Ulumul Qur’an dan Sejarahnya

727 Lihat

MAKALAH

ULUMUL QUR’AN DAN SEJARAHNYA

Dosen Pengampu : Satrio M.A

 

 

 

 

 

Disusun Oleh :

MUHAMMAD WIBHI KURNIA

211773

 

 

 

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SULTAN ABDURRAHMAN

KEPULAUAN RIAU

2021/2022

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

Segala puji hanya layak kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Tuhan seluruh alam atas segala berkat, rahmat, taufik,serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Ulumul Qur’an dan Sejarahnya”.

Penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak atas penyusunan makalah ini, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pengampu Mata Kuliah Ulumul Quran, Bapak Satrio, MA.yang telah memberikan dukungan, dan kepercayaan yang begitu besar Semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi kedepannya. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan namun tak ada gading yang tak retak, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.Amin.

 

 

 

Sei Ungar, 24 September 2021

Penyusun

 

 

Muhammad Wibhi Kurnia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….  i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………  ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….  iii

 

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………  1

  1. LATAR BELAKANG…………………………………………………………. 1
  2. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………….. 1

 

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….  2

  1. Pengertian Ulumul Qur’an Dan Sejarahnya………………………. 2
  2. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulumul Qur’an . 4
  3. Penulisan Kitab-Kitab Ulumul Qur’an………………………………… 6
  4. Metode Ulumul Qur’an……………………………………………………… 8
  5. Tujuan Ulumul Qur’an………………………………………………………. 10

 

BAB III PENUTUP………………………………………………………………… 12

A.Kesimpulan……………………………………………………………………….. 12

 

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..  13

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



BAB I

PENDAHULUAN

 

 

  1. Latar Belakang

 

Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam. Al- Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang menjadi masalah dan pangkal perbedaan adalah kapasitas manusia yang sangat terbatas dalam memahami al- Qur’an. Karena pada kenyataannya tidak semua yang pandai bahasa Arab, sekalipun orang Arab sendiri,mampu memahami dan menangkap pesan Ilahi yang terkandung di dalam al-Qur’an secara sempurna. Terlebih orang ajam (non-Arab). Bahkan sebagian para sahabat nabi, dan tabi’in yang tergolong lebih dekat kepada masa nabi, masih ada yang keliru menangkap pesan al-Qur’an.

Kesulitan-kesulitan itu menyadarkan para sahabat dan ulama generasi berikutnya akan kelangsungan dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa perlu membuat rambu-rambu dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran Islam semakin meluas, dan kebutuhan pada pemahaman al-Qur’an menjadi sangat mendesak. Hasil jerih payah para ulama itu menghasilkan cabang ilmu al-Qur’an yang sangat banyak. Adanya permasalahan tersebut menjadi urgensi dari ilmuilmu al-Qur’an sebagai sarana menggali pesan Tuhan, serta untuk mendapat pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an.

 

  1. Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang menjadi bahan kajian dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Apa pengertian Ulumul Qur’an dan cakupan bahasanya?
  2. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an?
  3. Penulisan kitab-kitab Ulumul Qur’an?
  4. Metode Ulumul Qur’an?
  5. Tujuan Ulumul Qur’an?

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Pengertian Ulumul Qur’an dan Cakupan Bahasanya

 

Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata penyusun, yaitu ‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilm. ‘Ulum berarti al-fahmu wa al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan). Sedangkan, ‘Ilm yang berarti al-fahmu wa al-idrak (paham dan menguasai). Sebelum melangkah ke pengertian Ulumul Qur’an, perlu terlebih dahulu mengetahui apa hakikat dari al-Qur’an itu sendiri. Kata al-Qur’an berasal dari bahasa Arab merupakan akar kata dari qara’a (membaca). Pendapat lain bahwa lafal al-Quran yang berasal dari akar kata qara’a juga memiliki arti al-jam’u (mengumpulkan dan menghimpun). Jadi lafal qur’an dan qira’ah memiliki arti menghimpun dan mengumpulkan sebagian huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.

Pengertian al-Qur’an menurut Quraish Shihab secara harfiah berarti bacaan sempurna, al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Makna al-Qur’an sebagai bacaan sesuai dengan firman Allah SWT,dalam Al-Qur’an surah Al-Qiyamah/75:17-18.

 

Artinya “Sesungguhnya Kami yang akan membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu”Dalam ayat tersebut bacaan merujuk kepada al-Qur’an.

Adapun secara terminologi, al-Qur’an didefinisikan menurut para ulama sebagai berikut:

  1. Muhammad ‘Abd al-Azim al-Zarqani

Al-Qur’an adalah firman Allah Swt, yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang tertulis dalam mushaf,diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan ibadah bagi yang membacanya.

  1. Imam Jalal al-Din al-Suyuthi

Mengemukakan definisi al-Qur’an ialah firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mukjizat, walaupun hanya dengan satu surah daripadanya.

  1. Mardan

Mendefinisikan al-Qur’an yang lebih luas, ia mendefinisikan Al-Qur’an yaitu firman Allah swt. yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril as., yang tertulis dalam mushaf isampaikan secara mutawatir yang dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya, yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah al-Nas.

  1. Muhammad ‘Abd al-Rahim

Mengemukakan bahwa al-Qur’an adalah kitab samawi yang diwahyukan Allah Swt. kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. penutup para nabi dan rasul melalui perantaraan Jibril yang disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawatir (tidak iragukan), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya.

Berdasarkan definisi tersebut diperoleh unsur-unsur penting yang tercakup definisi al-Qur’an yaitu:

 

  1. Firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw;
  2. Diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril as;
  3. Berbahasa Arab;
  4. Diterima secara mutawatir;
  5. Ditulis dalam sebuah mushaf;
  6. Membacanya bernilai ibadah;
  7. Sebagai bentuk peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum yang digunakan umat manusia untuk sebagai pedoman untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
  8. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber utama dan pertama

 

Cakupan Bahasan Ulumul Qur’an

Ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an pada dasarnya luas dan sangat banyak karena segala aspek yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik berupa ilmu agama seperti tafsir, ijaz, dan qira’ah, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu balaghah dan ilmu irab al-Qur’an adalah bagian dari Ulumul Qur’an. Di samping itu, banyak lagi ilmu-ilmu yang terangkum di dalamnya. As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan misalnya, menguraikan sebanyak 80 cabang Ulumul Qur’an. Dari tiap tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Bahkan menurut Abu Bakar Ibn al-Arabi sebagaimana dikutib as-Suyuthi, Ulumul Qur’an itu terdiri dari 77.450 cabang ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur’an, dimana tiap kata dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna dzahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Namun, menurut Hasbi ash-Shidiqie (1904-1975M), berbagai macam pembahasan Ulumul Qur’an tersebut pada dasarnya dapat dikembalikan kepada beberapa pokok bahasan saja, antara lain:

 

  • Nuzul. Aspek ini membahas tentang tempat dan waktu turunnya ayat atau
  1. surah al-Qur’an. Misalnya: makkiyah, madaniyah, safariyah, hadhariah, nahariyah, syita’iyah, lailiyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbab an-nuzul dan sebagainya.
  2. Sanad. Aspek ini meliputi hal-hal yang membahas sanad yang mutawatir,syadz, ahad, bentuk-bentuk qira’at (bacaan) Nabi, para penghapal dan periwayat al-Qur’an, serta cara tahammul (penerimaan riwayat).
  3. Ada’ al-Qira’ah. Aspek ini menyangkut tata cara membaca al-Qur’an seperti waqaf, ibtida’, madd, imalah, hamzah, takhfif, dan idgham.
  4. Aspek pembahasan yang berhubungan dengan lafazh al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu’rab, musytarak, majaz, muradif, isti’arah, dan tasybih.
  5. Aspek pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum,misalnya ayat yang bermakna ‘amm dan tetap dalam keumumannya, ‘amm yang dimaksudkan khusus, ‘amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir, mujmal, mufashshal, mafhum, manthuq, muthlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, mu’akhar, muqaddam, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
  6. Aspek Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan lafazh, yaitu fashl, washl, ithnab, ijaz, musawah, dan gashr. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar pokok bahasan Ulumul Qur’an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu: Pertama, ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira’at), tempat dan waktu turun ayat-ayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan sebab-sebab turunnya al-Qur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, misalnya pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum

 

  1. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai macam cabang. Ulumul Qur’an menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan untuk membenahi al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim perlu untuk mempelajari sejarah ulumul Qur’an dimana az-Zarqani mengklasifikasikan sejarah Ulumul Qur’an menjadi tiga tahap perjalanan.

 

  1. Penulisan Kitab-Kitab Ulumul Qur’an
  2. Sebelum Masa Kodifikasi

Pada masa Rasulullah Saw. dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat yang merupakan orang-orang Arab asli pada masa itu dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul. Apabila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, maka mereka menanyakannya langsung kepada Rasul Saw. Adapun sebab-sebab mengapa Ulumul Qur’an belum dikodifikasikan pada masa Nabi dan Sahabat, yaitu antara lain:

  1. Pada umumnya para sahabat adalah ummi (tidak dapat menulis dan membaca), bahkan kurang mengenal adanya bacaan dan tulisan. Terbatasnya alat-alat tulis di kalangan mereka kala itu sehingga mereka menuangkannya pada pelepah kurma, tulang belulang, kulit binatang, dan lain sebagainya. Karena itu tidak mudah bagi mereka untuk membukukan atau mengkodifikasi apa yang mereka dengar dari Rasulullah Saw.
  2. Mereka dilarang menulis sesuatu hal selain daripada al-Qur’an karena dikhawatirkan tulisan tersebut akan tercampur aduk dengannya. Sebagaimana ditegaskan Nabi Saw.: Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasul Saw. bersabda: “Janganlah kalian menulis (apa pun) dariku. Dan barangsiapa menulis selain al-Qur’an, maka sebaiknya ia menghapusnya.” (HR. Muslim)
  3. Sahabat adalah orang Arab asli sehingga mereka dapat menikmati al-Qur’an secara langsung dengan ketulusan jiwa, mereka juga dapat menerima, menyerap dan menyampaikan al-Qur’an dengan cepat. Karena beberapa sebab itulah, Ulumul Qur’an pada masa ini tidak ditulis. Kondisi seperti ini berlangsung selama dua masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq dan khalifah Umar bin Khattab. Meskipun demikian, generasi sahabat tetap merupakan generasi Islam pertama yang memiliki andil cukup signifikan dalam proses penyebaran ajaran Islam, termasuk di dalamnya Ulumul Qur’an, baik secara talaqqi maupun syafawi, bukan secara tadwini dan kitabah (kodifikasi).

 

  1. Permulaan Masa Kodifikasi

Wilayah Islam pada era khalifah Utsman bin Affan semakin bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara masyarakat Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab (‘ajam). Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sebagian dari sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab, bahkan lebih dikhawatirkan akan merusak qira’ah al-Qur’an yang menjadi standar bacaan masyarakat arab pada saat itu. Sebagai solusi maka disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-Qur’an yang kemudian dikenal dengan mushaf imam.

Proses penyalinan al-Qur’an ini dilakukan dengan model tulisan ar-rasm al-utsmani. Model penulisan al-Qur’an yang kemudian dikenal sebagai ilmu ar-rasm al-Utsmani (ilmu rasm al-Qur’an) yang disinyalir oleh sebagian ulama sebagai dasar atau tonggak awal munculnya Ulumul Qur’an. Lalu pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, lahn (kerancuan) dalam bahasa dan berbahasa Arab semakin parah. Untuk membentengi bahasa Arab -dan tentunya al-Qur’an- dari berbagai kesalahan bacaan, maka khalifah Ali memerintahkan Abu al-Aswad ad-Du’ali untuk membuat kaidah (gramatikal) bahasa Arab. Karena peristiwa ini, sebagian ahli kemudian menyebut Ali sebagai pencetus ilmu Nahwu (gramatikal) atau ilmu I’rab al-Qur’an. Dari uraian di atas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa, perhatian para pembesar sahabat dan tabi’in waktu itu adalah menyebarkan Ulumul Qur’an secara riwayat dan talqin (dari lisan ke lisan), bukan dengan tulisan atau tadwin (kodifikasi). Kendati demikian, apa yang mereka lakukan dapat dikatakan sebagai permulaan proses penulisan atau kodifikasi Ulumul Qur’an. Para sahabat yang mempunyai andil besar dalam proses periwayatan Ulumul Qur’an secara lisan ke lisan adalah empat khalifah rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Zaid bin Tsabit, dan Abdullah bin Zubair. Sedangkan dari kalangan tabi’in adalah Mujahid, ‘Atha’ ‘Ikrimah, Qatadah, Sa’id bin Jubair, al-Hasan al-Bashri, dan Zaid bin Aslam. Mereka semua adalah para tokoh peletak batu pertama ilmu tafsir, ilmu asbabun nuzul, Ilmu nasikh mansukh, ilmu gharib al-Qur’an, dan sebagainya yang notabene adalah bagian dari disiplin ilmu Ulumul Qur’an.

 

  1. Masa Kodifikasi

Kemudian datanglah masa kodifikasi. Di era ini, berbagai kitab tentang Ulumul Qur’an pun ditulis dan dikodifikasikan. Namun, poin yang menjadi prioritas utama para ulama dimasa itu adalah ilmu tafsir, karena ilmu ini dianggap memiliki fungsi yang sangat vital dalam proses pemahaman dan penjelasan isi al-Qur’an. Adapun para penulis pertama dalam bidang tafsir adalah Syu’bah bin al Hajjaj (160 H), Wali bin al-Jarrah (197 H) dan Sufyan bin Uyainah (198 H). Tafsir mereka berisi tentang pandangan dan pendapat para sahabat dan tabi’in. Hal ini menunjukkan betapa besarnya perhatian dan semngat para ulama untuk memahami dan menggali makna-makna yang terkandung dalam al-Qur’an.14 Kemudian pada abad ke-3 Hijriyah muncul tokoh tafsir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya. Ia adalah Ibnu Jarir at-Thabari (310 H) dengan kitabnya, Jami’ al-Bayan fi Tafsir Ayi al-Qur’an. Kemudian proses penulisan tafsir ini terus berlangsung hingga saat sekarang dengan model dan karakter yang berbeda-beda antara satu masa dengan masa yang lainnya. Adapun terkait dengan cabang Ulumul Qur’an, ada beberapa ulama yang tercatat sebagai pioner dalam proses kodifikasi, antara lain:

  1. Abad ke-2 Hijriyah antara lain:
    1. Hasan al-Basri (w.110 H) mengarang kitab yang berkaitan dengan Qira’at.
    2. Atha’ bin Abi Rabah (w.114 H) menyusun kitab Gharib al-Qur’an.
    3. Qatadah bin Di’amah as-Sadusi (w.117 H) berkaitan dengan Nasikh Mansukh.
  2. Abad ke-3 Hijriyah, antara lain:
  3. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (w.224 H) yang berkaitan dengan nasikh mansukh.
  4. Ali bin al-Madini (w.234 H) menulis kitab tentang Asbab an-Nuzul.
  5. Ibnu Qutaibah (w. 276 H) menulis Ta’wil Musykil al-Qur’an dan Tafsir Gharib al-Qur’an.
  6. Abad ke-4 Hijriyah antara lain:
    1. Abu Ishaq az-Zajjaj (w. 311 H) menulis tentang I’rab al-Qur’an.
  • Ibnu Darastuwiyah (w.330 H) menulis tentang I’jaz al-Qur’an.
  1. Abu Bakar as-Sajistani (w.330 H) menulis Tafsir Gharib al-Qur’an.
  2. Abu Bakar al-Bagillani (w.303 H) menulis tentang I’jaz al-Qur’an.
  1. Abad ke-5 Hijriyah antara lain:
  2. Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (w.430 H) menulis tentang I’rab al-Qur’an.
  3. Al-Mawardi (w.450 H) menulis Amtsal al-Qur’an.
  4. Abu al-Hasan al-Wahidi (w.767 H) menulis Asbab an-Nuzul.
  5. Ibnu Naqiyah (w.485 H) menulis kitab al-Juman fi Tasybihat al-Qur’an.
  6. Abad ke-6 Hijriyah antara lain:
  7. Al-Karmani (w. sesudah tahun 500 H) menyusun kitab al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an.
  8. Ar-Raghib al-Ashfahani (w.502 H) menyusun kitab al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an.
  9. Ibnu al-Badzisyi (w.540 H) menyusun kitab al-Iqna’ fi Qira’at as-Sab’i.
  10. As-Suhaili (w.581 H) menyusun kitab Mubhamit al-Qur’an.
  11. Abad ke-7 Hijriyah antara lain:
  12. Alam ad-Din as-Sakhawi, menyusun kitab tentang qira’ah.
  13. Al-‘Iz bin Abdussalam (w.660 H) menulis Majaz Al-Qur’an.
  14. Ibnu Abi al-Ashba (w.654 H) menyusun kitab Bada’i al-Qur’an.
  15. Muhammad bin Abu Bakar ar-Razi (w.660 H) menyusun As’ilat al-Qur’an wa Ajwibatuha.
  16. Abad ke-8 Hijriyah antara lain:
  17. Ibnu al-Qayyim (w.751 H) menyusun kitab At-Tibyan ft Aqsam al-Qur’an.
  18. Al-Kharraz (w.711 H) menyusun kitab Maurid al-Zham’an fiRasm Akruf al-Qur’an.
  19. At-Thufi (w.706 H) menyusun kitab al-Iksir ft Ilm at-Tafsir.
  20. Abu Hayyan an-Nahawi (w.745 H) menyusun kitab Lughat al-Qur’an.
  21. Ibnu Katsir (w.774 H), menyusun kitab Fadha’il al-Qur’an.
  22. Badruddin az-Zarkasyi (w.794 H) menulis kitab al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, terdiri dari 4 jilid dan dikaji ulang oleh Muhammad Abu al-Fadhl 10 Badruddin termasuk penulis terbaik dalam Ulumul Qur’an, terindah tata bahasanya dan sistematis penulisannya.
  23. Abad ke-9 Hijriyah antara lain:
  24. Ibnu Hajar (w. 852 H) menulis tentang Asbab an-Nuzul.
  25. Al-Kaffaji (w.879 H) menulis kitab at-Tafsir fi Qawa’id Ilm at-Tafsir.
  26. As-Suyuthi (w.911 H) menulis kitab Mufhimat al-Aqran fi Mubhamat alQur’an, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, at-Tahbir fi ‘ulum at-Tafsir. Dalam kitab ini terdapat 102 macam ilmu-ilmu al-Qur’an. Lalu as-Suyuthi menulis lagi sebuah kitab yang berjudul al-Itgan fi ‘Ulum al-Qur’an yang menyebutkan 80 jenis ilmu-ilmu al-Qur’an secara ringkas dan padat.
  27. Abad ke-10 Hijriyah antara lain:
  28. Al-Qasthalani (w.923 H) menulis kitab Lathaif al-Isyarat ft Ilm al-Qira’at.
  29. Abu Yahya Zakariya al-Anshari (w.926 H) menulis kitab Fath ar-Rahmin bi Kasyfi ma Yaltabisu fi al-Qur’an.
  30. Ibnu as-Syahnah (w.921 H) menulis tentang Gharib al-Quran
  31. Abad ke-11 Hijriyah antara lain:
  32. Al-Banna’ (w.1117 H) menyusun Ittihaf Fudhala’i al-Basyar fi Qira’at alArba’-‘Asyar.
  33. As-Syaikh Mar’i al-Karami (w.1033 H) menyusun kitab Qala’id al-Marjan fi an-Nasikh wa al-Mansikh min al-Qur’an.
  34. Ahmad bin Muhammad al-Maqqari (w.1041 H) menyusun kitab I’rab alQur’an.
  35. Abad ke-12, Hijriyah antara lain:
  36. Abd al-Ghina an-Nablisi (w.1143 H) menulis kitab Kifayat al-Mustafid fi ‘Ilm at-Tajwid.
  37. Al-Jamzuri (w.1197 H) menulis kitab Tuhfat al-Athfal wa al-Ghilman fi Tajwid al-Qur’an.
  38. Muhammad bin ‘Abdul Wahhab (w.1206 H) menulis kitab Fadha’i alQur’an.
  39. Abad ke-13 Hijriyah antara lain:
  40. Ad-Dimyathi (w.1287 H) menulis kitab Risalat fi Mabidi’i at-Tafsir
  41. Al-Harrani (hidup sekitar 1286 H) menulis kitab al-Jauhar al-Farid fi Rasm al-Qur’an al-Majid.
  42. Hamid al-‘Amiri (w.1295 H) menulis kitab an-Nasikh wa alMansukh.
  43. Abad ke-14 Hijriyah antara lain:
  44. Musthafa Shadiq ar-Rafi’i (w 1356 H) menulis kitab I’jaz al-Qur’an wa alBalaghat al-Nabawiyyah. ) Muhammad Abdullah Darraz (w.1377 H) menulis kitab An Naba’ alAzhim.
  45. Sayyid Guthub (w 1387 H) menulis kitab at-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an dan Masyahid al-Qiyamah fi al-Qur’an.
  46. Muhammad Husain adz-Dzahabi (w.1397 H) menulis kitab at-Tafsir wa al-Mufassirun.

Itulah para ulama dan karya-karya yang terkait dengan pembahasan Ulumul Qur’an di masa lampau, yang relatif cukup banyak jumlahnya. Dengan beredarnya karya-karya tersebut, maka berbagai karya terkait dengan disiplin ilmu Ulumul Qur’an pun semakin banyak ditemukan. Selanjutnya, cabang-cabang UlumulQur’an terus mengalami perkembangan pesat yang dibuktikan dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu memberikan sumbangsih hasil karyanya untuk melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu-ilmu dari Ulumul Qur’an tersebut

 

  1. Metode Ulumul Qur’an
  2. Pendekatan Linguistik.

Penggunaan pendekatan linguistik atau kebahasaan memiliki alasan yang kuat, mengingat al-Qur’an merupakan pesan-pesan Allah yang dikemas dalam media bahasa. Cara paling mendasar untuk memecahkan pesan-pesan tersebut adalah encocokkannya dengan pengetahuan kebahasaan yang secara konvensional telah berlaku dalam kehidupan bangsa Arab. Tanpa bahasa Arab, tak ada yang dapat dipahami dari al-Qur’an.1 Menggunakan pengetahuan kebahasaan untuk menafsirkan al-Qur’an bukan berarti selalu memaknai setiap kata dan kalimat-kalimatnya secara harfiah (literal). Orang Arab mengenal mantuq (makna tersurat) dan mafhum (makna tersirat), sehingga pemahaman tidak harus didapat dari kata-kata yang tertulis. Seperti dalam bahasa lain, sebagian lafaz dalam bahasa Arab kadang juga memiliki makna haqiqi (literal) dan sekaligus majazi (metafor). Dalam konteks makna haqiqi, sebuah lafaz ada kemungkinan memiliki makna syar’i (legal), ‘urf (konvensional) dan atau lughawi (etimologis) sekaligus. Secara literal, kata tangan bermakna salah satu anggota badan, tapi secara metafor, tangan juga bisa bermakna kekuasaan (qudrah).

  1. Pendekatan Berbasis Logika

Ketika suatu lafaz memiliki banyak alternatif makna, mana yang akan dipilih untuk diterapkan dalam memahami suatu ayat? Agar dapat menjawabnya, seorang mufasir harus mengaktifkan seluruh daya pikirnya (ijtihad). Apa yang dilakukan oleh kelompok Mu’tazilah, yang gemar mengalihkan makna literal ayat menuju makna metafornya, atau yang biasa disebut dengan istilah ta’wil, tidak lain hanyalah usaha untuk menjatuhkan pilihan makna yang dianggap paling tepat di antara alternatif makna yang tersedia dalam khazanah bahasa Arab berdasarkan suatu indikator (qarinah). Misalnya makna harfiah alQur’an yang dalam kacamata suatu mazhab teologis berimplikasi pada penyematan sifat makhluq kepada Allah SWT (antropomisme/tasybih). Barangkali inilah salah satu bentuk pendekatan tafsir berbasis logika yang dipraktekkan dalam tradisi tafsir. Di sini kita dapat menyaksikan pertalian antara pendekatan bahasa dengan logika. Tidak heran jika secara tradisional, penafsiran kebahasaan, seperti Tafsir Jalalain, tercakup pula dalam kategori tafsir bi al- ra’yi. 1 Pendekatan logika kadang juga sering dihubungkan dengan kecenderungan untuk menghubungkan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan atau menjelaskan hal-hal gaib yang tidak bisa dinalar dengan cara tertentu, sehingga tidak bertentangan dengan sains modern. Muhammad Abduh misalnya, memaknai batu-batu dari sijjil yang dibawa oleh burung-burung Ababil sebagai mikrobia atau virus pembawa penyakit.

  1. Pendekatan Berbasis Tasawuf

Seorang mufasir yang mendekati al-Qur’an secara mistis melihat ayat-ayat al-Qur’an sebagai simbol atau isyarat, merujuk pada perkara yang melampaui makna kebahasaannya. Dengan kata lain, menurut para pengguna pendekatan ini, al-Qur’an memiliki dua tingkat makna, yakni makna lahir dan makna batin.3 Makna lahir al-Qur’an adalah makna kebahasaan yang dibahas oleh para mufasir pada umumnya, sedangkan makna batin adalah pesan tersembunyi di balik kata-kata. Makna ini hanya bisa ditangkap melalui penyingkapan (kashf) yang dialami oleh mereka yang Melakukan latihan mental sampai tingkat tertentu hingga Allah memberinya Pengetahuan yang bersifat intuitif.

  1. Pendekatan Berbasis Tradisi (Riwayah)

Riwayat, khususnya hadis Nabi saw, memiliki peranan penting dalam tafsir tradisional. Riwayat dari Rasulullah saw berperan dalam menjelaskan makna al-Qur’an yang global, mengkhususkan hal yang umum, membatasi hal yang mutlak. Riwayat juga menjadi sumber informasi tentang kondisi spesifik yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an (sabab al-nuzul) yang penting dalam memahami lingkup masalah yang dicakup oleh suatu ayat.1 Pengetahuan tentang ayat-ayat yang mansukh tak lepas pula dari peranan riwayat dalam penafsiran al-Qur’an.

  1. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan ini didasarkan pada pandangan bahwa, lafaz-lafaz al-Qur’an diturunkan untuk menjawab persoalan-persoalan spesifik yang dihadapi oleh Nabi saw dan para sahabat di lingkungan mereka dan pada waktu hidup mereka. Terdapat jarak waktu yang sangat jauh antara masa itu dengan hari ini. Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia sudah jauh berbeda, realitas kehidupan manusia pun sudah tidak lagi sama. Oleh karenanya, aturan-aturan hukum yang secara literal ada di dalam al-Qur’an dianggap terikat dalam konteks tertentu, tidak bisa diaplikasikan lepas dari konteksnya. Padahal sebagai wahyu terakhir, al-Qur’an harus senantiasa salih likulli zaman wa makan. Untuk itu, pendekatan ini memandang bahwa petunjuk al-Qur’an tidak cukup hanya dicari di dalam teks. Harus ada usaha untuk memahami konteks sejarah saat mana al-Qur’an itu diturunkan, baik keadaan sosial, politik, ekonomi,Uraian di atas memperlihatkan bahwa pendekatan kontekstual mengasumsikan adanya nilai-nilai kebajikan yang secara independen eksis dengan sendirinya, tidak semata ditentukan oleh keputusan hukum secara arbitrer, justru hukum Islam bertumpu di atas nilai-nilai yang sudah ada itu.

  1. Tafsir Tahlili

Kata tahlili berasal dari bahasa Arab halalla-yuhalillu-tahlilan yang berarti mengurai atau menganalisa. Dengan metode ini, seorang mufasir akan mengungkap makna setiap kata dan susunan kata secara rinci dalam setiap ayat yang dilaluinya dalam rangka memahami ayat tersebut dalam secara koheren dengan rangkaian ayat di sekitarnya tanpa beralih pada ayat-ayat lain yang berkaitan dengannya kecuali sebatas untuk memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap ayat tersebut. Dalam metode ini, penafsir akan memaparkan penjelasan menggunakan pendekatan dan Kecenderungan yang sesuai dengan pendapat yang dia adopsi.4 Pendekatan yang digunakan bisa pendekatan bahasa, rasio, riwayat maupun isyarat.

Tafsir Ijmali Mufasir menyebutkan rangkaian ayat al-Qur’an yang panjang, atau sekelompok ayat al-Qur’an yang pendek, kemudian menyebutkan maknanya secara umum tanpa panjang lebar maupun terlalu singkat. Dalam hal ini, dia berusaha untuk mengaitkan antara teks al-Qur’an dengan makna, yaitu mengutarakan makna tersebut dengan sesekali menyebutkan teks al-Qur’an yang berkaitan dengan makna-makna itu secara jelas.

  1. Tafsir Muqarin

Tafsir Muqarin adalah upaya yang dilakukan oleh mufasir dalam memahami satu ayat atau lebih kemudian membandingkan dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan tema tapi redaksinya berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi tapi maknanya berbeda, atau membandingkannya dengan teks hadis Nabi, perkataan sahabat, dan tabi’in. Termasuk dalam wilayah tafsir Muqarin adalah mengkaji pendapat para ulama tafsir kemudian membandingkannya, atau bisa berupa membandingkan antara satu kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya agar diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut. Tafsir Muqarin juga bisa berupa perbandingan teks lintas kitab samawi (seperti Al Qur’an dengan Injil/Bibel, Taurat atau Zabur).

Tafsir Mawdhu’i Salah satu model penelitian al-Qur’an adalah model penelitian tematik, bahkan kajian tematik ini menjadi tren dalam perkembangan tafsir era modern-kontemporer. Sebagai konsekuensinya, seorang peneliti akan mengambil tema (mawdhu’) tertentu dalam al-Qur’an. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa dalam al-Qur’an terdapat berbagai tema atau topik, baik terkait persoalan teologi, gender, fiqih, etika, sosial, pendidikan, politik, filsafat, seni, budaya dan lain sebagainya. Namun, tema-tema ini tersebar di berbagai ayat dan surat.

 

Kesimpulan dari  Metode Ulumul Qur’an

Pendekatan tafsir merupakan cara yang ditempuh oleh mufasir dalam mengungkap makna-makna al-Qur’an, yang oleh Abdullah Saeed dibagi ke dalam lima bentuk, yaitu: pendekatan berbasis linguistik, pendekatan berbasis nalar-logika, pendekatan berbasis riwayat, pendekatan berbasis tasawuf, serta pendekatan kontekstual. Metode penafsiran al-Qur’an merupakan cara yang digunakan penafsir untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, antara lain ijmali, tahlili, muqarin dan maudhu’i. Di samping itu, juga ada ragam corak kecenderungan dalam penafsiran alQur’an, seperti corak lughawi, sufi, fikih, filsafat, sosial dan lain-lain. Menurut Abdullah Saeed, secara alamiah, banyak hal yang tumpang tindih dalam pemetaan di atas, yang kemudian memunculkan pertanyaan mana yang lebih dominan dalam satu karya tafsir al-Qur’an. Menurutnya, pemetaan ini disuguhkan hanya untuk kepentingan analisis saja.

Tujuan Ulumul Qur’an

 

  • Menambah khazanah ilmu pengetahuan yang penting yang berkaitan dengan al-Quran al-Karim.
  • Membantu umat Islam dalam memahami al-Qur’an dan menarik (istinbath) hukum dan adab dari al-Qur’an, serta mampu menafsirkan ayat-ayatnya.
  • Mengetahui sejarah kitab al-Qur’an dari aspek nuzul (turunnya), periodenya, tempat-tempatnya, cara pewahyuannya, waktu dan kejadiankejadian yang melatar-belakangi turunnya al-Qur’an.
  • Menciptakan kemampuan dan bakat untuk menggali pelajaran, hikmah dan hukum dari al-Qur’an al-Karim
  • Sebagai senjata dan tameng untuk menangkis tuduhan dan keraguan pihak lawan yang menyesatkan tentang isi dan kandungan dari al-Qur’an.

 

Ulumul Qur’an sangat erat kaitannya dengan ilmu tafsir. Seseorang tidak akan mungkin dapat menafsirkan al-Qur’an dengan benar dan benar tanpa mempelajari Ulumul Qur’an. Sama halnya dengan posisi dan urgensi ilmu nahwu bagi orang yang mempelajari bahasa Arab agar terhindar dari kesalahan berbahasa baik lisan maupun dalam konteks tulisan. Sebagaimana pentingnya ushul fiqhi dan gawa’id fiqhiyah bagi ilmu fiqhi, dan ilmu mushthalah hadis sebagai alat untuk mengkaji hadis Nabi Saw. Tujuan utama Ulumul Qur’an adalah untuk mengetahui arti-arti dari untaian kalimat al-Qur’an, penjelasan ayat-ayatnya dan keterangan makna-maknanya dan hal-hal yang samar, mengemukakan hukum-hukumnya dan selanjutnya melaksanakan tuntunannya untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

Ulumul Qur’an adalah sejumlah pengetahuan (ilmu) yang berkaitan dengan al-Qur’an baik secara umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, dan secara khusus adalah kajian tentang al-Qur’an seperti sebab turunnya al-Qur’an, Nuzul al-Qur’an, nasikh mansukh, I’jaz, Makki Madani, dan ilmu-ilmu lainnya. Secara garis besar, pokok bahasan Ulumul Qur’an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu: Pertama, ilmu yang berhubungan dengan riwayat sematamata, seperti ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira’at), tempat dan waktu turun ayat-ayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan sebab-sebab turunnya al-Qur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, misalnya pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.

Sejarah ulumul Qur’an secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap perjalanan yaitu tahap sebelum kodifikasi, awal permulaan kodifikasi dan tahap kodifikasi yang melahirkan banyak ulama dan karya mereka tentang Ulumul Qur’an. Sedangkan tujuan utama Ulumul Qur’an adalah untuk mengetahui arti-arti dari untaian kalimat al-Qur’an, penjelasan ayat-ayatnya dan keterangan makna-maknanya dan hal-hal yang samar, mengemukakan hukumhukumnya dan selanjutnya melaksanakan tuntunannya untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Qur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Nata Abuddin, Al-Qur’an dan Hadits, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992

Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas, Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah, Surabaya
Imam Al-Zarqani, manahil al-irfan fi ulum al-qur’an
Imam Al-Suyuthi itmamu al-dirayah

Ahmad Abubakar, ‘Modul I Pembelajaran Ulumul Qur’an’, UIN Alauddin

Makassar, 2018 <http://www.ulumulquranab.com/2018/11/modul-ulumul

quran.html>

Khalid, Rusydi, Mengkaji Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Makassar: Alauddin University

Press, 2011)

Lal, Anshori, ‘Ulumul Qur’an “Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan”’,

Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016

Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an, Cet. I (Jakarta:

Mapan, 2009)

Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i, Cet. VIII

(Bandung: Mizan, 1998)

Ramli, Abdul Wahid, ‘Ulumul Qur‟ An’ (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002)

Republik Indonesia, Departemen Agama, Al-Quran Tajwid Dan Terjemahnya

Dilengkapi Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits Sahih (Bandung: Syaamil

Quran, 2010)

Republik Indonesia, Kementerian Agama, Bukhara: Al-Qur’an Tajwid Dan

Terjemah (Bandung: Syamil Quran, 2004)

Salim, Abd, Mardan Mardan, and Achmad Abu Bakar, ‘Metodologi Penelitian

Tafsir Maudu’i’ (Pustaka Arif Jakarta, 2012)

 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *