi terdapat kekhasan dengan pengembangan materi Quran yang terintegrasi dengan materi
belajar bahasa Arab. Tidak saja memudahkan untuk belajar Quran tetapi pada kesempatan yang sama akan menjadi latihan dalam memperkuat keterampilan berbahasa Arab.
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang I menjadi sebuah contoh. Madrasah tersebut memilik waktu yang terbatas, dengan kurikulum nasional yang sama dengan madrasah lainnya. Hanya saja, dilakukan pengayaan keterampilan
berbahasa dalam program-program mata pelajaran lain. Ditambahkan pula dengan materi belajar diluar jam pelajaran untuk memperkaya kemampuan berbahasa
Arab. Hasilnya, tidak saja pengetahuan secara kognitif saja tetapi keterampilan berbahasa Arab dalam bentuk muhadatsah dan insya dikuasai ketika menamatkan
pendidikan madrasah ibtidaiyah.
Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Izzah merupakan salah satu sekolah yang menggunakan integral mata pelajaran bahasa Arab dengan mata pelajaran lain
terutama pada materi yang berhubungan dengan Quran. Secara utuh, materi Quran berhubungan dengan bahasa Arab sehingga di beberapa perguruan tinggi Jerman
dikembangkan bahasa Arab secara khusus untuk menguasai Alquran. Dengan pandangan yang berbeda tetapi dengan melaksanakan kegiatan yang hampir sama,
SDIT Al-Izzah menggunakan waktu pembelajaran Quran untuk memberikan penguatan pada kemampuan berbahasa. Dengan pembelajaran yang terstruktur
tidak saja penguasaan Quran yang diperoleh tetapi pada saat yang sama diperoleh pula kemampuan berbahasa Arab. Kemampuan bahasa Arab inilah yang menunjang kemampuan membaca Quran dan juga program integrasi lainnya.
Pada madrasah ibtidaiyah, keterampilan berbahasa Arab dapat dibagi pada dua kelompok besar yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Pada tiga tahun pertama, kemampuan berbahasa Arab dapat diintegrasikan dengan keterampilan membaca Alquran. Contoh-contoh yang dikemukakan dapat menggunakan kata atau kalimat dari Alquran. Sementara pada tingkatan kelas atas, mulai diperkenalkan pola kalimat yang dapat membantu untuk menggunakan kata dan kalimat itu dalam kegiatan percakapan sehari-hari. Dua kelas terakhir, dapat dikembangkan dengan proses belajar menulis. Sehingga dalam dua tahun, murid memiliki kemampuan
menulis huruf-huruf hijaiyah sudah sesuai dengan standar penulisan khat. Enam tahun sebagai waktu yang memungkinkan untuk menyiapkan murid sehingga
mampu untuk menekuni proses belajar di sekolah menengah.
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB MADRASAH MINORITAS MUSLIM
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kadang khusus memperhatikan peningkatan keterampilan saja. Padahal proses pembelajaran sejatinya perlu melihat keadaan secara luas. Tidak saja berkaitan dengan peningkatan
keterampilan. Ada pertanyaan lain sehubungan dengan pemilihan penelitian tindakan kelas, aka nada pertanyaan lain yang perlu dijawab “apa kontribusi
keilmuan” yang menjadi dampak bagi pelaksanaan PTK. Dalam beberapa
aktivitas PTK, hanya persoalan peningkatan keterampilan yang dijadikan sebagai perhatian utama. Sebagai aktivitas penelitian, maka sumbangan terhadap keilmuan
merupakan tuntutan utama. Sehingga diperlukan adanya sebuah sumbangsih yang lebih besar dibanding hanya membuktikan bagaimana sebuah model atau metode
digunakan dalam ruang kelas.Dalam PTK mata pelajaran bahasa Arab, maka diperlukan sebuah inovasi
tidak saja dalam bentuk pembelajaran kelas tetapi juga perlu memperhatikan kesatuan dengan mata pelajaran lainnya. Begitu pula dengan mata pelajaran
bahasa Arab di kelas yang lain. Dengan integrasi seperti ini memungkinkan untuk menjalin proses yang komprehensif untuk menyelesaikan capaian belajar.
Keterkaitan dengan mata pelajaran lain dalam kesatuan kurikulum lebih mudah jikalau dipantau oleh guru di madrasah ibtidaiyah. Hanya beberapa madrasah yang
menugaskan kepada guru tertentu untuk mengampu mata pelajaran bahasa Arab sebagai guru tersendiri. Sementara dalam madrasah dengan keterbatasan guru,
mata pelajaran bahasa Arab diampuh oleh guru kelas. Keduanya masing-masing memiliki keterbatasan dan keunggulan. Jikalau fokus kepada keunggulan masing
masing, maka dapat saja dicapai proses belajar yang tetap memenuhi kriteria dan bahkan bisa mencapai hasil yang maksimal.
Belajar bahasa Arab sebagai bagian dari aktivitas keberagamaan. Tanpa mengenyampingkan bahasa lain, bahasa Arab diperlukan untuk pembentukan
kemampuan ibadah seorang muslim. Jikalau ini dikuasai, maka komunikasi dengan Sang Pencipta dapat terbentuk dengan lebih mudah. Meletakkan kemampuan berbahasa Arab berada di fase madrasah ibtidaiyah. Sehingga ini
menjadi modal selanjutnya untuk pengembangan keilmuan seorang murid. Ketika menguasai bahasa Arab di madrasah ibtidaiyah, maka pada proses belajar di tsanawiyah ataupun Aliyah, kecintaan terhadap bahasa Arab sudah dipupuk sejak awal. Mereka kemudian tidak saja berusaha mengikuti materi belajar yang berhubungan dengan bahasa Arab tetapi juga berkaitan dengan pemilihan jurusan di perguruan tinggi. Dari pembelajaran bahasa Arab di madrasah ibtidaiya-lah yang akan menjadi awal dari segala proses belajar di masa yang akan datang.
Ketika individu musli menguasai bahasa Arab, maka ini berkaitan dengan kemampuan dalam memahami ajaran Islam secara komprehensif. Secara makro,
penguasaan bahasa Arabpun akan berdampak bagi pemahaman hukum Islam
(Yusuf dan Wekke, 2012).
Memperhatikan model pembelajaran yang terbagi atas dua model jikalau mempergunakan kategori pada penguasaan keterampilan yaitu tradisional dan
modern. Sementara model berkaitan dengan tingkatan pendidikan terdiri atas tiga yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara
kadang keberadaan perguruan tinggi Islam justru dicurigai sebagai bagian sistem Barat (Husaini, 2006). Model-model kesemuanya memiliki ciri khas yang tersendiri yaitu program intensif. Untuk penguasaan bahasa Arab tidak akan pernah didapatkan jikalau tidak dilakukan secara terstruktur, terprogram, dan dalam waktu yang berkesinambungan. Jikalau hanya menggunakan struktur kurikulum formal dan waktu yang terbatas, maka harapan yang diiginkan tidak akan pernah terwujud.
Pembelajaran bahasa Arab tidak akan pernah terwujud secara ideal jikalau tidak bekerja secara tim. Pengalaman di beberapa lembaga pendidikan Islam, justru dengan partisipasi masyarakat akan memberikan penguatan pengelolaan dan juga tercapaianya program-program yang lebih besar (Rahman, 2014). Untuk mengembangkan model pembelajaran bahasa diperlukan sinergitas antar
kelompok dan lembaga di masyarakat Islam. Secara mandiri sebuah lembaga tidak dapat berjalan sesuai harapan tanpa adanya dukungan dari pihak lain. Sehingga
kolaborasi akan menjadi kesempatan dalam mewujudkan harapan bersama.
Gontor menjadi salah satu model pembelajaran yang menjadi acuan di tanah air (Wekke dan Busri, 2016). Dalam kaitan dengan itu pula, keragaman model
yang digunakan semata-mata dilangsungkan karena kondisi kelembagaan yang khas (Wekke, 2015). Termasuk di sekolah umum, bahasa Arab juga menjadi
bagian dari struktur kurikulum (Tamsir, 2015). Maka, pembelajaran bahasa Arab sejatinya menjadi pembelajaran keagamaan yang terintegrasi. Ini dimulai dengan
menjadikan bahasa Arab sebagai pelajaran yang menjadi pondasi bagi pelajaran lainnya. Selanjutnya, dengan penguasaan bahasa Arab akan memperkuat
pembelajaran keagamaan karena integrasi materi bahasa Arab menjadi bagian dalam pembelajaran di mata pelajaran lainnya. Artikel ini menegaskan bahwa
sekalipun ada rambu-rambu pembelajaran secara nasional, tetap saja madrasah memiliki peluang untuk melaksanakan inovasi dan pengembangan. Dengan
demikian, akan menjadi sebuah pengembangan model dalam akselerasi pendidikan dan pengajaran.
PENUTUP
Dengan mengembangkan model termasuk turunannya dalam metode, maka pembelajaran bahasa Arab dapat diselesaikan bahkan melampaui target kurikulum. Memperhatikan keperluan di madrasah ibtidaiyah, maka diperlukan sebuah inovasi sehingga pembelajaran di madrasah ibtidaiyah dapat dilaksanakan dengan tidak saja dengan sasaran pada kurikulum tetapi juga sudah menjadi landasan bagi proses belajar berikutnya. Kesempatan selama enam tahun untuk memberikan pengalaman belajar, merupakan kesempatan terbaik dalam
pengenalan bahasa Aran dan penguasaannya. Selama enam tahun itu, secara berjenjang pembelajaran akan diberikan secara bertahap dan berjenjang sehingga
ada penguasaan berbahasa yang terstuktur. Diperlukan sebuah model sekaligus metode yang bervariasi untuk memberikan kesempatan kepada setiap murid untuk
belajar bahasa Arab.
Pembelajaran bahasa Arab memerlukan inovasi dan juga kesungguhan pelaksanaan. Selama ini kegagalan pembelajaran bahasa Arab karena tidak dijadikan sebagai program utama. Berbeda halnya dengan lembaga-lembaga yang menjadikan bahasa Arab sebagai program utama, maka keterampilan bahasa Arab menjadi bagian utama yang memberikan “ruh” bagi pelaksanaan program yang
dijalankan. Sementara itu, materi bahasa Arab kadang hanya dijadikan sebagai pelengkap sebuah program dan bukan dijadikan sebagai program itu sendiri.
Sehingga pencapaian keterampilan berbahasa Arab tidak dijadikan sebagai unsur utama evaluasi pelaksanaan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Daulay, H. P. (2014). Pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional di
Indonesia. Kencana.
Hidayah, M. (2013). Pengoptimalan Keterampilan Membaca Bahasa Arab Dengan
Model Pembelajaran Tutor Sebaya di Kelas VII H MTs Negeri Kendal
Tahun 2012/2013. Lisanul’Arab: Journal of Arabic Learning and Teaching,
2(1).
Husaini, A. (2006). Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di perguruan
tinggi. Gema Insani.
Mohamed, A. K. (2001). Teori Pengajaran dan Pembelajaran: Bahasa Arab di
Sekolah Menengah Agama di Malaysia. Penerbit UTM Press.
Muradi, A. (2015). Pembelajaran Menulis Bahasa Arab Dalam Perspektif
Komunikatif. Prenada Media Group.
Rahman, K. (2014). “Peningkatan Mutu Madrasah melalui Penguatan Partisipasi
Masyarakat”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1 (2), 227-246.
Tamsir, T. (2017). Pembelajaran bahasa Arab di madrasah. Jurnal An-Nahdhah,
10(2).
Wekke, I. S. (2015). Antara Tradisionalisme dan Kemodernan: Pembelajaran
Bahasa Arab Madrasah Minoritas Muslim Papua Barat. TSAQAFAH, 11(2),
313-332.
Wekke, I. S. (2015). Model Pembelajaran Bahasa Arab. Deepublish.
Wekke, I. S. (2015). Tradisi Pesantren dalam Konstruksi Kurikulum Bahasa Arab
di Lembaga Pendidikan Minoritas Muslim Papua Barat. KARSA: Jurnal
Sosial dan Budaya Keislaman, 22(1), 20-38.
Wekke, I. S. (2017). Integrasi Pendidikan Islam dan Pembelajaran Kewirausahaan
di Pesantren Minoritas Muslim. Fenomena, 9(1), 1-24.
Wekke, I. S., & Busri, M. (2016). Kepemimpinan Transformatif Pendidikan
Islam: Gontor, Kemodernan, dan Pembelajaran Bahasa. Deepublish.
Wekke, Ismail Suardi. (2012). “Amalan Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa
Arab di Pesantren Immim Makassar, Indonesia”. Disertasi. Bangi: Fakulti
Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Yusuf, Muhammad., dan Wekke, Ismail Suardi. (2012). “Menelusuri Historisitas
Pembentukan Hukum Islam: Menggagas Yurisprudensi Islam Indonesia”,
Jurnal Peradaban Islam Tsaqafah, Vol. 8, (2), Oktober, 369-392.