جتريد
اهلدف ىف هذا البحث لتشريخ مشكالت تعلم اللغة العربية الىت يوجهها
االساتيذ والتالميذ باملدرسة الثانوية احلكومية باتو ماندى تيالتانج كامانج.
واما طريقة البحث الىت تستخدم ىف هذا البحث هى طريقة الكيفية باسلوب
املقابلة , واملالحظة , والبيانات. واما املشكالت ىف تعلم اللغة العربية ىف
هذه املدرسة هى عدم وسيلة التعلم اللغة العربية لالجتماع الطالب الذين
خيرجون من خلفية التربية املتنوعة, واالساتيذ ال يستطيعون بتشجيع التكلم
اللغة العربية, وعدم املعمل اللغة العربية , وال يوجد الستخدام تعلم الغة
العربية الطريقة املتنوعة, وال توجد البيئة الغوية العربية, وقليل الوقت للتعلم
الغة العربية
الكلمات التركيزية : املشكالت , اللغة العربية , أملدرسة الثناوية , باتو
ماندى تيالتانج كامانج, اكام, سوماترا بارات
A. Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial. Mereka membutuhkan satu
sama lain. Dalam menjalin hubungan dan komunikasi antar sesama,
1 Penulis adalah IAIN Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia manusia membutuhkan sarana. Salah satu sarana dalam menjalin
hubungan dan komunikasi itu ialah bahasa. Keraf (1997) mengatakan
bahwa pengertian bahasa yaitu alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Sejalan dengan pendapat tersebut, bahasa menurut Depdiknas (2008)
adalah sistem lambang bunyi berartikulasi yang bersifat sewenangwenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk
melahirkan perasaan dan pikiran; perkataan-perkataan yang dipakai
oleh suatu bangsa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Walija (1996),
yang mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling
lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan
dan pendapat kepada orang lain. Hampir sama dengan pendapat
Wibowo (2001) yang mengatakan bahasa adalah sistem simbol bunyi
yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat
arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi
oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Kemudian Santoso (1990), merangkum bahwa bahasa adalah rangkaian
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar. Jadi, dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah
alat yang digunakan untuk berkomunikasi.
Dari sekian banyak bahasa yang dipakai sekelompok masyarakat
di berbagai bangsa dan negara salah satunya ialah bahasa Arab.
Menurut Nurbayan (2008) bahasa arab merupakan bahasa pertama
yang digunakan di dua puluh dua negara Arab untuk berkomunikasi
dan dijadikan bahasa kedua pada sebagian negara-negara Islam. Ini
menunjukkan bahwa bahasa Arab dipakai oleh sepertujuh negara
di dunia. Mereka menggunakan bahasa Arab sebagai alat untuk
berkomunikasi dan berinteraksi antar satu dengan yang lainnya.
Berkomunikasi dengan bahasa Arab tentu membutuhkan pengetahuan
tentang bahasa tersebut sehingga mempelajari bahasa Arab itu penting.
Mereka sebagai individu yang hidup dalam masyarakat berbahasa Arab
tanpa sengaja telah belajar dari lingkungan sekitar. Karena lingkungan
menurut Dalyono (2007) adalah merupakan sumber belajar memiliki
pengaruh dalam proses pembelajaran. Lingkungan itu mencakup Segala
material dan stimulus di dalam dan di luar individu, baik yang bersifat f
psikologis, maupun sosio-kultural. Salah satu aspek lingkungan ialah sosio-kultural, yang mengarah pada hubungan sosial
budaya masyarakat. Sosial budaya tersebut tercakup di dalamnya
bahasa. Jadi, seseorang bisa belajar bahasa secara tidak sengaja melalui
lingkungan sekitarnya.
Bahasa arab tidak hanya dipelajari oleh bangsa Arab tetapi juga
dapat dipelajari oleh bangsa lain. Agar manusia mengenal antara satu
bangsa dengan bangsa yang lain, karena setiap bangsa itu berbeda-beda.
Dan Allah memang sengaja menciptakan manusia berbangsa-bangsa.
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. Dalam QS. Al-Hujurat: 13 yang
berbunyi sebagai berikut:
َيَٰأيُّهَا اُلنَّاسُ إِنّا خَلَقْنَٰكُم مِّن زَكَرٖ وَأُنشَىٰ وَجَحعَلْنَٰكُمْ شُعُوبا وَقَبَآىِٔلَ لِتَعَارَفُوٓ اْ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَىٰكُمْ إِنَّ ئداللهَ عَلِيمٌ خَبِير
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Selain itu, juga terdapat ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa manusia ini tidak hanya terdiri dari berbagai bangsa tetapi juga diciptakan dengan bahasa yang berbeda-beda. Pernyataan ini tercantum dalam QS. Ar-Rum ayat 22 yang berbunyi:
وَمِنْ ءَايَٰتِهِ خَلْقُ السَّمَٰوَٰتِ وَالارْضِ وَاخْتِلَٰفُ ألْسِنَتِكُمْ وَألْوَٰنِكُمْ ،إِنّٓفِي زَٰلِكَ لايَت لِّلءَٰلِمِينَٖ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang mengetahui .
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Allah memang sengaja
menciptakan manusia itu berbeda suku, bangsa dan bahasa agar
manusia saling mengenal antara yang satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, mempelajari bahasa asing merupakan suatu hal yang
harus dilakukan. Hal ini digunakan untuk memperkaya khasanah
pengetahuan dan pengalaman berbahasa seseorang. Apalagi pada
zaman sekarang ini, yang penuh dengan persaingan secara global
menuntut individu memiliki wawasan yang luas, penguasaan bahasa asing yang cukup. Tanpa penguasaan beberapa bahasa, kita akan ketinggalan informasi. Salah satu bahasa yang wajib dikuasai yaitu bahasa Arab. Sebab bahasa Arab merupakan salah satu bahasa resmi yang diakui oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) baik secara lisan maupun secara tulisan. Hal ini terbukti pada tahun 1973 bahasa Arab dijadikan bahasa resmi dan lima tahun setelah itu tepatnya tahun 1982 bahasa Arab pun dijadikan sebagai bahasa kerja PBB (Laboratorium Bahasa, 2016). Ini membuktikan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa bertaraf internasional, digunakan masyarakat dunia secara umum walaupun tidak semuanya yang memakai bahasa Arab. Namun hal ini menunjukkan bahasa Arab itu penting dipelajari dan dipahami di kalangan pelajar di Indonesia.
Selain itu, bahasa Arab merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Madrasah sebagai mata pelajaran wajib. Karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam al-Qur’an dan hadits Nabi sebagai sumber belajar dan sumber pedoman terutama bagi umat Islam. Untuk itu, belajar bahasa Arab sungguh ditekankan pada siswa yang beragama Islam khususnya yang mengenyam pendidikan di lembaga berbasis keislaman. Di lembaga pendidikan berbasis keislaman terdapat pelajaran-pelajaran yang memang membutuhkan kemampuan berbahasa Arab seperti fiqih, akidah akhlak dan lain sebagainya. Dalam pelajaran tersebut termaktub kandungan ayat al-Qur’an dan hadits nabi sebagai penyokong materi pembelajaran. Sedangkan ayat al-Qur’an dan hadits tersebut diturunkan dalam berbahasa Arab, hal ini sesuai dengan firman Allah swt. Dalam QS. Yusuf: 2 yang berbunyi sebagai berikut.
إِنَّا أَنزَلْنَٰهُ قُرْ ءَٰنًا عَرَبِيُّ لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُون
Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.
Oleh karena al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab maka untuk membaca, memahami dan menelaah ayat tersebut tentu dibutuhkan keahlian dalam bahasa Arab. Begitu juga halnya dengan hadits Nabi Muhammad saw. yang terlahir dari kaum Quraisy yang kesehariannya berbahasa Arab dalam kehidupannya. Segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. disampaikan dengan bahasa Arab oleh para sahabat. Kemudian disampaikan secara berantai dari suatu generasi ke generasi, dari sahabat pada tabi’in. Lalu dari tabi’in disampaikan juga pada tabi’ tabi’in dan seterusnya hingga diriwayatkan oleh para perawi hadits. Para perawi hadits itulah yang membukukan dan menuliskan hadits Nabi Muhammad saw. itu dalam bahasa Arab. Sebab mereka semua berasal dari daerah Arab yng kesehariannya berbahasa Arab. Adapaun kitab hadits yang ditemui dalam bahasa Indonesia itu sudah diterjemah, bukan asli dari perawi hadits.
Selain itu, siswa yang belajar di lembaga pendidikan Islam memang dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab baik secara formal maupun secara informal, baik secara lisan maupun tulisan. Hal itu tertera dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 000912 Tahun 2013 tentang kurikulum Madrasah 2013 mata pelajaran pendidikan agama Islam dan bahasa Arab. Peraturan itu berbunyi bahasa Arab merupakan mata pelajaran bahasa yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan serta menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa Arab, baik reseptif maupun produktif. Kemampuan reseptif yaitu kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain dan memahami bacaan. Sedangkan kemampuan produktif yaitu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis. Kemampuan berbahasa serta sikap positif terhadap bahasa Arab tersebut sangat penting dalam membantu memahami sumber ajaran Islam yaitu alQur’an dan Sunnah atau hadits Nabi Muhammad saw. serta kitabkitab berbahasa Arab yangberkaitan dengan Islam. Oleh karena itu, bahasa Arab di madrasah dipersiapkan untuk pencapaian kometensi dasar berbahasa yang mencakup empat keterampilan berbahasa yang diajarkan secara integral yaitu menyimak (ijtima’), berbicara (kalaam), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah).
Pada halaman yang berbeda, peraturan Menteri Agama tersebut juga mengungkapkan tujuan mata pelajaran bahasa Arab pada Madrasah Aliyah yaitu 1) mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab baik lisan maupun tulis yang mencakup empat kecakapan berbahasa yakni menyimak (ijtima’), berbicara (kalaam), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah); 2) menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam; 3) mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahsa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya yang berbeda dengan lingkungan kesehariannya. Dengan demikian, siswa diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.
Lebih lanjut mengenai tujuan pembelajaran bahasa Arab, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi pendidikan agama Islam dan bahasa Arab di madrasah juga menjelaskan lebih rinci mengenai hasil akhir prose pembelajaran bahasa Arab. Hasil akhir yang disebut dengan kompetensi lulusan pembelajaran bahasa Arab yaitu 1) menyimak, memahami wacana lisan berbentuk paparan atau dialog tentang madrasah, masjid, muslim, pekerjaan, al-Qur’anul Karim, kehidupan beragama, akhlak mulia, kegiatan mengajar, ilmu pengetahuan, perdagangan, rekreasi, dunia Arab, bahasa Arab, dan masyarakat; 2) berbicara, mengungkapkan secara lisan dalam bentuk paparan atau dialog tentang madrasah, masjid, muslim, pekerjaan, al-Qur’anul Karim, kehidupan beragama, akhlak mulia, kegiatan mengajar, ilmu pengetahuan, perdagangan, rekreasi, dunia Arab, bahasa dan masyarakat Arab; 3) membaca, membaca dan memahami makna wacana tertulis paparan atau dialog tentang madrasah, masjid, muslim, pekerjaan, al-Qur’anul Karim, kehidupan beragama, akhlak mulia, kegiatan mengajar, ilmu pengetahuan, perdagangan, rekreasi, dunia Arab, bahasa dan masyarakat Arab; 4) menulis, mengungkapkan secara tertulis berbentuk paparan atau dialog tentang madrasah, masjid, muslim, pekerjaan, al Qur’anul Karim, kehidupan beragama, akhlak mulia, kegiatan mengajar, ilmu pengetahuan, perdagangan, rekreasi, dunia Arab, bahasa dan masyarakat Arab. Dari uraian standar kelulusan pembelajaran bahasa Arab tersebut, dapat diketahui bahwa yang dituntut dalam pembelajaran itu memang betul-betul kehidupan seharihari siswa. Dengan demikian kosa kata yang dipahami dan dikuasainya bermanfaat bagi dirinya. Dan mudah dipahami oleh siswa karena dekat dengan lingkungan dan kesehariannya. Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari oleh siswa di sekolah. Atas nama bahasa asing, tentu saja mengalami berbagai problematika dalam proses pembelajaran. Mempelajari suatu hal yang baru tentu akan mengalami berbagai kesulitan dan permasalahan. Begitu juga halnya dengan pembelajaran bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan bahasa asing yang meiliki bentuk dan cara baca yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Selain itu, bahasa Arab juga memiliki istilah yang sama dengan bahasa Indonesia namun memiliki makna yang berbeda. Contoh istilah yang memiliki makna yang berbeda itu ialah kalimat. Kalimat dalam bahasa Indonesia merupakan kumpulan beberapa kata yang terdiri dari pelaku, kata kerja atau kata sifat atau kata benda dan objek yang dikenai pekerjaan serta bisa dipahami maksud dari kumpulan kata-kata itu. Sedangkan kalimat dalam bahasa Arab artinya kata dalam bahasa Indonesia, belum dapat ditarik pemahaman tentang kata itu. Oleh karena itu, maka peneliti menggali problematika apa saja yang dihadapi guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran bahasa Arab khususnya di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Batu Mandi Tilatang Kamang Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
B. Pembahasan
1. Pembelajaran Bahasa Arab
Kata pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Belajar merupakan suatu hal yang wajar dilakukan seseorang unuk memperbaiki kualitas dirinya. Hal tersebut didukung oleh pendapat Slameto (1995) yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Ditandai dengan bertambahnya ilmu dan pengalaman siswa. Awalnya dia tidak mengetahui setelah belajar ia mengetahui hal yang tidak diketahuinya berdasarkan pelajaran yang diberkan guru. Pendapat tersebut didukung oleh Uno (2014) yang mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah lagu secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan pembelajaran itu sendiri menurut Depdiknas (2008) merupakan proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk
hidup belajar. Pendapat tersebut dilengkapi oleh Nazarudin (2007)
yang mengatakan bahwa pembelajaran adalah seperangakat acara
peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya
proses belajar yang sifatnya internal. Pendapat tersebut didukung
oleh Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1
Ayat 20 yang menetapkan bahwa pembelajaran merupakan sebuah
proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar dalam suatu lingkungan belajar. Kemudian Kunandar
(2007) memperluas arti pembelajaran yaitu proses interaksi antara
siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku
ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, pembelajaran itu hakikatnya
merupakan segala proses yang dilalui siswa untuk menjadikan
pengetahuan dan keterampilannya lebih baik lagi.
Sementara itu Gagne berpendapat bahwa pembelajaran ialah
seperangkat peristiwa-peristiwa eksternal yang dirancang untuk
mendukung beberapa proses belajar yang sifatnya internal (Siregar
dan Nara, 2010). Segala sesuatu yang berada di luar proses belajar itu
dan berhubungan dengan proses tersebut dikondisikan sedemikian
rupa sehingga proses belajar tetap berjalan dengan baik. Di dalamnya
terkandung makna bahwa guru dan murid tidak haru saling
berintarksi satu sama lain. Berbeda halnya dengan Trianto (2012),
ia berpendapat bahwa pembelajaran itu diartikan sebagai interaksi
dua arah dari seorang guru dan siswa, dimana antara keduanya
terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada
suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan analisa
pendapat Trianto ini, dapat diketahui bahwa pembelajaran itu
ditandai dengan berinteraksinya guru dan siswa. Guru memberikan
arahan pada siswa untuk mencapai target yang akan dicapai. Selain
itu, guru juga mengomunikasikan hal-hal penting termasuk materi
pelajaran. Jadi dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran ialah suasana yang dikondisikan agar siswa
belajar baik yang dilakukan dengan interaksi dengan guru maupun
yang dilakukan oleh siswa tanpa campur tangan guru.
Adapun karakteristik pembelajaran menurut Sanjaya (2011)
adalah 1) pembelajaran itu membelajarkan siswa yaitu mengondisikan siswa agar ia belajar sesuai dengan gaya belajarnya. Gaya belajar
tiap individu dibedakan atas 3 macam yaitu visual (penglihatan),
audio (pendengaran) dan kinestetik (gerak tubuhnya). Dalam hal ini
guru berperan memberikan bimbingan dan menfasilitasi agar siswa
termotivasi untuk belajar. Dengan adanya pengetahuan guru tentang
gaya belajar masing-masing siswanya maka ia akan merencanakan
kegiatan pembelajaran yang bervariasi sehingga tidak ada peserta
didik yang merasa dirugikan dengan kegiatan pembelajaran yang
dilakukannya ; 2) proses pembelajaran berlangsung dimana saja
dan kapan saja walaupun guru tidak mendampingi siswanya,
asalkan siswa mendapatkan ilmu dan penambahan pengalaman
maka itulah yang disebut dengan pembelajaran. Siswa dapat
menggunakan apa saja untuk mendapatkan pengalaman belajar.
Dan juga dapat memanfaatkan fasilitas tempat yang ada untuk
belajar; 3) pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan, segala
upaya dilakukan oleh guru agar siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Hal itu bisa dilakukan dengan
pemberian motivasi atau bahkan menerapkan berbagai metode
dan pendekatan yang menarik perhatian siswa; 4) pelaksanaannya
terkendali baik dari segi waktu, isi, proses maupun hasilnya.
Pembelajaran dilaksanakan dengan perencanaan yang matang
oleh guru dalam memperhitungkan waktu yang digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Proses dan materi pembelajaran
yang diberikan terkendali sesuai dengan perencanaan yang dibuat
guru. Dengan demikian hasil proses pembelajaran akan sesuai
dengan harapan guru.
2. Problematika Pembelajaran Bahasa Arab
Adapun problematika menurut Depdiknas (2008) adalah
hal yang masih belum dapat dipecahkan. Ini berindikasikan
bahwa problematika itu merupakan masalah yang terjadi dan
belum ditemukan solusi penyelesaiannya. Problematika dalam
pembelajaran bahasa Arab ialah kesulitan yang dialami dalam
melaksanakanproses pembelajaran bahasa Arab sehingga dapat
menghambat pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab. Adapun
problematika pembelajaran bahasa Arab dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu problematika linguistik dan non linguistik.
Problematika linguistik adalah yang berhubungan langsung dengan
bahasa Arab itu sendiri. Sedangkan problematika non linguistik
menurut Fahrurrozi dan Mahyudin (2010) adalah permasalahan
yang ikut andil mempengaruhi bahkan menggagalkan kesuksesan
program pembelajaran yang dilaksanakan yang muncul di luar
bahasa itu sendiri.
Menurut Nurbayan (2008) unsur yang termasuk pada
problematika linguistik ialah 1) fonetik (ashwat ‘arabiyyah) yaitu
menggambarkan persoalan yang berhubungan dengan tata bunyi
pengucapan kata dalam bahasa Arab, lebih tepatnya tentang
makharijul huruf atau tempat keluarnya huruf bahasa Arab; 2)
fonemik yaitu persoalan yang membahas fungsi-fungi bunyi dan
proses menjadi fonem serta pembagiannya yang didasarkan pada
penggunaan praktis pada suatu bahasa; 3) morfologi (qawa’id dan i’rab)
yaitu pola suatu kata yang terdiri dari beberapa perubahan bentuk
kata baik yang berhubungan dengan pembentukan kata (sharfiyyah)
maupun yang berhubungan dengan susunan kalimat (nahwiyah); 3)
gramatikal (tarakib) yaitu aspek bahasa yang berhubungan dengan
perubahan pola kalimat baik bentuk pola kalimat ismiyah maupun
fi’liyah.
Adapun unsur yang termasuk ke dalam problematika non
linguistik ialah 1) guru; 2) siswa; 3) materi ajar; 4) sarana prasarana;
5) motivasi dan minat belajar; 6) lingkungan berbahasa; 7) metode
pembelajaran; dan 8) waktu yang tersedia.
Guru sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut
Semiawan (1991), guru merupakan salah satu pemegang peranan
yang sangat strategis dalam proses pembelajaran (Sujarwo, 2010).
Sebab guru adalah fasilitator bagi siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Adapun faktor yang berasal
dari guru ialah keahlian guru dalam mengajar (pofesionalisme) baik
secara personal, sosial, paedagogik maupun profesional; kreativitas
guru dalam memahami dan menerapkan metode pembelajaran
bahasa Arab; kemampuan guru dalam mencari alternatif metode
jika suatu metode tidak dapat digunakan karena suatu hal; dan pencontohan guru dalam membaca. Intinya guru dituntut untuk
mewujudkan perilaku belajar siswa yang kreatif. Sebagaimana
dikemukakan oleh Waterhouse (1983) bahwa guru yang ingin
meningkatkan kualitas proses kegiatan pembelajaran di dalam kelas
harus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap situasi dan kebutuhan
siswa (Sujarwo, 2010). Selain itu, Mulyasa (2005) mengidentifikasi
bahwa ada 19 peran guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai
pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu
(innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong
kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah,
pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan
sebagai kulminator (Mudri, 2010).
Faktor yang berasal dari siswa ialah sikap terhadap pembelajaran
bahasa Arab, motivasi belajar, minat dan orientasi siswa serta
cara pandang siswa terhadap pembelajaran bahasa Arab. Hal
itu mempengaruhi hasil dan proses pembelajaran bahasa Arab.
Kemudian dari unsur materi ajar, faktor yang mempengaruhinya
ialah pemilihan materi pembelajaran yang menarik dan penyusunan
materi pembelajaran agar sistematis dan kronologis dalam
menyampaikannya.
Faktor selanjutnya ialah sarana prasarana belajar juga
mempengaruhi proses pembelajaran berlangsung sehingga perlu
diperhatikan guna menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.
Hal ini diatur oleh UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional bab XII pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Setiap satuan
pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana
yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial,
emosional, dan kewajiban peserta didik”. Sarana dan prasarana yang
tidak kondusif akan memperburuk pencapaian hasil belajar bahasa
Arab. Sebaliknya, suasana yang menyenangkan dan membuat siswa
betah berada di ruang belajar akan mendukung pencapaian hasil
belajar yang maksimal. Sarana pendidikan menurut Mulyasa (2002)
ialah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung digunakan
dan menunjang proses pembelajaran. Sedangkan prasarana menurut
Bafadal (2003) ialah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah
(Laksana, 2011). Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah RI
No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan bab VII pasal
42 ayat (1) yang berbunyi “Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi: perabot, peralatan pendidikan, buku dan
sumber belajar lainya, bahan habis pakai, serta perlengkapan yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan”; dan ayat (2) yang berbunyi “Dan setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana meliputi: lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, ruang perpustakaan,
ruang laboratorium, kantin, tempat olah raga, dan tempat ibadah,
tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan” (Laksana, 2011).
Adapun motivasi menurut Fahrurozi (2014) merupakan hal yang
penting dalam proses pembelajaran. Belajar tanpa motivasi tidak akan
dapat mencapai hasil pembelajaran yang maksimal. Sebab menurut
Yamin (2003), motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis
dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar
dan menambah keterampiolan dan pengalaman (Ulya, 2012). Kata
motivasi itu sendiri dijelaskan Prawira (2014) mempunyai akar kata
dari bahasa latin movere, yang berarti gerak atau dorongan untuk
bergerak (Oktaviana, 2015). Lebih lanjut Majid (2013) menjelaskan
bahwa motivasi merupakan sebuah energi yang aktif menyebabkan
terjadinya suatu perubahan pada diri seseorang sehingga mendorong
seseorang untuk bertindak dikarenakan adanya tujuan, kebutuhan
yang harus dicapai (Oktaviana, 2015). Dan Apalagi jika dalam hati
siswa tercantum perasaan tidak suka belajar bahasa Arab. Hal ini akan
mempengaruhi hasil belajarnya. Adapun indikator motivasi belajar
bahasa Arab meliputi 1) mengikuti pelajaran bahasa Arab dengan
rasa senang; 2) mengiuti pelajaran bahasa Arab karena suka pada
gurunya; 3) senang mengikuti les bahasa Arab; 4) tetap belajar bahasa
Arab walaupun mengalami kesulitan; 5) membaca materi pelajaran
bahasa Arab; 6) meminjam buku bahasa Arab; 7) mengerjakan PR
dan tugas bahasa Arab; 8) antusias berkeinginan untuk menguasai
pelajaran bahasa Arab; 9) tenang saat pembelajaran bahasa Arab berlangsung; dan 10) menanyakan materi pelajaran yang sulit
dipahami. Kemudian menurut Djiwandono (2006) motivasi adalah
keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
itu dan memberikan arah pada kegiatan belajar, maka tujuan yang
dikehendaki oleh siswa dapat tercapai (Istiqomah, 2009). Pendapat
tersebut juga didukung oleh Sardiman (2007) mengatakan bahwa
motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkainan usaha yang
dikakukan seseorang untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila
ia tidak suka maka akan berusaha meniadakan atau menggelakan
perasaan tidak suka itu (Istiqomah, 2009).
Selain motivasi, minat juga berperan dalam proses pembelajaran.
Minat menurut Slameto (2003) ialah penerimaan diri terhadap
sesuatu yang berada di luar diri. Semakin kuat penerimaan itu
semakin besar pula minat seseorang (Istiqomah, 2009).
Lingkungan berbahasa ialah yang dapat mendorong siswa
berani berbicara tanpa ada rasa malu dan takut salah. Faktor
lingkungan sekolah menurut Slameto (2013) yang mempengaruhi
belajar meliputi metode, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah,
standar pelajaran di atas ukuran, keadaang gedung, metode belajar
dan tugas rumah (Oktaviana, 2015).Makin tinggi rasa malu dan
takut salah, makin tidak akan pernah tercipta suasana berbahasa.
Lalu metode pembelajaran yang digunakan harus dipilih secara
tepat sesuai tujuan, sesuai materi, sesuai sarana tersedia dan tingkat
kemampuan pembelajar. Ketidaktepatan memilih metode apalagi
tidak tahu metode apa yang harus dipilih tentu sangat mempengaruhi
terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Waktu yang tersedia,
apakah waktu yang tersedia cukup untuk mendapat layanan, baik
di kelas maupun di luar kelas. Jika waktu yang tersedia tidak cukup
untuk melaksanakan proses pembelajaran tentu hasil belajar yag
akan diperoleh tidak akan semaksimal ketika waktu yang tersedia
cukup.
3. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Menurut Arikunto (1993) penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan apa adanya
tentang sesuatu atau keadaan. Jenis penelitian ini dipilih karena
memang penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fenomena yang
ada sebenarnya di lapangan tanpa adanya hal yang dibuat-buat
atau dikondisikan oleh peneliti sebagaimana mestinya. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui problematikan yang dihadapi guru
dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran bahasa Arab.
Untuk menemukan data yang akurat dalam penelitian ini
tentu membutuhkan informan sebagai sumber data. Informan
adalah orang yang mengerti tentang hal yang diteliti dan bersedia
memberikan informasi tentang pembelajaran bahasa Arab tersebut.
Informan dalam penelitian kualitatif juga dapat disebut dengan
sampel sumber data. Sumber data yang digunakan bersifat snowball
sampling. Menurut Arikunto (2010) snowball sampling artinya peneliti
mencari dari informan tersebut, peneliti mencari subjek-subjek lain
secara terus-menerus sampai peneliti merasa jenuh karena sudah
tidak menemukan lagi subjek yang tepat. Dalam snowball sampling
informan dipilih langsung sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitian yang dilakukan. Jadi, peneliti akan berhenti melakukan
pengumpulan data dan informasi jika informasi atau data yang
diperoleh dari orang-orang yang dianggap memenuhi syarat
memiliki kesamaan data. Dan peneliti tidak menemukan lagi subjek
atau informan lain yang patut dijadikan sumber data. Dalam hal ini,
maka yang menjadi informan adalah guru bahasa Arab dan siswa
yang diajarnya.
Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik
wawancara. Adapun wawancara menurut Depdiknas (2008) adalah
tanya jawab peneliti dengan narasumber. Dalam hal ini, peneliti
mewawancarai 2 orang guru dan 6 orang siswa. Selain wawancara,
peneliti juga melakukan observasi sebagai penguat data yang didapat.
Adapun observasi menurut Depdiknas (2008) adalah peninjauan
secara cermat. Kemudian dalam proses observasi juga dilakukan studi
dokumentasi mengenai data guru dan siswa yang bersangkutan.
4. Hasil Penelitian
Menurut wawancara yang dilakukan, Bapak Fauzan Rahman,
S.Pd.I menyampaikan bahwa lahjah pengucapan bahasa Arab dalam
subbab ijtima’ (mendengarkan) hendaknya siswa mendengarkan
ucapan orang langsung. Akan tetapi media pembelajaran untuk
itu tidak tersedia. Selain itu, beberapa orang siswa juga mengakui
bahwa mereka memiliki latar belakang sekolah yang berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lain. Ada yang berasal dari madrasah
ada yang berlatar belakang pendidikan umum. Hal ini tentu akan
menjadi masalah dalam kelangsungan proses pembelajaran. Sebab
siswa yang mengenyam pendidikan umum belum pernah belajar
bahasa Arab. Sedangkan siswa yang berasal dari madrasah sudah
pernah belajar dan mereka telah memiliki dasar pengetahuan tentang
bahasa arab. Hal ini juga akan mempengaruhi lahjah pengucapan
siswa dalam belajar bahasa Arab terutama dalam qira’at (membaca).
Selain itu, Pak Fauzan Rahman, S.Pd.I, guru bahasa Arab
berprestasi di Agam ini mengakui bahwa guru terutama guru bahasa
Arab kurang termotivasi untuk berbicara dengan bahasa Arab.
Pengakuan ini juga didukung oleh Buk Hafziar bahwa memang
untuk berbicara bahasa Arab itu agak berat karena lingkungan kurang
mendukung. Padahal tuntutan kuikulum saat ini ialah berbicara. Hal
ini tertera dalam peraturan menteri agama republik Indonesia no
000912 tahun 2013 tentang kurikulum madrasah 2013 mata pelajaran
pendidikan agama Islam dan bahasa Arab terutama tujuan mata
pelajaran bahasa Arab bagian a yang berbunyi “mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun
tulis yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak
(ijtima’), berbicara (kalam), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah).”
Jika guru tidak berbicara bahasa Arab bagaimana siswa akan
mampu untuk berbicara bahasa Arab. Kemudian penunjang proses
pembelajaran bahasa Arab juga kurang lengkap. Buktinya di
madrasah ini tidak tersedia labor bahasa. Ini tentu saja mengahambat
proses pembelajaran bahasa Arab khususnya dalam kecakapan
ijtima’ atau mendengarkan. Hal ini terjadi karena berujung dari
masalah dana. Permasalahan selanjutnya ialah penggunaan metode
yang monoton. Seperti pengakuan Pak Fauzan “guru seperti Bapak, guru-guru yang lainnya, cenderung memakai metode gimana yang cepat”.
Beliau mengajar dengan cara yang dapat membuat siswa cepat
memahami materi pelajaran yang beliau ajarkan. Cara apa pun
digunakan asalkan target kurikulum tercapai. Adapun metode
yang sering digunakan ialah membaca tek dan ceramah. Dengan
demikian metode yang beraneka ragam itu terabaikan. Padahal
metode merupakan suatu hal yang penting dalam pembelajaran.
Sebab metode menurut Arifin (1996) adalah suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai suatu tujuan (Sapri, 2008). Sementara itu Effendy
(2004) menyatakan bahwa metode merupakan rencana menyeluruh
penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang
ditentukan (Sirajuddin, 2012). Suatu materi pelajaran memang
betul-betul disajikan dengan perencanaan yang matang dari guru
sehingga pelaksanaannya beraturan. Pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan dengan berbagai pendekatan, baik pendekatan yang
berorientasi pada guru maupun yang berorientasi pada siswa.
Adapun metode pembelajaran bahasa Arab yang dapat
digunakan menurut Usman (2002) tergolong pada dua jenis yaitu
metode konvensional atau biasa disebut dengan tradisional dan
metode inkonvensional atau lazim disebut dengan modern. Menurut
Umam (1980) keberhasilan pengajaran bahasa Arab dipengaruhi
oleh penggunaan metode yang banyak menggunakan latihan (Sapri,
2008). Sebab kemampuan berbahasa tidak dapat dicapai tanpa latihan
yang dilakukan secara berulang-ulang. Metode latihan ini merupakan
metode yang termsuk pada metode konvensional. Adapun tahapan
pelaksanaan metode tradisional menurut Sapri (2008) dimulai dari
1) persiapan, guru menyiapkan MPR (Mukaddimah, Presentasi
dan Review) dalam setiap topik bahasan. Dalam tahapan ini,
sebaiknya guru memilih bahan ajar yang sesuai dengan tingkat
pemikiran anak dan memilih metode yang memudahkan siswa
dalam memahami pelajaran; 2) berbicaralah dengan bahasa Arab
di kelas; 3) memberikan kesempatan pada siswa untuk mendengar
struktur secara berulang kali dan menyuruh siswa menuliskannya;
4) buku dijadikan sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran
bukan sebagai guru yang semua siswa bergantung pada buku; 5)
memberikan latihan (tamrinat); 6) melatih siswa untuk bertanyaguru-guru yang lainnya, cenderung memakai metode gimana yang cepat”.
Beliau mengajar dengan cara yang dapat membuat siswa cepat
memahami materi pelajaran yang beliau ajarkan. Cara apa pun
digunakan asalkan target kurikulum tercapai. Adapun metode
yang sering digunakan ialah membaca tek dan ceramah. Dengan
demikian metode yang beraneka ragam itu terabaikan. Padahal
metode merupakan suatu hal yang penting dalam pembelajaran.
Sebab metode menurut Arifin (1996) adalah suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai suatu tujuan (Sapri, 2008). Sementara itu Effendy
(2004) menyatakan bahwa metode merupakan rencana menyeluruh
penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang
ditentukan (Sirajuddin, 2012). Suatu materi pelajaran memang
betul-betul disajikan dengan perencanaan yang matang dari guru
sehingga pelaksanaannya beraturan. Pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan dengan berbagai pendekatan, baik pendekatan yang
berorientasi pada guru maupun yang berorientasi pada siswa.
Adapun metode pembelajaran bahasa Arab yang dapat
digunakan menurut Usman (2002) tergolong pada dua jenis yaitu
metode konvensional atau biasa disebut dengan tradisional dan
metode inkonvensional atau lazim disebut dengan modern. Menurut
Umam (1980) keberhasilan pengajaran bahasa Arab dipengaruhi
oleh penggunaan metode yang banyak menggunakan latihan (Sapri,
2008). Sebab kemampuan berbahasa tidak dapat dicapai tanpa latihan
yang dilakukan secara berulang-ulang. Metode latihan ini merupakan
metode yang termsuk pada metode konvensional. Adapun tahapan
pelaksanaan metode tradisional menurut Sapri (2008) dimulai dari
1) persiapan, guru menyiapkan MPR (Mukaddimah, Presentasi
dan Review) dalam setiap topik bahasan. Dalam tahapan ini,
sebaiknya guru memilih bahan ajar yang sesuai dengan tingkat
pemikiran anak dan memilih metode yang memudahkan siswa
dalam memahami pelajaran; 2) berbicaralah dengan bahasa Arab
di kelas; 3) memberikan kesempatan pada siswa untuk mendengar
struktur secara berulang kali dan menyuruh siswa menuliskannya;
4) buku dijadikan sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran
bukan sebagai guru yang semua siswa bergantung pada buku; 5)
memberikan latihan (tamrinat); 6) melatih siswa untuk bertanya dalam bahasa Arab; 7) memberikan semangat dan motivasi pada
siswa sehingga mereka memiliki keberanian untuk berbicara dalam
bahasa Arab; 8) menciptakan suasana menyenangkan dalam proses
pembelajaran.
Sedangkan yang termasuk pada metode inkonvensional yang
biasa disebut metode modern atau inovatif yaitu metode suggestopedia,
counseling learning dan the silent way. Metode suggestopedia yaitu
metode yang digunakan untuk memberantas pikiran negatif
siswa seperti perasaan takut salah, tidak mampu dan takut pada
sesuatu yang baru. Selanjutnya metode counseling learning yaitu
metode yang digunakan untuk memperoleh pandangan baru dan
munculnya kesadaran yang dapat memberikan stimulasi terhadap
perkembangan siswa serta mempererat hubungan dengan orang
lain. The silent way yaitu metode yang dilaksanakan dengan sistem
guru diam 90% dari alokasi waktu yang disediakan. Siswa dibiarkan
berkonsentrasi pada bahasa Arab yang baru saja didengar. Dengan
demikian siswa dilatih untuk mengingat informasi yang didengarkan
dan melatih siswa untuk mengerjakan masalah-masalah bahasa.
Selanjutnya kendala dalam melaksanakan proses pembelajaran
bahasa Arab yang baik ialah lingkungan yang kurang mendukung.
Hal ini terbukti dengan tidak ada lagi penerapan hari berbahasa
walaupun program OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) Madrasah
Aliyah Negeri Batu Mandi Tilatang Kamang ada. Hanya saja
menurut pengakuan Bapak Fauzan Rahman, “program hari berbahasa
itu hanyalah tinggal program. Namun pelaksanaannya tidak satu pun
yang jalan”. Padahal tahun ajaran 2008/2009 program berbahasa ini
berjalan cukup lancar. Tanpa disadari program OSIS ini membantu
siswa dalam menerapkan pelajaran bahasa Arab terutama bidang
kalam (berbicara). Begitu juga halnya di rumah tempat tinggal siswa,
mereka tidak memiliki lawan bicara kalaupun mau mempraktekkan
ilmunya. Karena siswa Madrasah Aliyah Negeri Batu Mandi Tilatang
Kamang ini tidak diasramakan seperti pondok pesantren. Adapaun
asrama hanya digunakan untuk siswa yang memiliki jarak rumah
yang jauh dari sekolah dan itu digunakan untuk menampung bukan
untuk mendidik hal-hal semacam pandai berbahasa asing seperti
bahasa Arab ini.
Dari segi waktu belajar yang ditetapkan pemerintah pun tidak
cukup. Sesuai dengan peraturan menteri agama, mata pelajaran
bahasa Arab hanya 2 jam pelajaran dalam satu minggu. Sementara
kecakapan yang diharapkan ialah berbicara dan menulis. Untuk
berbicara dan menulis tentu butuh latihan yang efektif. Sebelum
latihan berbicara dan menulis itu dapat berjalan dengan baik, siswa
terlebih dahulu harus memahami gramatikal dan morfologi dengan
baik. Dengan demikian, berbicara dan menukis tidak hanya sekedar
saja tetapi memang sesuai dengan tata bahasa Arab itu sendiri. Untuk
mencapai hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup banyak.
Hasil temuan dalam penelitian didukung oleh penelitian
yang dilakukan Fahrurrozi (2014) yang mengungkapkan bahwa
pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sering kali menghadapi
problem linguistik dan non linguistik yang harus segera dituntaskan.
Begitu banyak permasalahan pembelajaran bahasa Arab yang
dihadapi guru dan siswa di Indonesia salah satunya ialah metode
pembelajaran yang digunakan. Selain itu, faktor sarana, lingkungan
belajar, motivasi dan kompetensi serta profesionalisme guru juga
menjadi problem yang urgen untuk dicarikan solusinya. Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Hidayat (2012) bahwa problematika
pembelajaran Bahasa Arab adalah unsur-unsur yang menjadi
penghambat terlaksananya keberhasilan pembelajaran Bahasa
Arab. Problematika ini diantaranya problematika linguistik yaitu
problematika phonetik/tata bunyi, kosa kata, tulisan, morfologi,
sintaksis, semantik. Selain itu juga terdapat problematika non
linguistik, diantaranya dari unsur guru, siswa, materi ajar dan media/
sarana prasarana, serta sosiokultural yang berbeda antara Indonesia
dan Arab, tentunya mempunyai kondisi sosial yang berbeda menjadi
problem dalam pembelajaran bahasa Arab. Kemudian Sirajuddin
(2012) menambahkan bahwa metode pembelajaran bahasa Arab
yang dapat digunakan ialah metode qira’ah, terjemah, dan menghafal
akan tetapi juga digunakan metode mengarang (insya’) dan dikte
(imla’).
C. SIMPULAN
Dari uraian yang telah dikemukakan sebelum ini dapat disimpulkan
bahwa problematika yang terjadi di Madrasah Aliyah Negeri Batu Mandi
Tilatang Kamang adalah 1) tidak ada media pembelajaran untuk ijtima’;
2) siswa berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda; 3)
guru kurang termotivasi untuk berbicara bahasa Arab; 4) labor bahasa
sebagai penunjang pembelajaran bahasa Arab tidak ada; 5) lingkungan
yang kurang mendukung untuk tercapainya proses pembelajaran yang
baik; 6) metode yang digunakan tidak bervariasi; dan 7) waktu belajar
yang ditetapkan tidak cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. (1996). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
(2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Bafadal, Ibrahim. (2003). Manajemen Perlengkapan Sekolah: Teori dan
Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Dalyono. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Agama RI. (2005). Al-Quran dan Terjemahan. Bandung:
Diponegoro.
Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai
Pustaka.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Efendi. (2008). “Metode Pembelajaran Bahasa Arab: antara Tradisional
dan Modern”. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Insania Vol. 3
Sep-Des 2008, 441-452.
Effendi, Ahmad Fuad. (2004). Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang:
Misykat.
Fahrurrozi, Aziz dan Erta Mahyudin. (2010). Pembelajaran Bahasa Asing.
Jakarta: Bania Publishing.
Fahrurrozi, Aziz. (2014). “Pembelajaran Bahasa Arab: Problematika dan
Solusinya”. Arabiyat, Jurnal Guruan Bahasa Aab dan Kebahasaaraban
Vol 1 no. 2 Desember 2014.
Hidayat, Nandang Sarip. (2012). “Problematika Pembelajaran Bahasa
Arab”. Jurnal Pemikiran Islam, Vol 37 No. 1 Januarai-Juni 2012.
Laboratorium Bahasa. (2016). Bahasa Resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Diakses pada
http://laboratoriumbahasa.asia/bahasa-resmiperserikatan-bangsa-bangsa. tanggal 2 Mei 2016.
Istiqomah, Laela. (2009). “Pengaruh Minat dan Motivasi Belajar Siswa
terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri seKabupaten Jepara”. Skripsi Mahasiswa Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang 2009.
Keraf, Gorys. (1997). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. EndeFlores: Nusa Indah.
Kunandar. (2007).Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Laksana, Kerida. (2011). “Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SMP Pelita
Harapan”. Skripsi Mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan
Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mudri, M. Walid. (2010). “Kompetensi dan Peranan Guru dalam
Pembelajaran”. Jurnal Falasifa Vo. 1 No. 1 Maret 2010 Sekolah Tinggi
Agama Islam Al-Falah As-Suniyah Kencong Jember.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolahi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
_________. (2005). Menjadi Guru, Menciptakan Pelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazarudin. (2007). Manajemen Pembelajaran. Jogjakarta: Sukses Offset.
Nurbayan, Yayan. (2008). Motodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:
Zein Al Bayan.
Oktaviana, Ira. (2015). “Pengaruh Lingkungan Sekolah terhadap
Motivasi Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Daerah Binaan I
Kecamatan Limpung Kabupaten Batang”. Skripsi Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang 2015.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 000912 Tahun 2013
tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008
tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isis Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pohchaeh, Miss Sareena. (2013). “Problematika Pembelajaran Bahasa
Arab Siswa Kelas VIII Madrasah Darasat Witya Narathiwat
Thailand”. Skripsi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Prawira, Purwa Atmaja. 2014. Psikologi pendidikan Dalam Perspektif Baru.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sanjaya, Wina. (2011). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Group.
Santoso, Kusno Budi. (1990). Problematika Bahasa Indonesia. Bandung:
Angkasa.
Sardiman, A.M 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Cipta Prakasa Sejati.
Semiawan, Conny. (1991). Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana
Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Jakarta: PT. Gramedia.
Sirajuddin, Heppi. “Analisis Metode Pembelajaran Bahasa Arab pada
Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren DDI Kaballangan
Kabupaten Pinrang”. Jurnal Mahasiswa Jurusan Sastra Asia Barat
Fakultas Sastra Unhas No. 1, 21 Mei 2012.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
______. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
______. (2013). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sujarwo. (2010). “Peranan Guru dalam Pemberdayaan Siswa”. Dinamika
Pendidikan Majalah Ilmu Pendidikan No. 01/Th.XVII/Mei 2010 Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Trianto. (2012). Mendesain Model Pembelajaran Inovaif Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Guruan(KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ulya, Uly. (2012). “Pengaruh Minat Belajar dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas IV dan V
pada MI Riyadlotul Ulum Kunir Kecamatan Dempet Kabupaten
Demak”. Skripsi Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Pendidikan Guru MI
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga 2012.
Umam, Chatibul. (1980). Aspek-aspek Fundamental dalam Mempelajari
Bahasa Arab Bandung: al-Ma’arif.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Uno, Hamzah B. (2014). Teori Motivasi Dan Pengukuranya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Usman, M. Basyiruddin.(2002). Metode Pembelajaran Agama Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.
Walija. (1996). Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP
Muhammadiyah Jakarta.
Waterhouse, Philip. (1983). Managing the Learning Process. London:
McGraw-Hill Book Company (UK) Limited.
Wibowo, Wahyu. (2001). Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Yamin, Martinis. (2003). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi.
Ciputat: Gaung Persada Press.