MAKALAH
Perkembangan Pemikiran Dalam Akhlak Islam
Dosen Pengampu :
Satrio M.A
Disusun Oleh :
Nur Trisna ( 201423 )
Gunawan wargo pengestu ( 201495 )
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
STAIN SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
T.A 2021
KATA PENGANTAR
بسم ميحرلا نمحرلا هللا
السالم عليكن ورحمة هللا وبر كا ته
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya,
semoga kita dapat menggunakannya untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
kita kepada-Nya. Alhamdulillah, atas izinnya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat pada waktunya. Tugas makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah akhak tasawuf dengan judul “perkembangan pemikiran dalam akhlak
islam” yang diberikan beberapa waktu yang lalu.
Meski telah disusun secara semaksimal mungkin, namun penulis sebagai
manusia biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.
Besar harapan saya makalah ini dapat menjadi sarana membantu pembaca
dalam memahami apa saja Model-model Pendidikan Islam yang diterapkan pada
masa Rasulullah SAW. Demikian apa yang bisa saya sampaikan, semoga pembaca
dapat mengambil manfaat dari karya ini, terima kasih.
BINTAN, 26 Mei 2021
Penulis
Daftar isi
KATA PENGANTAR
2
BAB I
4
PENDAHULUAN
4
Latar Belakang
4
Rumusan Masalah
5
Tujuan
5
BAB II
6
PEMBAHASAN
6
Fase Yunani
6
Fase Arab Pra Islam
8
Fase Islam 10
Fase Abad Pertengahan 11
Fase Modern 12
BAB III 13
PENUTUP 13
Kesimpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna
“pembuatan” atau “penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai,
budi, tabi‟at, adab, atau tingkah laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa manusia yang melahirkan perbuatan perbuatan dengan
mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan.
Melacak sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa
sebenarnya sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan
istilah adat istiadat yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan
masyarakat.
Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah
membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya
berbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-
ahli semata-semata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan
berdasarkan agama. Selain itu juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman
sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern.
Dari filsuf – filsuf Yunani terjadilah persoalan antara baik dan buruk. Yang
mana persoalan ini menjadi permbicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu
estetika. Di antara pembicaraan baik dan buruk penting karena terdapat dua alasan,
ini juga berkaitan dengan ilmu akhlak, dan dapat mengetahui pandangan islam
tentang persoalan akibat munculnya berbagai aliran.
Pada pembahasan ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan tentang
sejarah perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani sampai zaman Modern dan
baik dan buruk.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan Pemikiran akhlak Islam pada
Fase Yunani?
2. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Arab sebelum Islam?
3. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Islam?
4. Bagaimana akhlak Islam pada fase abad pertengahan?
5. Bagaimana akhlak Islam pada Fase Modern?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bahwa sejarah dan perkembangan Pemikiran
dalam akhlak Islam pada Fase Yunani
2. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase Arab Pra islam.
3. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase islam.
4. Untuk mengetahui perkembangan akhlak Islam pada fase Abad
Pertengahan.
5. Untuk mengetahui perkembangan kondisi Pemikiran akhlak Islam
pada Fase Modern
BAB II
PEMBAHASAN
1. Fase Yunani
Pertumbuhan Pemikiran akhlak Islam pada bangsa Yunani baru terjadi setelah
munculnya orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di
kalangan bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena
pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak
adalah pemikiran filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang
mereka bangun lebih bersifat filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang
dikemukakan para filosof Yunani berbeda-beda. Tetapi substansi dan tujuannya sama,
yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik,
merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.1
Pandangan dan pemikiran yang dikemukakan para filosof Yunani secara
redaksional berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama yaitu menyiapkan
angkatan muda Yunani agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan
mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :
1. Socrates (469-399 SM)
Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama.
Alasannya, ia adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia
dengan prinsip ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya
dengan hubungan antar manusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia
mengatakan bahwa “keutamaan itu terdapat pada ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran
jika kemudian bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan akhlak walaupun sama-
sama didasarkan pada Socrates
2. Cynics dan Cyrenics
Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics.
Keduanya dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 –
370 SM). Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan,
dan sebaik-baik manusia adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan.
Di antara pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang
meninggal pada tahun 323 SM. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh
Aristippus yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).
1 Abuddin Nata, akhlak tasawuf, (Jakarta:raja grafindo persada,2000), hlm. 59
Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik,
utama dan mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-
sentris) dengan cara manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan golongan kedua,
Cyrenics bersikap memusat pada manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia
mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya.
3. Plato (427-347 SM)
Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya
dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato
untuk menjelaskan masalah akhlak. Di antara model ini adalah model untuk kebaikan
yaitu arti mutlak, azali, kekal dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato
tampak memadukan antara unsure yang datang dari diri manusia sendiri dan unsure
yang datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi
rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari yang
bersifat mutlak.
Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:
a) Hikmah/kebijaksanaan,
b) Keberanian,
c) Keperwiraan
d) Keadilan.
4. Aristoteles (394-322 SM)
Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana
pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran
sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia
menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya. Dan ia berpendapat bahwa tujuan
terakhir yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia”.
Akan tetapi pengertiannya tentang bahagia lebih luas dan lebih tinggi dari pengikut
paham utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan menurut pendapatnya jalan mencapai
kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.
Selain itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan
adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-
tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta
dan takut.
5. Stoics dan Epicurics
Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda
penyelidikanya dalam akhlak “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan
telah kami beri pejelasan secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa
paham “stoics” ini diikuti oleh banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah
seneca (6 SM – 65 M), Epicetetus (60 – 110 M) dan kaisar marcus orleus (121 – 180
M).
Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjalani segala
sesuatu yang bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan dan kesengsaraan datang dan
pergi, dan kita tidak perlu melekat pada salah satunya. Segala ide tentang
kesengsaraan dan kebahagiaan berasal dari pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind
adalah kunci dari Stoisisme. Kedamaian batin atau peace of mind akan kita alami
kalau kita mau berpikir rasional.
Filsafat Epikurus bertujuan menjamin kebahagiaan manusia. Filsafatnya
dititikberatkan pada etika yang akan memberikan ketenangan batin.
6. Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu
telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran
akhlak yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran
kepada manusia bahwa Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang
memberi dan menentukan segala bentuk patokan-patokan akhlak yang harus
dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang
menjelaskan arti baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya adalah kerelaan Tuhan
dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri(memusat pada
Tuhan) dan sufistik(bercorak batin). Ajaran akhlak agama Nasrani yang dibawa oleh
para pendeta sejalan dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics dalam persoalan baik
dan buruk, sehingga kedudukan para pendeta sama dengan kedudukan para ahli
filsafat di Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani pendorong untuk melakukan
perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama
Nasrani pendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan
berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
2. Fase Arab Pra Islam
Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar
biasa, perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa
Arab dapat dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki
perangai halus dan rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibn Abi Salam yang
mengatakan : “Siapa yang menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang
membawa hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.2
2 Dr. Yusuf musa, filsafat akhlak islam, kairo,tahun 1963, hlm.86
Adapun Amir ibnu Dharb Al-„Adwaniy “pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak.
Sesungguhnya penyesalan itu akibat kebodohan”.
Aktsam ibn Shaify juga mengatakan “ jujur adalah pangkal keselamatan; dusta
adalah kerusakan; kejahatan adalah kekerasan; ketelitian adalah sarana menghadapi
kesulitan; kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan
sebaik-baik perkara adalah sabar”.3 Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada
budaknya “Sesungguhnya kikir itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri;
bermurahlah dalam cinta karena sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah
oang yang belas kasih. Orang yang mulia akan takut mencelamu, dan bagi kebenaran
memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang baik”.4
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran
yang minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah
dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab
belum diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang
arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan
melarang berbuat keburukan.
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber
dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah
ciptaan sang Khalikul Alam.
Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai
mana bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan
terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun
demikian, bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair
yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Lukman Al-Hakim,
Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan Hatim Ath-Tha‟i.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran
yang minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah
dari filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab
belum diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang
arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan
melarang berbuat keburukan.
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber
dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah
ciptaan sang Khalikul Alam.5
3
Ibid hlm.10
4
Ibid hlm.12
5 Rohison anwar, akhlak tasawuf,(bandung:pustaka setia), 2010. Hal. 56-57
3. Fase Islam
Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah guru terbesar
dalam bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untuk
menyempurmakan akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau
menulis ilmu akhlak dalam islam, masih diperbincangkan. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa teori.
Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi
Thalib ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan
setelah kepulangannya dari perang shiffin di dalam risalah tersebut terdapat banyak
pelajar tentang akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin pula
dalam kitab Nahj Al-Balagah yang banyak dikutip oleh ulama sunni, seperti Abu
Ahmad bin Abdillah Al-„Asykari dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa‟izh.
Kedua, tokoh islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin
Mahran Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad kedua H. Ia menulis kitab Al-Mu‟min
wa Al-Fajr, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam islam. Selain itu dikenal
tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu
Dzar Al-Gifhari, Amr bin Yasir , Nauval Al_Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.
Ketiga, pada abad ketiga H, Ja‟far bin Ahmad Al-Qumi Menulis kitab Al-
Mani‟at min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam
bidang akhlak adalah:
1. Ar-Razi (250-313H) walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan
Ibnu Sina. Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath-
Thibb Ar-Ruhani (kesehatan ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan
ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupsksn filsafat akhlak terpenting
yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.
2. Pada abad ke empat H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan
Makarim Al-akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farabi
yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga ikhwan Ash-
Shafa dalam Rasa‟ilnya, dan Ibnu Sina (370-428H).
3. Pada abad ke lima H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib
Al-Akhlak wa Tath-hir Al-A‟araq dan Adab Al-„Arab wa Al-Furs. Kitab ini
merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dsari
konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran
dan hukum islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup penulis dan
situasi zamannya.
4. Pada abad ke enam H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih
Al-Khatir wa Nuzhah An-Nazhir.
5. Pada abad ke tujuh H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-
Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta‟alimin.
Pada abad-abad sesudahnya dikenal bebera kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami
Ashabih Al-Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad-
Din Al-Adab, Ad-Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.6
4. Fase Abad Pertengahan
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada
waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu
dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah
diterima dari wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya.
Oleh kerana itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan
penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan
doktrin uang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan
pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani
dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang
terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan
kaum Muktazilah.
Ilmu filsafat,termasuk didalamnya ilmu akhlak, waktu itu di Eropa pada abad-
abad pertengahan, sangat tertekan, sebab gereja memusuhi filsafat Yunani dan
Romawi dan menentang penyebaran ilmu dan kenegaraan. Gereja percaya bahwa
hakikat kebenaran itu wahyu yang tidak mungkin salah lagi. Wahyu hanya
membolehkan orang berfilsafat dalam batas-batas tertenttu, sekadar memperkuat
kepercayaan-kepercayaan keagamaan.
Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu
memerangi filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari
wahyu. Namun diantara golongan gereja ada juga yang menerima percikan filsafat
selama tidak bertentangan dengan ajaran gereja.
Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa
itu merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-
pemukanya yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas
(1226-1274).
Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan
naluri pada manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.
6
Ibid hal. 57-60
5. Fase Modern
Periode modern dimulai dari tahun 1800 sampai fase kita sekarang, merupakan
zaman kebangkitan umat islam. Ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Barat
menginsyafkan dunia islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa
di Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi.
Sejak Abad Pertengahan, zaman John Stuart Mill (1806-1873) dipindahkannya
paham Epicurus ke paham Utilitarisme. Pahamnya terbesar di Eropa dan mempunyai
pengaruh besar disana. Utilitarisme adalah paham yang memandang bahwa ukuran
baik buruknya sesuatu ditentukan oleh kegunaannya.
Herbert Spencer (1820-1903) mengemukaan paham pertumbuhan secara
bertahap (evolusi) dalam akhlak manusia. Descartes (1596-1650) seorang ahli pikir
Perancis yang menjadi pembangun mazhab rasionalisme. Segala persangkaan yang
berasal dari adat kebiasaan harus ditolak.
Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu bermunculan
berbagai mazhab etika antara lain sebagai berikut:
1) Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama
2) Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran
3) Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis,
yaitu ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang
sebagai perintis Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu,
tidak menjadi benar kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato
(427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates.
Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan „teori contoh‟. Dia berpendapat alam
lain adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah
muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran sambil
berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.
Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu
Nabi Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk
menyempurnakan akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya
masih terus diperbincangkan.
Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu
tentang akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran
akhlak tersebut.
Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat
dan di temui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan
ditemui celah, hanya satu yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di
ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan panduannya yaitu Al-Qur‟anul Karim
yang diwahyukan oleh Allah swt. Kepadanya
B. Saran
Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan
teknologi yang begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk
pada akhlak kita, oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus
pandai-pandai memilah-milah mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin.2007. Study Akhlak dalam Perspektif Alquran. Jakarta:
Amzah.
Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia.
Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.