PENGERTIAN SEJARAH KEMUNCULAN DAN DALIL AJARAN AKHLAK TASAWUF

20 Lihat

MAKALAH
PENGERTIAN SEJARAH KEMUNCULAN DAN DALIL
AJARAN AKHLAK TASAWUF
Diajukan guna memenuhi tugas pada mata kuliah
Akidah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu:
Satrio
Disusun oleh:
Shifa Marwah Mu’afa (24882043252)
Addina Silmi Khairun Nisa (24882043259)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
STAIN SULTAN ABDURRAHMAN
KEPULAUAN RIAU 2025
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pengertian Sejarah
Kemunculan dan Dalil Ajaran Akhlak Tasawuf” .
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kami dalam mata kuliah Akidah
Akhlak Tasawuf dengan dosen pengampu oleh Satrio Semoga dengan tersusunnya makalah ini
bisa menjadi berguna bagi saya dalam memenuhi salah satu syarat tugas di perkuliahan.
Makalah ini diharapkan bisa bermanfaat dengan efisien dalam proses perkuliahan.
Dalam menyusun makalah ini saya berusaha dengan segenap kemampuan untuk membuat
makalah yang sebaik-baiknya. Sebagai pemula tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam makalah ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar
makalah ini bisa menjadi lebih baik.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tanjungpinang, 19 Februari 2025
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………….3
BABI……………………………………………………………………………………………………………………4
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………..4
A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………………………………………4
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………………..4
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH ………………………………………………………………4
BABII…………………………………………………………………………………………………………………..5
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………….5
A.
PENGERTIAN TASAWUF…………………………………………………………………………..5
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF …………………………………………………..6
C.
DALIL TENTANG TASAWUF …………………………………………………………………….8
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………12
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ajaran tasawuf dalam dunia Islam dipelajari sebagai ilmu, yang mana dipelajarinya ilmu
ini sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Manusia pada dasarnya adalah suci, maka
kegiatan yang dilakukan oleh sebagian manusia untuk mensucikan diri merupakan naluri
manusia. Usaha yang mengarahkan seorang hamba kepada pensucian jiwa terhadapnya
diterapkan dalam kehidupan tasawuf.
Ajaran tasawuf ialah salah satu ilmu yang cukup populer didengar bahkan oleh para orang
awam sekalipun. Namun pada umumnya ajaran tasawuf ini kurang dipahami oleh kalangan
orang-orang awam, sehingga tidak banyak yang mengamalkan ajaran ini. Maka pada makalah
ini, penulis akan memaparkan mulai dari pengertian tasawuf, sejarah kemunculan tasawuf, serta
dalil mengenai tasawuf. Yang mana penulis harapkan dengan membaca makalah ini maka
pembaca akan memahami serta mampu mengamalkan ajaran tasawuf ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah yang dimaksud dengan ajaran Tasawuf?
Bagaimana sejarah kemunculan serta periodesasi ajaran Tasawuf?
Bagaimana penjelasan dalil yang menunjukkan adanya ajaran Tasawuf dalam Islam?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ajaran Tasawuf.
Untuk mengetahui beberapa teori sejarah kemunculan serta periodesasi ajaran Tasawuf.
Untuk mengetahui dalil tentang Tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TASAWUF
Istilah tasawuf secara etimologi berasal dari bahasa Arab dari kata ” tashowwafa –
yatashowwafu – tashowwuf” mengandung makna berbulu yang banyak, yakni menjadi seorang
su` atau menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya terbuat dari bulu domba atau wol, walaupun
pada prakteknya tidak semua ahli su` pakaiannya menggunakan wol. Menurut sebagian pendapat
menyatakan bahwa para su` diberi nama su` karena kesucian (shafa) hati mereka dan kebersihan
tindakan mereka. Di sisi yang lain menyebutkan bahwa seseorang disebut su` karena mereka
berada dibaris terdepan (shaff) di hadapan Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka
kepada-Nya. Bahkan ada juga yang mengambil dari istilah ashhab al Shuffah, yaitu para sahabat
Nabi صلى الله عليه وسلم yang tinggal di kamar atau serambi-serambi masjid (mereka meninggalkan dunia dan
rumah mereka untuk berkonsentrasi beribadah dan dekat dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم).
Selanjutnya, definisi tasawuf secara terminologi setidaknya terdapat 11 (sebelas) definisi
tasawuf yang dimunculkan oleh para praktisi tasawuf. Dari kesebelas de`nisi tersebut dapat
diambil pemahaman bahwa tasawuf adalah:
1. akhlak mulia dan muraqabah kepada Tuhan (Ihsan)
2. cinta dan kasih sayang (Mahabbah) kepada Tuhan
3. inti atau akar agama guna mencapai kedamaian hati
4. mengkonsentrasikan pikiran kepada Allah atau penyatuan
5. kontemplasi yang bertualang menuju tahta ketuhanan
6. penjagaan seseorang terhadap imajinasi dan perkiraan guna mendapatkan keyakinan atau
kepastian
7. penyerahan jiwa kepada Tuhan
8. jalan iman dan penegasan persatuan kepada Tuhan.
9. jalan yang halus dan diterangi untuk menuju surga yang paling mulia.
10. jalan untuk menemukan rasa agama.
11. syari’at
Adapun pendapat Ibrahim Hilal bahwa tasawuf pada umumnya bermakna menempuh
kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan dunia, rela hidup dalam keprihatinan,
melakukan berbagai jenis amalan ibadah, melaparkan diri, mengerjakan shalat malam, dan
melakukan berbagai jenis wirid sampai `sik atau dimensi jasmani seseorang menjadi lemah dan dimensi jiwa atau rohani menjadi kuat.
Berdasarkan de`nisi di atas, dapat diambil kesimpulkan bahwa pengertian tasawuf adalah
suatu metode yang dilakukan guna mencapai pendekatan atau penyatuan antara seorang hamba
dan Tuhannya, yaitu dengan menjauhkan diri dari pengaruh kehidupan dunia yang melalaikan
dan kemudian perhatiannya hanya ditujuan kepada Allah SWT.
B. SEJARAH PERKEMBANGANt TASAWUF
Perkembangan tasawuf dalam Islam telah mengalami beberapa fase, yaitu:
1. Pada abad pertama dan kedua hijriah, yaitu fase asketisme (zuhud). Sikap ini banyak
dipandang sebagai pengantar kemunculan tasawuf. Pada fase ini terdapat individu-individu
dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah dan tidak mementingkan
makanan, pakaian, maupun tempat tinggal.
Tahap pertama, tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian yang masih sangat sederhana.Yaitu, ketika pada abad ke-1 dan ke-2 H, sekelompok kaum Muslim memusnahkan perhatian
memprioritaskan hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan
akhirat Mereka adalah, antara lain: Al-hasan Al-Basri dan Rabi`ah Al-Adawwiyah kehidupan
“model” zuhud kemudian berkembang pada abad ke-3 H ketika kaum sufi mulai
memperhatikan aspek-aspek teoritis psikologis dalam rangka pembentukan prilaku hingga
tasawuf menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pembahasan luas dalam bidang akhlak
mendorong lahirnya pendalaman studi psikologis dan gejala-gejala kejiwaan yang lahir
selanjutnya terlibat dalam masalah-masalah ini berkaitan langsung dengan pembahasan
mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT. Sehingga lahir konsepsi-konsepsi seperti
Fana`, terutama Abu Yazid Al-Busthami.
Dengan demikian, suatu ilmu khusus telah berkembang dikalangan kaum sufi, yang berbeda
dengan ilmu fiqh, baik dari segi objek, metodologi, tujuan, maupun istilah-istilah keilmuan
yang digunakan. Lahir pula tulisan-tulisan antara lain : Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya
Khusairi dan `Awarif Al-Ma`arif karya Al- Suhrawardi Al-baghdadi. Tasawuf kemudian
menjadi sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan ibadah-ibadah praktis.
2. Pada abad ketiga hijriah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan jiwa dan tingkah laku tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau
ilmu akhlak keagamaan. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak (berkembang ± satu
abad). Pada abada ketiga hijriah, muncul jenis – jenis tasawuf lain yang lebih menonjolkan pemikiran yang eksekutif yang diwakili oleh AL-Hallaj yang kemudian dihukum mati karena
menyatakan pendapatnya mengenai hulul (pada 309 H). Boleh jadi Al-Hallaj mengalami
peristiwa naas seperti ini karena paham hululnya ketika itu sangat kontraversional dengan
kenyataan di masyarakat yang tengah mengandrungi tasawuf akhlaqi. Dari sisi lain, pada abad
ke-3 dan ke-4 muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti Al-Juanid dan Sari Al-Saqathi serta AlKharraz yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para murid dalam sebuah
bentuk jamaah. Untuk pertama kali dalam islam terbentuk tarekat yang kala itu merupakan
semacam lembaga pendidikan yang memberikan berbagai pengajaran teori dan praktik
kehidupan sufisfik, kepada para murid dan orang- orang yang berhasrat memasuki dunia
tasawuf. Demikian juga ajaran tasawuf al-Suhrawardi, pendiri 6 mazhab isyraqiyyah yang
memaklumkan dirinya sebagai seorang nabi yang menerima limpahan nur Illahi dan berakhir
dengan fatwa ulama bahwa dia adalah seorang kafir yang halal darahnya. Lalu dia digantung
di Aleppo pada tahun 587 H dalam usia 38 Tahun. Demikian pula halnya dengan Ibn Sab`in
yang telah mengambil jalan pintas dengan membunuh diri karena serangan para ulama yang
sangat gencar terhadap ajaran tasawuf yang diajarinya. Tidak sedikit pila para ulama yang
membantah ajaran tasawuf Ibn Arabi yang mengajar paham pantheisme bahwa Tuhan dan
alam merupakan suatu kesatuan yang dipisahkan. Perbedaannya hanya pada nama, sedangkan
pada hakikat adalah satu.
Dengan banyaknya ajaran yang menyimpang dari syari`at, maka ilmu tasawuf pada akhirnya
mengalami kemunduran yang luar biasa sehingga berakhir dengan kehilangan peranannya
dalam ilmu-ilmu Islam dan telah berubah wujudnya dalam bentuk pengalaman tarikat yang
tidak membawa sesuatu yang baru dalam ajaran kerohanian Islam selain dari pengagungan
para guru atau mursyid serta warisan ajaran yang mereka terima.
3. Pada abad ke-5 H Imam Al-Ghazali tampil menentang jenis-jenis tasawuf yang dianggapnya
tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah dalam sebuah upaya menegmbalikan tasawuf
kepada status semula sebagai jalan hidup zuhud, pendidikan jiwa pembentukan moral.
Pemikiran- pemikiran yang diperkenalkan Al-Ghazali dalam bidang tasawuf dan makrifat
sedemikian mendalam dan belum pernah dikenal sebelumya. Dia mengajukan kritik-kritik
tajam terhadap berbagai aliran filsafat, pemikiran-pemikiran Mu`tazilah dan kepercayaan
bathiniyah untuk menancapkan dasar-dasar yang kukuh bagi tasawuf yang lebih Moderat dan
sesuai dengan garis pemikiran teologis Ahl Al-Sunnah wal Jama`ah.
Dalam orientasi umum dan rincian-rinciannya yang dikembangkannya berbeda dengan
konsepsi disebut tasawuf Sunni. Al Ghazali menegaskan dalam Al-Munqidz min Al-Dhalal,
sebagai berikut: pertama, Sejak tampilnya Al-Ghazali ,pengaruh tasawuf Sunni mulai menyebar di Dunia Islam. Bahkan muncul tokoh-tokoh Sufi terkemuka yang membentuk
tarekat untuk mendidik para murid, seperti Syaikh Akhmad Al-Rifa`I dan Syaikh Abd. AlQadir Al-jailani yang sangat terpengaruh oleh garis tasawuf Al Ghazali pilihan yang sama
dilakukan generasi berikut, antara lain yang paling menonjol adalah, Syaikh Abu Al-Hasan
Al-Syadzili dan muridnya, Abu Al Abbas Al-Mursi, serta Ibn Atha`illah Al-sakandari. model
tasawuf yang mereka kembangkan ini adalah kesinambungan tasawuf Al-Ghazali; Kedua,
Pada abad ke enam hijriah , sebagai akibat pengaruh kepribadian Al Ghazali yang begitu besar,
pengaruh tasawuf sunni semakin meluas ke seluruh pelosok dunia.Pada abad ke enam
Hijriah,muncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat,
dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah . diantara mereka terdapat Syukhrawardi
AL-Maqtul, syeikh Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi dan sebagainya.
C. DALIL TENTANG TASAWUF
Pada hakikatnya, seorang ahli Tasawuf Islami itu akan tunduk pada agamanya,
melaksanakan ibadah-ibadah yang diperintahkan, iman itu diyakininya dalam hati, menghadap
selalu pada Allah memikirkan selalu sifat dan tanda-tanda kekuasaan Allah. Imam Sahal Tusturi
seorang ahli tasawuf telah mengemukakan tentang prinsip tasawuf ada enam macam:
1.Berpedoman kepada kitab Allah (Al-Qur’an)
2.Mengikuti Sunnah Rasulullah (Hadits).
3.Makan makanan yang halal.
4.Tidak menyakiti manusia (termasuk binatang).
5.Menjauhkan diri dari dosa.
6.Melaksanakan ketetapan hukum (yaitu segala peraturan agama Islam).
Kaum sufi berusaha untuk senantiasa taqarrub (dekat) kepada Allah, hal ini sebetulnya di
dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukan bahwa manusia dekat sekali dengan
Tuhan, diantaranya
“Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang diri-Ku, maka sesungguhnya
Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.
Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada Ku agar mereka
memperoleh kebenaran.”
Kaitannya dengan ayat di atas, Tuhan mengatakan bahwa Ia dekat pada manusia dan
mengabulkan permintaan orang yang meminta. Oleh kaum su` do’a disini diartikan berseru, yaitu Tuhan mengabulkan seruan orang yang ingin dekat pada-Nya Dan milik Allah timur dan barat, kemana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah.
Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”
Berdasarkan ayat tersebut, kemana saja manusia menghadap, manusia akan berjumpa
dengan Tuhan. Demikianlah dekatnya manusia kepada Tuhan. Ayat berikut dengan lebih tegas
mengatakan betapa dekatnya manusia kepada Tuhan.
“Dan sungguh, telah Kami ciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Ayat ini mengandung arti bahwa Tuhan ada di dalam, bukan di luar diri manusia.Faham
sama diberikan ayat berikut:
“Bukanlah kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah-lah yang membunuh mereka, dan
bukanlah engkau yang melontar ketika engkau melontar, tetapi Allah-lah yang melontar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orangorang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui”
Dapat diartikan berdasarkan dari ayat tersebut bahwa Tuhan dengan manusia sebenarnya satu.
Dapat diartikan bahawa perbuatan manusia itu merupakan perbuatan Tuhan.
Adapun ajaran-ajaran dalam penerapan ilmu tasawuf meliputi khauf, raja’, taubat, zuhud,
tawakal, syukur, sabar, ridha, fana, cinta, rindu, ikhlas, ketenangan dan sebagainya secara jelas
diterangkan dalam Al-Qur’an. Antara lain tentang mahabbah (cinta) terdapat dalam surat AlMaidah ayat 54, tentang taubat terdapat dalam surat At Tahrim ayat 8, tentang tawakal terdapat
dalam surat At-Thalaq ayat 3, tentang syukur terdapat dalam surat Ibrahim ayat 7, tentang sabar
terdapat dalam surat Al-Mukmin ayat 55, tentang ridha terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 119,
dan sebagainya.
Bukan ayat-ayat Al-Qur’an saja tetapi juga terdapat Hadits yang mengabarkan tentang
adanya ajaran tasawuf dalam syari’at.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA berkata: Suatu ketika kami (para sahabat) duduk
di dekat Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang
sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan, dan tak
ada seorang pun di antara kami mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya
disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi,
kemudian ia berkata: “Wahai Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah صلى الله عليه وسلم
menjawab “Islam adalah engkau bersaksi tiada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan
Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan
zakat; berpuasa di bulan Ramadhan; dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukan,” lelaki itu berkata, “Engkau benar”, maka kami heran, ia yang bertanya ia
pula yang membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, “Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; para Rasul-Nya;
hari akhir; dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk”, ia berkata, “Engkau
benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan.” Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab,
“Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau
tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu berkata lagi: “Beritahukan
kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tau daripada
yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!” Nabi صلى الله عليه وسلم
menjawab, “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang
bertelanjang kaki, tanpa memakai baju serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam
mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.” Kemudian lelaki tersebut segera pergi.
Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku: “Wahai Umar! Tahukah engkau, siapa yang
bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,” Beliau bersabda, “Dia
adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” (HR. Muslim, no.8)
Sebagaimana yang telah dinyatakan dalam Hadits diatas yang menerangkan tentang
Islam, Iman, dan Ihsan. Tasawuf merupakan perwujudan dari salah satu ketiga pilar syari’at
tersebut, yakni Ihsan. Jadi, tasawuf adalah bagian dari syari’at, atau dengan kata lain bahwa
syari’at Islam juga memuat ajaran tentang tasawuf. Dengan dasar pemikiran ini, maka tasawuf
atau kajian atasnya merupakan hal yang benar, sebab hal tersebut dalam syari’at menduduki porsi
dan posisi yang sama dengan kedua pilar Islam lainnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari makalah di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tasawuf adalah upaya atau jalan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui proses dan cara tertentu agar mendapatkan
kebahagian batin sehingga menghiasi diri dengan akhlakul karimah. Adapun orang yang
bertasawuf disebut sufi.
Mempelajari tasawuf memiliki banyak manfaat diantaranya di zaman sekarang, yang mana
teknologi serba canggih dan materi yang melimpah ternyata justru membuat manusia mengalami
penurunan spiritualisme dan lebih mementingkan dunia. Tasawuf dapat menyejukan hati,
menentramkan jiwa dan menemukan makna hidup yang sesungguhnya ditengah kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Badrudin. 2015. Pengantar Ilmu Tasawuf. Serang: A-Empat.
Bakhtiar, Nurhasanah, dan Marwan. 2017. Metodologi Studi Islam, Pekanbaru: Cahaya
Firdaus.
Fauqi H, Muhammad. (2013). Tasawuf Islam dan Akhlak.
Ha`un, Muhammad. 2012. “Teori Asal Usul Tasawuf”. Jurnal Dakwah, XIII (2).
Jakarta : Amzah. Mubarok, Achmad. (2001). Psikologi Qur’ani.
Jakarta : Pustaka Firdaus.
Mashar, Aly. 2015. “TASAWUF : Sejarah, Madzhab, dan Inti iniAjarannya”. Jurnal Pemikiran
Islam dan Filsafat, XII (1).
Munir Amin, Samsul. (2015). Ilmu Tasawuf. Jakarta. Amzah.
Ni’am, Syamsun. (2014). Pengantar Belajar Tasawuf. Jakarta : Ar-ruz Media.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *