Makalah Agama Pernikahan

1.235 Lihat

MAKALAH AGAMA
“PERNIKAHAN”

DOSEN PEMBIMBING:

Disusun Oleh: Rendy Shupryadie(190569201024)
Lasnawati(190569201012)
Ayu Vita Lestari (190569201021)

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat illahi rabbi yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pernikahan”.
Salawat serta salam marilah kita limpahkan kepada baginda kita yakni Nabi Besar Muhammad Saw beserta keluarga dan kerabatnya.
Dengan kehadiran makalah ini mudah-mudahan dapat membantu dalam proses belajar mengajar dalam bermakna bagi kita semuanya Amin.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah serta kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah yang akan datang.

Tanjungpinang , September 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………. 1
LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………………..1
RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………………….1
TUJUAN……………………………………………………………………………………………………………1
MANFAAT………………………………………………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………..3
PENGERTIAN PERNIKAHAN…………………………………………………………………………..3
HUKUM PERNIKAHAN……………………………………………………………………………………3
PEMINANGAN(KHITBAH)……………………………………………………………………………….3
SYARAT PERNIKAHAN…………………………………………………………………………………..4
TUJUAN PERNIKAHAN…………………………………………………………………………………..6
PEMILIHAN CALON SUAMI/ISTRI………………………………………………………………….7
THALAK…………………………………………………………………………………………………………..9
IDDAH…………………………………………………………………………………………………………….13
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………14
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………………14
KRITIK DAN SARAN………………………………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………..15

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Menikah merupakan perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72)
Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan, hukum, serta hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu tujuan dari pernikahan:
فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)

Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang dapat memperjelas mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

Rumusan Masalah
Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah
2.       Hukum Pernikahan
3.       Peminangan (Khitbah)
4.       Syarat Pernikahan
5.       Tujuan Pernikahan
6.       Pemilihan Calon suami/istri
7.       Thalak (Perceraian)
8.       Iddah

C.      Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya pengetahuan terhadap Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan mengalami sebuah Pernikahan.

D.      Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1.       Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.
2.       Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara Islam.
3.       Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang benar secara Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN PERNIKAHAN

Pernikahan  atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

B.      HUKUM PERNIKAHAN

Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
         Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
         Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah
         Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak
         Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

C.      PEMINANGAN (KHITBAH)

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:
“Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah dengan seorang perempuan: “Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan.” (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)
Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:
“Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: “Kamu tidak boleh meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk memutuskannya”. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan)
D.      SYARAT PERNIKAHAN
1.Rukun nikah
Pengantin laki-laki
Pengantin perempuan
Wali
Dua orang saksi laki-laki
Mahar
Ijab dan kabul (akad nikah)
2.Syarat calon suami
Islam
Laki-laki yang tertentu
Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri
3.Syarat calon istri
Islam
Perempuan yang tertentu
Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
Bukan seorang banci
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Tidak dalam iddah
Bukan istri orang
4.Syarat wali
Islam, bukan kafir dan murtad
Lelaki dan bukannya perempuan
Telah pubertas
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Tidak fasik
Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.
5.Jenis-jenis wali
Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali
Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.
6.Syarat-syarat saksi
Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Telah pubertas
Laki-laki
Memahami isi lafal ijab dan qobul
Dapat mendengar, melihat dan berbicara
Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
Merdeka
7.Syarat ijab
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:”Aku nikahkan Anda dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai”.
8.Syarat qobul
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tidak ada perkataan sindiran
Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
Menyebut nama calon istri
Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):”Aku terima nikahnya dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai” ATAU “Aku terima Diana Binti Daniel sebagai istriku”.

Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal “SAH” atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin. Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai “Pembatalan Wudhu”.Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

E.       TUJUAN PERNIKAHAN

1.       Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2.       Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

3.       Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

4.       Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

5.       Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]

F.       PEMILIHAN CALON SUAMI/ISTRI
1.      Ciri-ciri bakal suami
beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t
bertanggungjawab terhadap semua benda
memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang benar
tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya
rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal untuk kebahagiaan keluarga.
2.       Ciri-ciri bakal istri

 Wanita itu shalihah
      Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.
         Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
         Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
         Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga harta suaminya,
         Menjaga shalat yang lima waktu,
         Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
         Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah.
         Berakhlak mulia,
         Selalu menjaga lisannya,
         Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang ke-tiganya adalah syaitan,
         Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
         Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
         Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ؟
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”

3.       Perempuan yang Haram dinikahi
Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi, “Diharamkan kepada kamu menikahi ibumu, anakmu, saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara perempuan bagi saudara perempuan.”:
Ibu
Nenek dari ibu maupun bapak
Anak perempuan & keturunannya
Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, uaitu semua anak saudara perempuan
Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
Ibu susuan
Nenek dari saudara ibu susuan
Saudara perempuan susuan
Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan
Perempuan muhrim bagi laki-laki karena persemendaan ialah:
Ibu mertua
Ibu tiri
Nenek tiri
Menantu perempuan
Anak tiri perempuan dan keturunannya
Adik ipar perempuan dan keturunannya
Sepupu dari saudara istri
Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya

G.     THALAK (PERCERAIAN)
Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.
Hukum talak
Hukum
Penjelasan

Wajib
a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami

Haram
a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

Sunat
a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya

Makruh
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama

Harus
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

Rukun talak
Perkara
Syarat

Suami
Berakal
Baligh
Dengan kerelaan sendiri

Isteri
Akad nikah sah
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

Lafaz
Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
Dengan sengaja dan bukan paksaaan

Contoh lafaz talak

1.    Talak sarih
Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak” atau “Saya ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan sebagainya.

2.    Talak kinayah
Lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke rumah mak awak” atau “Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak” dan sebagainya. Namun, lafaz kinayah memerlukan niat suaminya iaitu jika berniat talak, maka jatuhlah talak tetapi jika tidak berniat talak, maka tidak berlaku talak.

JENIS TALAK

1.  Talak raj’i
Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

2.       Talak bain
Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.

3.       Talak sunni
Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya ketika dalam tempoh suci

4.       Talak bid’i
Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang disetubuhinya.

5.       Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak. Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila isterinya keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara automatik.
FASAKH
Arti fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula, pembatalan nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya, perkahwinan suami isteri yang difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya tidak mempu memberi nafkah kepada isterinya. Fasakh tidak boleh mengurangkan bilangan talaknya.
Cara melakukan fasakh
Jika suami atau isteri mempunyai sebab yang megharuskan fasakh
Membuat aduan kepada pihak kadi supaya membatalkan perkahwinan mereka
Jika dapat dibuktikan pengaduan yang diberikan adalah betul, pihak kadi boleh mengambil tindakan membatalkannya
Pembatalan perkahwinan dengan cara fasakh tidak boleh dirujuk kembali melainkan dengan akad nikah yang baru.

KHULUK
Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan menggunakan lafaz talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya daripada ikatan perkahwinan mereka jika ia tidak berpuas hati atau lain-lain sebab. Pihak isteri hendaklah membayar sejumlah wang atau harta yang dipersetujui bersama dengan suaminya, maka suaminya hendaklah menceraikan isterinya dngan jumlah atau harta yang ditentukan.
Tujuan khuluk
Memelihara hak wanita
Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan mahkamah.
RUJUK
Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut syarak, ia membawa maksud suami kembali semula kepada isterinya yang diceraikan dengan ikatan pernikahan asal (dalam masa idah) dengan lafaz rujuk.

Hukum rujuk
Hukum
Penjelasan

Wajib
Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum menyempurnakan gilirannya dari isteri-isterinya yang lain

Haram
Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti atau memudaratkan isterinya itu

Makruh
Apabila penceraian lebih baik antara suami dan isteri

Harus
Sekirannya rujuk boleh membawa kebaikan bersama

Rukun rujuk
Perkara
Syarat

Suami
Berakal
Baligh
Dengan kerelaan sendiri

Isteri
Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i
Bukan dengan talak tiga
Bukan cerai secara khuluk
Masih dalam idah

Lafaz
Ucapan yang jelas menyatakan rujuk
Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan
Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat
Dengan sengaja dan bukan paksaan

Contoh lafaz rujuk
1.    Lafaz sarih
Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak kembali” atau “Saya kembali semula awak sebagai isteri saya.”
2.    Lafaz kinayah
Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula” atau “Saya pegang awak Semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk merujuk kerana jika dengan niat rujuk, makajadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk, maka tidak sahlah rujuknya.

H.     IDDAH

Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan suaminya, baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya meninggal dunia yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain. Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah mengadakan perceraian, masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban antara keduanya.Lamanya masa iddah bagi perempuan adalah sebagai berikut:
a.       Perempuan yang masih mengalami haid secara normal, iddahnya tiga kali suci
b.      Perempuan yang tidak mengalami lagi haid (menopause) atau belum mengalami sama sekali, iddahnya tiga bulan
c.       Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh hari
d.      Perempuan yang sedang hamil, iddahnya sampai melahirkan

BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya  sehingga  menimbulkan  kewajiban dan  hak  di  antara  keduanya melalui  kata-kata  secara  lisan, sesuai  dengan  peraturan-peraturan  yang  diwajibkan  secara  Islam. Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.
Hadis lain Rasulullah Bersabda:
“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan, Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga.  Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi kaum perempuan.

B.    KRITIK DAN SARAN

Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini pasti ada kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan Islam. Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan, materi, maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

http://syahadat.blogspot.com/2011/03/hukumpernikahan.htmp
Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian Putih,2006
Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011
http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp
http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah
http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79
Suhaimi.Diktat Pendidikan Agama Islam. Banda Aceh: Unsyiah,2013
Nurcahya. Pernikahan secara Umum. Bandung: Husaini Bandung,1999
Ais, Chatamarrasjid,dkk. Proses Pernikahan.Solo: PT. Anugerah,2000
http://Islamiyah.blogspot.com/2010/02/syaratpernikahanIslam/index.phpm?=posting.htmp
http://munakahat.blogspot.com/2010.htmp

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *