Model alternatif pembelajaran bahasa arab

1.137 Lihat

MODEL ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

SEBAGAI BAHASA AL-QUR’AN

 

Abstrack

Penelitian ini berusaha mendeskripsikan model pembelajaran Tamyiz. Model ini hasil

karya bukan ‘ahli pendidikan bahasa arab’ dalam arti formal oleh sebab itu peneliti

istilahkan sebagai model alternatif. Tamyiz berusaha memberikan kontribusi dalam

pembelajaran bahasa Arab yang lebih cepat dan komprehensif. Menurut pendukungnya,

tamyiz efektif dalam menciptakan kemampuan berbahasa Arab secara kilat. Akan tetapi

“tak ada gading yang tak retak”, setiap model pasti memiliki kelebihan dan kekurangan

disamping peluang dan tantangannya. Penelitian ini akan mencoba mendeskripsikannya

dan mengambil sisi postif selanjutnya diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Arab

yang sesuai dengan pola dan teori ilmiah metodologi pembelajaran bahasa Arab.

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Arab masih belum bisa dikatakan menggembirakan. Baik di perguruan tinggi, lembaga-lembaga kursus, madrasah-madrasah termasuk juga sekolahsekolah. Kecuali pesantren, dipandang lebihberhasil meski di sana-sini masih menuai kritikan, karena masih menyimpan kekurangan yang sampai kini belum bisa dipecahkan. Di pesantren modern atau semi modern hanya membuat santri bisa berbahasa Arab namun lemah dalam gramatika bahasa Arab, problem lainnya seringkali bahasa Arab yang dihasilkan adalah Arab rasa Indonesia. Di pesantren tradisional bagus dalam gramatika akan tetapi berbahasa Arab aktifnya sangat lemah dan tidak menjadi perhatian sama sekali, padahal bahasa adalah alat komunikasi dan bukan hanya aturanaturan gramatikal yang harus diikuti seratus persen, terlebih dalam konteks bahasa lisan.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa muslim yang bisa membaca al-Qur’an hanya 45%, yang benar dan fasih dalam membaca al Qur’an hanya 4,5 %. Dan lebih mencengangkan

lagi bahwa yang bisa bahasa Arab dan mampu memahami al Qur’an kurang dari 0,4% dari

populasi muslim di dunia. Artinya, dari 1000 muslim kurang dari 4 muslim dari mereka yang faham bahasa Arab dan al Qur’an. (Republika, Kamis 26 Feb 2015).

Problemnya beragam, diantaranya pertama, materi pembelajaran bahasa Arab lebih sulit dibanding dengan materi lainnya. Meski ada juga beberapa testimoni yang menunjukan

kebenaran pandangan tersebut, akan tetapi bahasa lain pun tentunya memiliki kesulitan juga

sebagaimana bahasa Arab. Seperti bahasa Inggris, memiliki kesulitan karena antara tulisan

dengan bacaan seringkali dibaca tidak konsisten. Misal huruf ‘a’ adakalanya dibaca ‘a’ dan ada kalanya dibaca ‘e’. Diantara hal yang paling menyulitkan dalam bahasa Arab misalnya adalah karena tulisannya berbeda dengan tulisan latin ditambah ada istilah ‘arab gundul’.

 

Kedua, metode pembelajaran bahasa Arab yang dipandang sebagai ‘biang keladi’ belum menggembirakannya hasil belajar bahasa Arab. Metode pembelajaran bahasa Arab sangat

monoton dan menjenuhkan. Metode terakhir dan hampir tidak akan berkembang lagi adalah

metode eklektik atau metode tawlifiyah. Sampai kini belum ada yang menambahkan metode

lainnya ke dalam pembelajaran bahasa Arab, itupun kebanyakan diadopsi dari metode pembelajaranbahasaInggris.

Ketiga, motivasi siswa, motivasi untuk belajar bahasa Arab siswa di Indonesia masih

sangat minim. Bahkan banyak diantaranya belajar bahasa Arab hanya untuk menjadikan

lulus dalam satu jenjang sekolah atau madrasah bahkan perguruan tinggi. Hal itu menimbulkan dampak negatif terhadap pembelajaran materi bahasa Arab. Apalagi ada istilah materi pelajaran Ujian Nasional (UN) sebagai primadona, yang imbasnya materi seperti bahasa Arab makin dikesampingkan dalam motivasi belajar siswa bahkan perhatian orang tua.

Keempat, guru bahasa Arab yang tidak memiliki profesionalisme mumpuni. Dalam beberapa pelatihan seperti PPG, PLPG dan PKM yang dilaksanakan oleh FITK UIN Jakarta, peneliti selalu mencek bahwa rata-rata guru bahasa Arab adalah bukan alumni Pendidikan Bahasa Arab. Bahkan posisinya lebih dari 80% guru bahasa Arab bukan alumni Pendidikan Bahasa Arab. Padahal yang bidangnya saja belum tentu berhasil apalagi yang bukan bidangnya. Logikanya adalah ketika guru bahasa Arab merupakan alumni PAI, Syari’ah, Dakwah, Ushuluddin, sudah bisa dipastikan mereka akan lemah dalam kemampuan bahasa Arab (kompetensi profesional), metodologi (kompetensi pedagogik), personaldansosial.

Kelima, kelas bahasa Arab yang jauh dari ideal. Tatkala jumlah siswa dalam kelas jika ingin berhasil maksimal 20, di Indonesia ada yang bahkan sampai 40 siswa perkelas. Belum lagi ditambah suasana kelas yang tidak ‘diniatkan’ untuk pembelajaran bahasa. Ini sangat menjadi problem dalam pembelajaran bahasa Arab. Sebagaimana diketahui bahwa rata-rata

madrasah sebagai satu-satunya lembaga formal di Indonesia yang menjadikan bahasa Arab sebagai materi wajib adalah berstatus swasta, bahkan lebih dari 90% populasi madrasah di

Indonesia, tentunya dengan kondisi mayoritas memperihatinkan meski tidak menutup mata

dengan adanya beberapa madrasah yang memiliki kualitas seperti Madrasah Pembangunan UIN Jakarta dan Madrasah al Azhar Al Syarif Jakarta.

 

Keenam, kondisi politik dan sosial budaya membuat pembelajaran bahasa Arab stagnan.

Seperti banyak orang yang dipandang faham bahasa Arab dan dekat-dekat dengan bahasa

Arab yang tersandung korupsi, terorisme bahkan akhir-akhir ini nama Sholeh dan Muhammad dipermasalahkan ketika hendak ke luar negeri di bagian imigrasi. Dari politik kurikulum pun sama saja, meski Indonesia mayoritas muslim, perhatian terhadap bahasa Arab sangat rendah.

Tentunya masalah lain dari pembelajaran bahasa Arab masih sangat banyak. Akan tetapi problem yang paling disoroti saat ini adalah pendekatan, model, strategi, metode, teknik dan taktik pembelajaran bahasa Arab. Khusus untuk model pembelajaran, kini berjamuran model pembelajaran bahasa Arab yang dibangun atas semangat belajar bahasa Arab cepat dan berkualitas. Model tersebut peneliti istilahkan sebagai model alternatif, karena secara teori ilmiah pembelajaran bahasa bisa jadi banyak yang menyimpang disamping penemunya ratarata bukan spesisalis Pendidikan Bahasa Arab ‘formal’. Ia hanya punya semangat dan merasa mengerti bahasa Arab. Diantara model yang dimaksud adalah model tamyiz dan model mustaqilli. Keduanya dipandang mampu menyukseskan pembelajaran bahasa Arab dengan cepat misal mustaqilli menjanjikan pembelajaran cepat dari nol jam dan tamyiz juga menjanjikan 100 jam.

 

Dengan kehadiran kedua model pembelajaran bahasa Arab tersebut peneliti

tertarik mengkaji keduanya dalam sebuah penelitian ilmiah dengan tema “Tamyiz; Model

Pembelajaran Alternatif Bahasa Arab dan Al Qur’an“. Penelitian ini penting, aktual dan mendesak, serta akan memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pembelajaran bahasa Arab serta bagi kemajuan pembelajaran bahasa Arab di negeri yang meyoritas penduduknya menganut agama yang memiliki kitab suci berbahasa Arab. Bagi praktisi akan mempermudah proses pembelajaran bahasa Arab dan bagi pemangku kebijakan akan menjadi landasan untuk menentukan arah kebijakan model-model pembelajaran bahasa Arab terbarukan.

LANDASAN TEORI

KonsepModelPembelajaran

Ada beberapa definisimodel pembelajaran sebagaimana dikutip oleh Junaedi dkk, sebagai

berikut (Junaedi dkk 2008: 10): pertama, Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai maksimal.

Kedua,Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model

pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Ketiga, Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mernbentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien mencapai tujuan pendidikan. Dan keempat Junaedi dkk sendiri mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

mengajar”. Kalau kita melihat dan membandingkan keempat definisi sesungguhnya model

pembelajaran merupakan kerangka pola beruparencana kegiatan pembelajaran yang sistematis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran dan merancang kegiatan pembelajaran.

 

Definisi model pembelajaran lainnya dikemukakan oleh Arends dalam Hamruni, bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran (Hamruni: 7). Demikian juga sukamto mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Hamruni: 8). Menurut (Syahza dan Irianti 2008: 1) model pembelajaran merupakan pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap kegiatan (sintaks) keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa.

model pembelajaran terdiri dari struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan (individualistik, kompetitif dan kooperatif). Sedang menurut Indrawati hakikat model adalah ‘model yang digunakan oleh guru atau instruktur untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang memuat kegiatan guru dan siswa dengan memperhatikan lingkungan dan sarana prasarana yang tersedia di kelas atau tempat belajar’. makna

model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan menjadi pedoman bagi para perancang pembelejaran dan pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Indrawati, 2011: 1.4 dan 1.6). jadi hakikat model pembelajaran adalah pola pembelajaran atau kerangka konspetual pembelajaran, dengan kata lain berupa kisi-kisi pembelajaran. Pandangan lain menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan gambaran proses pembelajaran yang disusun secara sistematis berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar digunakan untuk mengorganisir pengalaman belajar agar tujuan pembelajaran tercapai. (Slide). Demikian halnya model pembelajaran dimaknai bentuk pembelajaran yang tergambar sejak awal sampai akhir dan disajikan secara khas oleh guru. Dalam redaksi berbeda model pembelajaran merupakan bungkus atau kerangka atau bingkai penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran (Iif daam Alatas dkk 2015: 423). Model pembelajaran juga merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru sebagai perancang dan pelaksana kegiatan pembelajaran. (Alatas dkk 2015: 423). Model pembelajaran menjadi suatu rangkaian gambaran/ilustrasi pembelajaran dari awal hingga akhir dengan karakter sistematis; tertata dan satu dengan yang lainnya merupakan kesatuan yang membangun dan memperkokoh.

Senada dengan pandangan di atas, Sukamto (Nurfajaruddin dan Sobiruddin 2015: 323) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Begitu pula, dalam redaksi Arab model pembelajaran bermakna sebagai berikut (Fununah 2012: 9):

نموذج التدريس هو عملية تعليمية تعلمية تضمن خطوات

إجرائية متتابعة تسهل على المعلم تخطيط نشاطاته التعليمية على

مستوى الأهداف والتنفيذ والتقويم، وتركز على مراحل وخطوات

محددة لوصول الطلاب للمعرفة التي تمكنهم من اكتساب المفاهيم

وتنمية الاتجاهات.

Yaitu proses belajar mengajar yang meliputi langkah-langkah pembelajaran yang sistematis untuk memudahkan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajarannya yang meliputi tujuan, pelaksanaan dan evaluasi, terfokus pada langkah-langkah tertentu agar siswa memperoleh pengetahuan mencapai pemahaman dan pengembangan arah kehidupan/orientasi.

 

Sementara Erta menyebutkan bahwa model bisa bermakna sesuatu yang ideal dan bisa

bermakna contoh. Dalam pandangannya metode kaidah terjemah, metode langsung,

metode audilingual dan lain-lain bisa menjadi model pembelajaran. Meskipun dalam

pembicaraan metode pembelajaran di kampus sering tidak menjadi titik perhatian1. Kedua definisi terakhir, mengarah pada bahwa model pembelajaran merupakan pola, urutan gambaran dan ilustrasi langkah-langkah pembelajaran yang meliputi tujuan, pelaksanaan

dan evaluasi yang berguna bagi guru dalam melakukan perencanaan pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khas yang membedakannya dengan selainnya. Diantara ciri yang dimaksud adalah

 

pertama, rasional teoritik logis yang disusun oleh pengembangnya. Kedua, landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang hendak dicapai). Ketiga, tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. Keempat, lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. (Hamruni: 9).

 

Dari sisi posisi, Sudrajat dalam (indrawati 2011: 11) menggambarkan bahwa posisi model

pembelajaran sebagai satu gambaran menyeluruh mulai dari pendekatan, strategi, model, teknik dan taktik. Oleh karena itu pantas saja adakalanya suatu nama model pembelajaran

diperuntukan untuk strategi, pendekatan, metode, teknik bahkan taktik. Hubungannya dengan model pembelajaran bahasa Arab karena merupakan bagian dari bahasa maka pembelajaran bahasa berguna untuk berfikir, mengembangkan personal, dan mengembangkan kecakapan social (Rahmat 2015: 600). Sementara itu model pembelajaran bahasa Arab yang dikembangkan di Indonesia masih banyak mengadopsi dan mengadaptasi temuan dan teori yang berkembang untuk bahasa lain di Barat seperti bahasa Inggris. Dan di era prost-methode atau dikenal dengan zaman ما بعد الطريقةperlu ada pengembangan model pembelajaran yang tidak lagi tergantung pada metode tertentu sehingga faktor guru, peserta didik dan tenaga kependidikan yang akan menentukan pembelajaran bahasa Arab. Apalagi dengan perkembangan baru yang dikenal dengan kecerdasan majemuk ( )الذكاءات المتعددةyang dikembangkan oleh Gardner serta majunya ICT akan lebih menciptakan model pembelajaran yang lebih memberhasilkan, efektif dan efisien serta dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. (Abdul Wahab, 2015: 72-73). Artinya selama ini model pembelajaran yang dikembangkan di Indonesia belum banyak, kalaupun ada belum merupakan hasil yang disepakati bersama sehingga keberadaannya hampir tidak mendapat

pengakuan dari organisasi profesi yang menaunginya. Tentunya arak model pembelajaran ‘impor’ masih sangat terbatas dalam mengembangkan kemampuan berfikir, personal, dan kecakapan sosial bahasa Arab. Misal IMLA sebagai wadah pemikir dan praktisi pendidikan bahasa Arab di Indonesia. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola, gambaran, contoh langkah-langkah pembelajaran yang sistematis dan terinci untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diukur dengan kegiatan evaluasi serta memiliki manfaat besar bagi guru dan pengembang pembelajaran untuk mendesain dan merencanakan pembelajaran serta melaksanakannya secara efektif dan efisien. Dalam model pembelajaran ada pendekatan, strategi, metode, teknik bahkan taktik pembelajaran.

Jika dikaitkan dengan bahasa Arab maka model pembelajaran bahasa Arab adalah pola,

gambaran, contoh langkah-langkah pembelajaran yang sistematis dan terinci untuk

mencapai tujuan pembelajaran bahasa Arab yang diukur dengan kegiatan evaluasi berupa

kemampuan berfikir, personal, dan kecakapan sosial serta memiliki manfaat besar bagi guru dan pengembang pembelajaran bahasa Arab untuk mendesain dan merencanakan pembelajaran bahasa Arab serta melaksanakannya secara efektif dan efisien yang di dalamnya ada pendekatan, strategi, metode, teknik bahkan taktik pembelajaran.

 

METODE PENELITIAN

 

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif jenis deskriptif analitis. Peneliti akan mengngungkap model pembelajaran Tamyiz dengan survey, wawancara, studi dokumentasi, FGD2. Langkahlangkah yang akan dilakukan adalah pertama, peneliti akan mengidentifikasi pusat pembelajaran Tamyiz melalui web dan wawancara baik langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang pernah mengenyam pelatihan Tamyiz. Kedua, peneliti akan memilih pusat pelatihan yang akan menjadi objek penelitian, jika memungkinkan pusatnya atau yang diasuh oleh penemu model atau pembuat modul pembelajaran. Ketiga, peneliti melakukan wawancara, observasi, diskusi, FGD dan studi dokumentasi dengan cara menelaah buku yang menjadi modul tamyiz. Keempat, untuk menemukan hasil belajar peserta kursus maka peneliti akan melakukan sampling terhadap beberapa alumni yang telah lulus program dan kemudian diminta pendapatnya tentang pembelajaran yang telah dilaluinya plus melakukan penilaian kemampuan bahasa Arab mereka. Kelima, peneliti melakukan analisis kemudian dikonstruk model baru yang mengambil sisi baik ditambah dengan perbaikan aspek-aspek yang dipandang belum ilmiah.

 

Populasi dan Sampel

 

Dilihat dari populasi dan sampel maka akan dihasilkan hal-hal berikut: Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh tempat pelatihan Tamyiz, dan seluruh peserta yang telah lulus dalam pelatihan. Sampel Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif maka pada dasarnya tidak ada sampling dalam penelitian ini. Khusus untuk menjaring data tentang hasil belajar kedua model pembelajaran peneliti akan mengambil sampel minimal 5 alumni Tamyiz. Itupun bisa ditambah jika situasi, biaya dan tenaga memungkinkan.

 

Tempat dan waktu Penelitian

 

Penelitian ini akan dilaksanakan di Tangerang Selatan dan Banten antara bulan Mei November 2015. Karena pengembang Mustaqilli Banten saat ini berdomisili di daerah Tangerang Selatan.

 

Setting (Latar) Penelitian

 

Latar penelitian ini terdiri dari rumah/tempat tinggal pengembang tamyiz yang berada di Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten. Pengembang tamyiz Banten tidak memiliki kantor khusus maka pelaksanaan wawancara dan diskusi dilaksanakan di rumah sekaligus pusat pengembangan tamyiz khusus daerah Banten.

 

Prosedur Pengolahan Data

Data penelitian ini diolah dengan menggunakan koding dan rekaman serta catatan. Observasi dan wawancara direkam baik dengan rekam video maupun dengan rekam audio yang kemudian diolah dengan cara menonton dan menyetelnya kembali kemudian diolah dicatat dan dipilah-pilah sebagai bagian dari pengolahan data yang berserakan. Untuk dokumen baik berupa power point maupun video pembelajaran baik iklan maupun non-iklan ditelaah dengan seksama sehingga dipilah-pilah dan dicatat berdasarkan permasalahan penelitian.

 

Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk memastikan apakah data itu abash atau tidak maka peneliti melakukan triangulasi.

Misal ketika guru dan peserta kursus mengakui di wawancara bahwa pembelajarannya aktif, maka yang dimaksud dengan aktif peneliti melihat langsung pembelajaran, aktif yang dimaksud seperti apa. Ketika guru mengaku bahwa pembelajaran memberhasilkan dan cepat maka peneliti juga melakukan wawancara dengan sejumlah peserta kursus dan atau alumni sehingga dapat ditemukan data yang betul-betul valid bahkan peneliti juga melakukan wawancara dengan tim model tamyiz untuk mengetahui perkembangan pembelajaran sehingga ditemukan apakah model sudah betul-betul mensukseskan atau belum

 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari berbagai data yang dikumpulkan oleh peneliti baik melalui studi dokumentasi meliputi: artikel, video pembelajaran, web, juga dilakukan dengan observasi langsung pembelajaran, wawancara baik dengan penemu model maupun pengembang serta guru dan peserta yang mengikuti kursus baik mustaqilli maupun tamyiz. Pendekatan pembelajaran yang dipergunakan dalam Tamyiz sebagai berikut; pertama, tujuan pembelajaran bahasa Arab ujungnya dan yang paling besar manfaatnya adalah untuk memantapkan iman dengan

memahami al Qur’an dan al Hadits serta sumbersumber agama Islam yang ditulisa dengan bahasa Arab. Kedua, arah pembelajaran tamyiz secara langsung tujuannya adalah agar bisa terjemah al Qur’an. ketiga, Terkait dengan kaidah nahwu, dalam Tamyiz ada kecenderungan reformasi istilah nahwu dan sharaf untuk khusus tujuan pembelajaran seperti contoh isim isyarah, mawshul, dhamir dll masuk ke dalam kategori huruf padahal ulama nahwu sepakat itu adalah jenis isim. Hal itu dilakukan semata untuk memudahkan pembelajaran bahasa Arab. Keempat, Tamyiz hanya fokus pada kemahiran membaca dan terjemah. Meski sedikit membelajarkan menulis tapi fokus utama tetap pada membaca atau kemahiran reseptip tulisan. Kelima, Tamyiz bertujuan untuk cepat mampu berbahasa Arab; dengan jargorn 100 jam mahir terjemah al Qur’an dan kitab kuning. Keenam, Tamyiz memandang bahwa pembelajaran bahasa Arab harus menyenangkan. Ketujuh, Tamyiz memandang pentingnya pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan metode siswa

aktif baik berbicara maupun membaca dan menulis tanpa adanya aktifitas siswa maka

pembelajaran akan sia-sia. Kedelapan, Tamyiz memandang bahwa model pembelajaran yang dikembangkan memiliki keunikan bisa dan cocok dipelajari oleh semua kalangan. Mulai dari anakanak hingga lansia. Dalam tamyiz ada jargon menciptakan syafii kecil.

Strategi yang dipergunakan mayoritas menggunakan strategi siswa aktif dimana siswa

harus aktif dalam pembelajaran. Baik aktif bicara, menulis dls bahkan menyanyikan lagu-lagu yang berkaitan dengan pembelajaran. Tamyiz kebingungan ketika ditanya strategi apa yang dikembangkan. Peneliti melihat bahwa Tamyiz telah memadukan antara ekspositori dan nonekspositori dalam pembelajaran bahasa Arab. Penggunaan terjemah hampir selalu menghiasi pembelajaran disamping menggunakan cara lain khususnya dalam menjelaskan makna bahasa Arab.

 

Model pembelajaran yang dikembangkan adalah gabungan antara model behaviorisme,

kognitivisme dan konstruktivisme. Model pembelajaran yang ditekankan sudah mengembangkan model postmetode meski peneliti melihat secara teori, kamampuan

memahami model pembelajaran sangat minim. Namun apapun itu yang dikembangkan oleh

Tamyiz sudah memberikan kontribusi yang banyak bagi kemanusiaan dan masyarakat.

Sementara metode yang dikembangkan lebih menggunakan sam’iyyah syafawiyyah,

metode langsung, permainan baik dengan nyanyian maupun dengan yang lainnya.

Sugestopedia, total pisical respon dan tatabahasa terjemah menjadi panduan indah dalam

pembelajaran bahasa Arab. Secara umum, Tamyiz lebih mengedepankan mudah dan cepatnya pembelajaran bahasa Arab dan bahkan dalam waktu yang sangat singkat siswa akan bisa dengan cepat mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Lebih dari itu bahkan Tamyiz memandang siapapun akan cepat belajar bahasa Arab dan bisa mengajarkannya bahkan anak yang usianya masih sangat belia sekalipun bisa mengajar yang lebih tua. Peserta yang bukan konsen dalam bahasa Arab pun akan bisa belajar bahasa Arab dan membelajarkannya seperti guru eksak, olahraga, seni dll. Bahkan ada yang aneh, model tamyiz ini jarang diminati dan dikembangkan oleh guru bahasa Arab dan alumni pendidikan bahasa Arab, bahasa dan sastra Arab serta Dirasat Islamiyyah. Hasil pembelajaran bahasa Arab dengan Tamyiz dipandang efektif dalam mencapai target

dan efisien dalam penggunaan waktu yang dibutuhkan. Meski demikian, sampai kini hasil

pembelajaran dengan menggunakan tamyiz belum banyak memberikan hasil signifikan,

bahkan ada yang memandang tamyiz berseberangan dengan nahwu dan sharaf yang

legal sehingga oleh beberapa kalangan dipandang sebagai “model lancang” yang mendobrak kaidah nahwu dan sharaf meski tujuannya tak lain hanya untuk memudahkan bahasa Arab. Belum ada hasil yang bisa dipertanggungjawabkan bahwa dengan menggunakan model ini bisa mengalahkan santri yang sudah puluhan tahun belajar bahasa Arab di pesantren.

Hal ini tentunya masih terus butuh penggalian yang mendalam. Perlu terus diteliti dan dikembangkan baik oleh pakar ‘legal’ maupun pakar ‘non-legal’ pendidikan bahasa

Arab. Meski demkian hasil Tamyiz bisa dikategorikan berhasil dan merupakan terobosan

baru dalam stagnannya perkembangan pembelajaran bahasa Arab. Tamyiz memiliki kelebihan dalam pengembangan pembelajaran bahasa Arab; lebih ke arah simplisasi pembelajaran bahasa Arab disesuaikan dengan situasi dan kondisi khas Indonesia, namun akan mendapatkan tantangan pula dari para pengembang pembelajaran bahasa Arab karena banyak istilah-istilah kajian bahasa Arab yang dirubah guna untuk memudahkan

pembelajaran disamping masih banyak salah ketik yang ada dalam modul pembelajaran

sehingga akan masih menuai kritikan dari banyak kalangan. Dalam pengembangan pembelajaran bahasa Arab aspek tamyiz yang menarik adalah pengajaran harf dan isim jamid didahulukan sebelum mempelajari yang lainnya seperti nahwu dan sharaf, karena dalam bahasa Arab dan bahasa apapun yang paling banyak dijumpai adalah harf dan jawamid.

 

Kelebihan lainnya adalah pada aspek publikasi, Tamyiz melakukan publikasi yang baik

dengan melakukan pelatihan-pelatihan ke berbagai lembaga disamping menggunakan daya

tarik dimana pengajar tamyiz adalah kyai yang usianya masih dibawah 12 tahun. Sehingga

Tamyiz sudah diliput oleh media-media nasional Indonesia. Tamyiz adalah karya anak bangsa meski pasti ada kekurangan namun akan banyak menginspirasi berbagai kalangan dalam mengembangkan pembelajaran bahasa Arab. Namun demikian Tamyiz memiliki

kelemahan misal nada lagu nyanyian yang ada harus update disesuaikan dengan perkembangan dan tentunya disesuaikan dengan usia peserta didik. Nada lagu ‘cicak rowo’ sesuai untuk peserta yang usia 30 tahun ke atas, sementara nada lagu ‘balonku ada lima’ cocok untuk usia anak-anak. Banyak istilah yang biasa dalam nahwu tidak lagi berlaku dalam tamyiz hal itu sebaiknya jangan menjauh dari hasil pemikiran para ulama seperti konsep isim dhamir makaetap dikategorikan isim meski pembelajarannya disesuaikan dengan gaya tamyiz. Model yang bisa dikembangkan sebagai pengembangan yang terinspirasi dari Tamyiz adalah sebagai berikut:

 

1. Pembelajaran bahasa Arab sebaiknya didahului dengan membelajarkan bagaimana mengetik arab agar menulis yang dimaksud sebagai kemahiran bahasa dikembangkan bukan hanya menulis khat manual namun juga menggunakan media teknologi. Kegunaannya adalah sebagai sarana untuk membelajarkan bahasa Arab menggunakan intenet dan android khususnya mencari makna kata tak harus membawa kamus yang berat cukup dengan menggunakan kamus digital dan atau google terjemah apalagi saat ini sudah ada google terjemah yang offline.

 

2. Kemudian mengajarkan seluruh kata atau harf jamidah termasuk di dalamnya isim jamid seperti isim dhamir, isim isyarah, isim mawshul dll. Karena dalam teks bahasa apapun yang paling banyak dipakai dan dipergunakan adalah huruf dan jamidah ini.

 

3. Menggunakan nyanyian sangat bagus dalam membelajarkan kosakata dan kaidah

 

4. Menggunakan cara siswa aktif dengan cara apapun yang penting siswa aktif berbicara, membaca, menulis adalah hal yang baik. Suasana kelas yang nyaman perlu menjadi

prioritas, karena hanya dengan nyaman pembelajaran akan memberhasilkan.

 

PENUTUP

Dari hasil penelitian yang dipaparkan di bab IV penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pendekatan, strategi, model, metode yang dikembangkan oleh Tamyiz berusaha mencari cara agar pembelajaran bahasa Arab bisa cepat dan memudahkan, pembelajaran

bahasa Arab harus dimulai dengan penguasaan nahwu dan sharaf, model, strategi dan metode pembelajaran Tamyiz menggunakan model, strategi dan metode pembelajaran aktif modern dimana keduanya mewajibkan siswa mengeluarkan suara dalam proses pembelajaran berupa tepuk dan menyanyikan lagu mengenai materi yang diajarkan. Tamyiz khusus focus pada kemahiran membaca dan menulis dengan target 100 jam bisa menterjemah al Qur’an dan diperuntukan bagi siswa yang sudah bisa membaca al Qur’an.

2. Hasil Pembelajaran Bahasa Arab Keduanya sama-sama memberhasilkan dengan segmen siswa dan lebih ke arah kemahiran reseftif bahasa Arab. Tamyiz juga cocok untuk siswa MI/SD bahkan ada beberapa kota yang sudah mewajibkan tamyiz sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah. Kelebihan Tamyiz lebih ke arah simplisasi pembelajaran bahasa Arab disesuaikan dengan situasi dan kondisi khas Indonesia, namun akan mendapatkan tantangan pula dari para pengembang pembelajaran bahasa Arab karena banyak istilah-istilah kajian bahasa Arab yang dirubah guna untuk memudahkan pembelajaran disamping masih banyak salah ketik yang ada dalam modul pembelajaran sehingga akan masih menuai kritikan dari banyak kalangan. Dalam pengembangan pembelajaran bahasa Arab aspek tamyiz yang menarik adalah pengajaran harf dan isim jamid didahulukan sebelum mempelajari yang lainnya seperti nahwu dan sharaf, karena dalam bahasa Arab dan bahasa apapun yang

paling banyak dijumpai adalah harf dan jawamid. Kelebihan lainnya adalah pada aspek publikasi, Tamyiz melakukan publikasi yang baik dengan melakukan pelatihan-pelatihan ke berbagai lembaga disamping menggunakan daya tarik dimana pengajar tamyiz adalah kyai yang usianya masih dibawah 12 tahun. Oleh karenanya, Tamyiz sudah diliput oleh mediamedia nasional Indonesia sebagai karya anak) 27 bangsa meski pasti ada kekurangan namun akan banyak menginspirasi kita dalam mengembangkan pembelajaran bahasa Arab.

DAFTAR PUSTAKA

Abaza, Metode Tamyiz; Pintar Terjemah al Qur’an 30 Juz dan Kitab Kuning 100 Jam, Indramayu: Tamyiz, 2010.

Abdul Wahab, Muhbib, Pembelajaran Bahasa Arab di Era Posmetode, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, Vol. 2., No. 1, Juni 2015. Online: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/arabiyat

Abuddin Nata, Model Pembelajaran yang Dibutuhkan untuk Menuju Indonesia Emas Tahun 20145, Proceeding Seminar Nasional “Professional Learning untuk Indonesia Emas, Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan (FITK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prenada, 2015.

Alatas, Fathiah dkk, Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Konsep Gaya, Proceeding Seminar Nasional “Professional Learning untuk Indonesia Emas, Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan (FITK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prenada, 2015.

Almasdi Syahza, Model-Model Pembelajaran, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Riau, disampaikan pada PLPG 2008 Rayon V.

Hamruni, Strategi Pembelajaran, Insan Madani.

Indrawati, Perencanaan Pembelajaran Fisika: ModelModel Pembelajaran Implementasi dalam Pembelajaran Fisika, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Juli 2011.

Kadir, Pengembangan Model Pembelajaran “KADIR” untuk Meningkatkan Kemampuan

Berfikir Matematis (Higher Order Thinking), Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Guru dalam Membangun Peradaban Bangsa, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Nata, Abuddin, Model Pembelajaran yang Dibutuhkan untuk Menuju Indonesia Emas

Tahun 20145, Proceeding Seminar Nasional “Professional Learning untuk Indonesia Emas, Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prenada, 2015.

Nurfajaruddin dan Dindin Sobiruddin, Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe RTE

Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa (Studi Eksperimen di SM PGRI 371 Pondok Aren Kelas III), Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Guru dalam Membangun Peradaban Bangsa, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Rosmaini (Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan), Model-model Pembelajaran Inovatif,

Syahza, Almasdi, Model-Model Pembelajaran, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Riau, disampaikan pada PLPG 2008 Rayon V.

Tim penulis, Model Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24 Universitas Negeri Makasar.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *