MAKALAH AKHLAK TASAWUF
“Ajaran Tasawuf Pengertian Dan Sejarah Kemunculannya”
Dosen Pengampu : Satrio, M. A
Disusun Oleh:
KELOMPOK 5
- Said Muhammad Khairunas NIM 201424
- Tanding Dwi Kartika NIM 201494
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini dapat selesai tepar waktu. Shalawat beserta salam tidak lupa kita hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Salallahu’alaihiwasalam.
Penulis juga mengucapkan ribuan terimakasih kepada Bapak Satrio, MA. selaku dosen pengampu mata kuliah akhlak tasawuf, yang mana telah memberikan tugas ini kepada penulis sehingga ilmu yang penulis dapatkan semakin bertambah dan terimakasih pula untuk Bapak atas bimbingannya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca terutama penulis pribadi. Namun, terlepas dari itu penulis memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan di dalamnya. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, atas segala kekurangan yang ada penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Sekian dan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Tanjungpinang, 26 Februari 2021
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an dan hadits bukan merupakan sebuah aturan-aturan kaku yang membatasi ruang gerak manusia. Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber nilai dan panduan hidup yang menggiring manusia menuju ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan. Dalam kaitannya dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia, mengisyaratkan bahwa jiwa manusia pada dasarnya mempunyai potensi kefasikan dan kejahatan (fujur), dan potensi kebajikan (taqwa) yang dalam kehidupan sehari-hari kedua potensi ini saling tarik-menarik dan terhubung.
Ajaran tasawuf dalam dunia Islam dipelajari sebagai ilmu, yang mana dipelajarinya ilmu ini sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran tasawuf bertumpu pada Al-Qur’an dan hadits. Dari berbagai pandangan para ulama tentang asal usul kata tasawuf dan para ulama menngambil kesimpulan bahwa pengertian tasawuf adalah kesadaaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada amal shalih dan kegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari keduniaan dalam rangka pendekatan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan yang berhubungan erat dengan-Nya.
Ajaran Tasawuf merupakan peluang batin yang penuh keasyikan dan syarat dengan pesan-pesan spiritual yang dapat menentramkan batin manusia. Sebagai suatu sistem penghayatan keagamaan yang bersifat esoteric. Tasawuf sudah berkembang menjadi wacana kajian akademik yang senantiasa actual secara konstektual dalam setiap kajian pemikiran Islam. Apalagi di tengah-tengah situasi masyarakat yang cenderung mengarah kepada dekadensi moral, yang imbasnya mulai terasa dalam kehidupan secara langsung, masalah tasawuf mulai mendapat perhatian dan dituntut peranna secara aktif mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, tasawuf secara universal menepati posisi substansi dalam kehidupan manusia.
Ajaran tasawuf menjadi salah satu ilmu yang cukup populer didengar bahkan oleh para orang awam sekalipun. Namun pada umumnya ajaran tasawuf ini kurang dipahami oleh kalangan orang-orang awam, sehingga tidak banyak yang mengamalkan ajaran ini. Padahal Ilmu Tasawuf telah tumbuh dan berkembang sejak lama, tepatnya sejak zamannya Nabi Muhammad Saw. Ilmu Tasawuf memiliki banyak manfaat, salah satunya dapat menjadi alat untuk menghadapi kehidupan ini. Dengan tasawuf, orang-orang besar Islam seperti Diponegoro, Imam Bonjol, dan Cik Di Tiro menentang penjajahan. Dengan tasawuf, Amir Abdul Kadir al-Jazairi berani melawan Prancis. Maka pada makalah ini, penulis akan memaparkan mulai dari pengertian tasawuf, sejarah kemunculan tasawuf. Yang mana penulis harapkan dengan membaca makalah ini maka pembaca akan memahami serta mampu mengamalkan ajaran tasawuf ini.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan ajaran tasawuf?
- Bagaimana sejarah kemunculan ajaran tasawuf dan periodesasi ajaran tasawuf?
C. Tujuan
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ajaran tasawuf
- Untuk mengetahui teori terkait sejarah kemunculan ajaran tasawuf dan periodesasinya
- Dan untuk lebih mengenal tentang ilmu tasawuf dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. melalui penyucian diri dan perbuatan-perbuatan (amaliyah) Islam. Karena pada hakikatnya tujuan dari tasawuf sendiri adalah ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas.
D. Manfaat
Dengan adanya bantuan Tasawuf , maka ilmu pengetahuan satu dengan yang lainnya tidak akan bertabrakan, karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan . Juga Untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari denganTuhan, sehingga seseorang merasa berada di hadirat-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
E. Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari islam. Spiritualis ini dapat mengambil bentuk yang beraneka di dalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia, Tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya, dalam kaitannya dalam kehidupan ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fan, sedangkan kaitannya dalam pehaman keagamaan, ia lebih menekankan aspek esoterik ketimbang eksoterik, lebih menekankan penafsiran batini ketimbang penfasiran lahiriyah.
Al- Tasawuf atau sufisme adalah suatu cabang keilmuan dalam islam, atau secara keilmuan merupakan hasil peradaban islam yang lahir kemudian setelah rasulullah wafat. Annemarie schimmel menjelaskanubahwa istilah Tasawuf baru terdengar pada pertengahan abad ke-2 hijriah dan menurutu nicholson dalam bukunya the mystics of islam, pada pertengahan abad ke 3 hijriah.
Tasawuf merupakan jalan menuju kedekatan diri kepada Allah Swt. dengan cara melepaskan diri dari segala sesuatu yang rendah, hina dan berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah Saw. Abdul Hakim Hassin dalam kitabnya yang berjudul AL-Tashawwuf fi al-Syi’ri ‘l-Arabi yang dikutip Simuh (Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam), menerangkan bahwa, Tasawuf adalah proses pemikiran dan perasaan yang menurut tabiatnya sulit didefinisikan. Tasawuf tampak merupakan upaya akal manusia untuk memahami hakikat segala sesuatu, dan untuk menikmati hubungan dengan Allah SWT.
Adapun aspek pertama dari upaya ini adalah segi falsafi daripada tasawuf; sedangkan aspek kedua adalah segi agamis. Kegiatan pertama bersifat pemikiran dan renungan; sedangkan kegiatan kedua amali. Dan segi amali daripada tasawuf muncul terlebih dahulu daripada segi falsafinya. Para sufi itu memulai kegiatannya selamanya dari mujahadah dan riyalat, bukan dengan merenung dan berpikir.
Oleh karena itu, “hati” lebih penting dari pada akal bagi para sufi; bahkan hati itu bagi para sufi adalah segalanya, karenanya hati mereka pandang sebagai ‘singgasana’ bagi Allah SWT.
Tasawuf secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan. Beberapa pendapat terkait asal kata tasawuf antara lain:
- Tasawuf berasal dari kata shuf (yang artinya bulu domba), maksudnya adalah bahwa para penganut tasawuf ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia serta menjauhi pakaian sutra dan memakai kain dari bulu domba yang kasar atau yang disebut dengan kain wol kasar (pada waktu itu memakai wol kasar adalah simbol kesederhanaan).
- Tasawuf berasal dari kata shaff (yaitu barisan), makna shaff ini dinisbahkan kepada para jama’ah yang selalu berada pada barisan terdepan ketika sholat, sebagaimana sholat yang berada di barisan pertama maka akan mendapat kemuliaan dan pahala dari Allah SWT.
- Tasawuf berasal dari kata shafa (yaitu jernih, bersih atau suci), makna tersebut sebagai nama mereka yang memiliki hati yang bersih atau suci. Maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya di hadapan Allah SWT melalui latihan kerohanian yang amat dalam yaitu dengan melatih dirinya untuk menjauhi segala sifat dan sikap yang kotor sehingga mencapai pada kebersihan dan kesucian pada hatinya.
- Tasawuf berasal dari kata shuffah (yaitu serambi Masjid Nabawi yang ditempati sebagian sahabat Rasulullah). Makna tersebut dilator belakangi oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud dan konsentrasi beribadah kepada Allah SWT serta menimba ilmu bersama Rasulullah yang menghuni serambi Masjid Nabawi.
Selanjutnya, pengertian tasawuf secara termonologi dari para ahli sufi juga terdapat varian-varian yang berbeda. Hal ini dapat dijelaskan dari berbagai pandangan sufi berikut:
- Menurut Imam Junaid, tasawuf memiliki definisi sebagai mengambil sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah atau buruk.
- Menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili, ia mendefinisikan tasawud sebagai proses praktek dan latihan diri melalui cinta yang mendalam untuk beribadah dan mengembalikan diri ke jalan Tuhan.
- Menurut Sahal Al-Tustury, ia mendefinisikan tasawuf sebagai terputusnya hubungan dengan manusia dan memandang emas dan kerikil. Hal ini tentu ditunjukkan untuk terus-menerus berhubungan dan membangun kecintaan mendalam pada Allah SWT.
- Menurut Syeikh Ahmad Zorruq, tasawuf adalah ilmu yang dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata untuk Allah dengan menggunakan pengetahuan yang ada tentang jalan islam. Pengetahuan ini dikhususkan pada pengetahuan fiqh dan yang memiliki kaitan untuk memperbaiki amalan dan menjaganya sesuai dengan batasan syariah Islam. Hal ini ditujukan agar kebijaksanaan menjadi hal yang nyata.
Jadi, dari pengertian tasawuf secara etimologi dan terminologi dapat diambil kesimpulan bahwa tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan, memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini dilakukan untuk melakukan pendekatan atau taqarub kepada Allah dan dengannya segala hidup dan fokus yang dilakukan hanya untuk Allah semata.
Oleh karna itu, untuk memudahkan menemukan pengertian tentang Tasawuf, kiranya cara yang dapat di tempuh oleh Ibrahim Basyuni di pandang lebih mudah di pahami. Ibrahim Basyuni terlebih dahulu mengkategorikan definisi- definisi Tasawuf yang banyak itu berdasarkan 3 sudut pandang yaitu :
- Pendefenisian Tasawuf Dari Sudut Bidayah
Pendefenisian dari sudut bidayah maksudnya adalah perasaan manusia dengan fitrahnya bahwa tidak semua yang ada ini dapat menguasai dirinya. Di balik semua ini ada hakikat agung yang memelihara rohnyya, menenagkan jiwanya sehingga berusaha dengan sungguh – sungguh mendekati zat yang agung itu, menyerupai dan berhadapan dengannya.
- Pendefinisian dari segi jahidah (kesungguhan)
Definisi Tasawuf dari sudut kesungguhan ini telah di mulai dengan pendekatan amaliyah yaitu dengan merendahkan diri dan pengamalan agama dan pengenalan semua fahilah – fadhilahnya. Diantara definisi Tasawuf dari sudut jahidah in diantaranya sebagai berikut :
- Abu Muhammad Al- Jari mengatakan : Tasawuf adalah memasuki semua akhlak sunni dan keluar dari semua akhlak yang rendah.
- Al – Kanany mengatakan : Tasawuf adalah akhlak, maka apabila bertambah atas mu akhlak, maka bertambahlah atasmu kesucian.
- Al- nurry mengatakan : Tasawuf itu bukanlah lukisan atau ilmu, akan tetapi dia adalah akhlak.
- Sahl bin Abdullah mengatakan : Tasawuf adalah sedikit makan dan tekut menghadap allah dan lari dari manusia.
- Pendefenisian dari segi yang dirasakan
Bahwa Tasawuf adalah kesadaran fitrah yang dapat mengerahkan jiwa kepada kegiatan – kegiatan tertentu untuk mendapatkan suatu perasaan berhubungan dengan wujud tuhan yang mutlak.
Dari uraian – uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa Tasawuf adalah kehidupan kerohanian yang berusaha mendekatkan diri kepada tuhan dengan berbagai cara.
F. Sejarah Munculnya Tasawuf
Para penyebar agama Islam pada umumnya terdiri dari kalangan ulama’ sufi, maka dengan sendirinya ajaran yang di bawanya dipengaruhi oleh ilmu tasawuf. Dengan demikian, para Da’i Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan ajaran tarekatnya di berbagai daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tersebar berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan ajaran islam itu sendiri. Timbulnya tasawuf dalam islam tidak bisa dipisahkan dengan kelahiran islam itu sendiri, yaitu semenjak Muhammad diutus menjadi Rasul untuk segenap umat manusia dan alam semesta. Fakta sejarah menunjukan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahanuts dan khalawat di gua Hira’ disamping untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekkah yang sedang mabuk memperturutkan hawa nafsu keduniaan. Di sisi lain Muhammad juga berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan noda- noda yang menghinggapi masyarakat pada masa itu. Tahanuts dan khalawat yang dilakukan Muhammad SAW bertujuan untuk mencari ketenagan jiwa dan keberhasilan hati dalam menempuh liku- liku probelma kehidupan yang beraneka ragam , berusaha untuk memperoleh petunjuk dan hidayah serta mencari hakikat kebenaran , dalam situasi yang demikianlah Muhammad menerima Wahyu dari Allah SWT, yang berisi ajaran- ajaran dan peraturan- peraturan sebagai pedoman dalam mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.
Dalam sejarah islam sebelum munculnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud pada akhir abad ke I (permulaan abad ke II). Pada abad I Hijriyah lahirlah Hasan Basri seorang zahid pertama yang termashur dalam sejarah tasawuf. Beliau lahir di Mekkah tahun 642 M, dan meninggal di Basrah tahun 728M. ajaran Hasan Basri yang pertama adalah Khauf dan Rajah’ mempertebal takut dan harap kepada Tuhan, setelah itu muncul guru- guru yang lain, yang dinamakan qari’ , mengadakan gerakan pembaharuan hidup kerohanian di kalangan umat muslim. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada sejak itu, garis- garis mengenai tariq atau jalan beribadah sudah kelihatan disusun, dalam ajaran- ajaran yang dikemukakan disana sini sudah mulai mengurangi makna (ju’), menjauhkan diri dari keramaian dunia ( zuhud ).
- Masa Pembentukan
Pada masa awal Islam (Nabi SAW dan Khulafaur Rasyidin) istilah tasawuf belum dikenal. Meski demikian, bukan berarti praktek seperti puasa, zuhud, dan senadanya tidak ada. Hal ini dibuktikan dengan perilaku Abdullah bin Umar yang banyak melakukan puasa sepanjang hari dan shalat atau membaca al-Qur’an di malam harinya. Sahabat lain yang terkenal dengan hal itu antara lain Abu al-Darda, Abu Dzar al-Ghiffari, Bahlul bin Zaubaid, dan Kahmas al-Hilali. Adapun tokoh-tokoh sufi yaitu Hasan Bashri (642-728 M) dengan mengajarkan ajaran Khauf (takut) dan Raja’ (berharap), dan Rabi’ah Al-Adawiyah (w.801 M/185 H) ajaran cinta kepada Tuhan (Hubb al-Ilah).
- Masa Pengembangan
Masa pengembangan ini terjadi pada kurun antara abad ke-III dan ke-IV Hijriyah. Pada kurun ini muncul dua tokoh terkemuka, yakni Abu Yazid al-Bushthami (w.261 H) memunculkan ajaran Fana’ (leburnya perasaan), Liqa’ (bertemu dengan Allah SWT) dan Wahdat al-Wujud (kesatuan wujud atau bersatunya hamba dengan Allah Swt) dan Abu Mansur al-Hallaj (w.309 H) dengan memunculkan ajaran Hulul (inkarnasi Tuhan), Nur Muhammad dan Wahdat al-Adyan (kesatuan agama).
- Masa Konsolidasi
Masa yang berjalan mulai pada abad V Hijriyah ini merupakan konsolidasi yang ditandai dengan kompetisi dan pertarungan antar tasawuf falsafi dan tasawuf sunni. Adapun tokoh-tokoh pada masa ini antara lain Al-Qusyairi (376-465 H), Al-Harawi (w.396 H), dan Al-Ghazali (450-505 H).
- Masa Falsafi
Pada abad VI dan VII H ini muncul dua hal penting yakni; Pertama, kebangkitan kembali tasawuf semi-falsafi yang setelah bersinggungan dengan filsafat maka muncul menjadi tasawuf falsafi, dan kedua, munculnya orde-orde dalam tasawuf (thariqah). Tokoh-tokoh utama tasawuf falsafi antara lain ialah Ibnu ‘Arabi dengan Wahdat al-Wujud, Shuhrawardi dengan teori Isyraqiyyah, Ibnu Sabi’in dengan teori Ittihad, Ibnu Faridh dengan teori cinta, Fana’ dan Wahdat al-Syuhud.
- Masa Pemurnian
Ibn ‘Arabi, Ibn Faridh, dan ar-Rumi adalah masa keemasan gerakan tasawuf baik secara teoritis maupun praktis. Pengaruh dan praktek-praktek tasawuf tersebar luas melalui tarekat-tarekat. Bahkan para sultan dan pangeran tidak segan-segan lagi mengeluarkan perlindungan dan kesetiaan pribadi kepada mereka. Meski demikian, lama kelamaan timbul penyelewengan-penyelewengan dan skandal-skandal yang berakhir pada penghancuran citra baik tasawuf itu sendiri. Dengan fenomena di atas, muncullah Ibn Taimiyah yang dengan lantang menyerang ajaran-ajaran yang dia anggap menyeleweng tersebut. dia ingin mengembalikan kembali tasawuf kepada sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Abu al- Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud islam pada abad I dan II Hijriyah mempunyai karakter sebagai berikut:
- Menjaukan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nas agama , yang dilator belakangi oleh sosipolitik, coraknya bersifat sederhana, praktis (belum berwujud dalam sistematika dan teori tertentu), tujuannya untuk meningkatkan moral.
- Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip- prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Sementara sarana- saranapraktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun minum, banyak beribadah dan mengingat Allah SWT. Dan berlebih- lebihan dalam merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak Nya., dan berserah diri kepada Nya. Dengan demikian tasawuf pada masa itu mengarah pada tujuan moral.
- Motif zuhudnya ialah rasa takut yaitu rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh- sungguh. Sementara pada akhir abad II Hijriyah, ditangan Rabi’ah al- Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rasa takut trhadap adhab- Nya maupun harapan terhadap pahala Nya. Hal ini dicerminkan lewat penyucian diri dan abstraksinya dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan.
- Ahkir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnyadi Khurasan, dan Rabi’ah al- Adawiyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bias dipandang sebagai masa pendahuluan tasawuf, atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafati abad ke- III dan IV Hijriyah. Abu al- Wafa lebih sependapat kalau mereka dinamakan zahid, qari’, dan nasik (bukan sufi) (Abu alo- Wafa, 1970). Sejalan dengan pemikiran ini, sebelum Abu al- Wafa, al- Qusyairi tidak memasukkan Hasan al- Basri dan Rabi’ah al-Adawiyyah dalam deretan guru tasawuf.
Sedangkan zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang mendahului tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang terpenting bagi seorang calon sufi ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis menurut Prof. Dr. Amin Syukur, tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes[3]. Apabila tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu station (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari berkehendak terhadap hal – hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah. Berkaitan dengan ini al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah “berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir”.
Jadi, zuhud merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan dengan tasawuf sebagai seorang zahid yang menjauhkan diri dari kelezatan duniaserta mengingkarinya serta lebih mengutamakan kehidupan yang kekal dengan mendekatkan diri untuk supaya tercapai keridhoan dan makrifat perjumpaan dengan-Nya.
Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah swt., bukan tujuan tujuan hidup, dan di sadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat – sifat mazmumah (tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Zuhud disini mengandung makna tidak berbangga atas kemewahan dunia dan tidak membuat ingkar terhadap Allah SWT serta tetap berusaha bekerja. Hal ini hanyalah sebagai sarana ibadah meraih keridhoan-Nya, bukan sebagai tujuan akhir hidup.
Sifat zuhud inilah yang menjadi salah satu akibat suatu peristiwa dan lanjutan munculnya tasawuf, yaitu sebagai reaksi kaum muslimin terhadap sistem social politik dan ekonomi di kalangan islam sendiri. Ketika islam mulai tersebar ke berbagai penjuru dunia, setelah tempo sahabat (zaman tabiin abad ke I dan II) baik pada masa Kholifah maupun masa daulah-daulah setelahnya banyak terjadi pertikaian politik ataupun kemakmuran satu pihak, sudah mulai beubah kondisinya dari masa sebelumnya. Sehingga menimbulkan pula peperangan saudara antara Ali bin Abi Tholib dengan Mu’awiyah yang bermula fitnah pada Utsman bin Affan. Dengan adanya peristiwa tersebut membuat masyarakat dan ulama tidak ingin terlibat terhadap pergolakan yang ada serta tidak mau kemewahan dunia. Mereka lebih memilih untuk mengasingkan diri agar bisa mengembalikan kondisi lingkungan kehidupan islam seperti dahulu, yaitu seperti masa Nabi SAW, para sahabat serta para pengikutnya yang sesuai dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadist pada jalan yang benar menuju Rabb Yang Maha Esa.
Pada masa Bani Umayyah sistem pemerintahan berubah menjadi monarki sehingga bebas berbuat kezaliman (terlebih kepada lawan politiknya yaitu Syiah). Sampai terbunuhlah Husen bin Ali di Karbala dengan kekejaman Bani Umayah, sehingga penduduk Kufah menyesal mendukung pihak yang melawan Husein. Kemudian kelompok ini bernama Tawwabun yang dipimpin Mukhtar bin Ubaid as-Saqafi untuk membersihkan diri serta beribadah. Demikian pula dari segi social yang bermewah-mewahan jauh dari seperti zaman Nabi SAW. Kholifah Yazid yang dikenal pemabuk membuat kaum muslimin merasa berkewajiban menyeru hidup zuhud, sederhana, saleh dan tidak terjebak hawa nafsu seta kembali melirik pada kesederhanaan kehidupan Nabi SAW dan para sahabatbya. Saat itulah kehidupan zuhud menyebar luas di maaasyarakat pada abad-abad pertama dan kedua hijriyah dengan berbagai aliran, seperti: madinah, Bashrah, Kuffah, Mesir.
Ada tiga unsur dalam diri manusia yaitu: ruh, akal, dan jasad. Kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia memiliki unsur ruh ilahi. Ruh yang dinisbahkan kepada Allah. SWT. Ruh Ilahi inilah yang menjadikan manusia memiliki sisi kehidupan rohani yang dapat diistilahkan dengan makna tasawuf. Dimana kecondongan ini juga dimiliki oleh semua manusia dalam setiap agama. Karena perasaan itu merupakan fitrah manusia. Secara umum dapat juga kita ibaratkan makna tasawuf dengan filsafat kehidupan dan metode khusus sebagai jalan manusia untuk mencapai akhlak sempurna, menyingkap hakikat dan kebahagiaan jiwa.
Adapun inti dari tasawuf sendiri ialah tekun beribadah, menjauhi kemewahan dunia dan mengasingkan diri dari manusia untuk beribadah sebagaimana para sahabat dan ulama terdahulu melakukannya. Nabi SAW sendiri secara sufistic telah memiliki prilaku sufi sejak dalam kehidupannya, seperti dalam perilaku atau pribadi beliau, peristiwa dalam hidup, ibadah. Sebelum menjadi Rasul, beliau sering berkholwat di gua hira dengan berdzikir, bertafakur untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf merupakan jalan menuju kedekatan diri kepada Allah Swt. secara etimologi dan terminology tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan, memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Secara etimologis kata ini berasal dari bahasa arab, tasawwafa. Namun para ulama berbeda pendapat tentang asal usulnya (akar katanya ) tapi ada yang mengatakan dari kata “suf(bulu domba)”, “saf(barisan)”, “safy/saffa(jernih)” dan dari kata suffah (salah satu sudut masjid nabawi yang di tempati oleh sebgian sahabat nabi yang ikut berhijrah ke madinah). Pemikiran masing masing pihak itu di latar belakangi oleh obsesinya dan fenomena yang ada pada diri suffi.
Adapun inti dari tasawuf sendiri ialah tekun beribadah, menjauhi kemewahan dunia dan mengasingkan diri dari manusia untuk beribadah sebagaimana para sahabat dan ulama terdahulu melakukannya. Nabi SAW sendiri secara sufistic telah memiliki prilaku sufi sejak dalam kehidupannya, seperti dalam perilaku atau pribadi beliau, peristiwa dalam hidup, ibadah. Sebelum menjadi Rasul, beliau sering berkholwat di gua hira dengan berdzikir, bertafakur untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Untuk lebih jelas lagi seperti yang di uraikan di bawah ini:
- Zaman Nabi SAW tidak ada tasawuf, akan tetapi sikap perangainya serta dari para sahabat telah menunjukkan sifat tasawuf.
- Tasawuf muncul sebagai akibat dari ketidakselarasan kondisi social politik pada masa setelah sahabat yang jauh dari nilai-nilai seperti masa lalu untuk kembali ke jalan islam yang lurus dengan mendekatkan diri kepada-Nya.
- Lahirnya tasawuf didorong oleh beberapa faktor: (1) reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat, (2) perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio dan kering dari aspek moral-spiritual, (3) katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun teologis didominasi oleh nalar kekerasan, (4) perang politik yang saling mengorbankan satu dengan yang lain. Karena itu sebagian ulama memilih menarik diri dari pergulatan kepentingan yang mengatasnamakan agama dengan praktek-praktek yang berlumuran darah. Peri hidup Peri hidup Rasulullah dan sahabat-sahabatnya tidak didasarkan pada nilai-nilai material, nilai-nilai yang bersifat duniawi, misalnya mencari kekayaan pribadi, melainkan bertumpu pada nilai-nilai ibadah, mencari keridhaan Allah SWT. Akhlak mereka demikian tinggi, tunduk, patuh kepada Allah, tawadhu’ (merendah diri) dan sebagainya, bagaikan tanaman padi, kian berisi kian merunduk. Peri hidup Nabi dan para sahabatnya yang terpuji (akhlaqul karimah) tersebut antara lain:
- Hidup zuhud (tidak mementingkan keduniaan).
- Hidup qanaah (menerima apa adanya).
- Hidup taat (senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya).
- Hidup istiqamah (tetap beribadah).
- Hidup mahabbah (sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, melebihi cinta kepada dirinya dan makhluk lainnya).
- Hidup ubudiah (mengabdikan diri kepada Allah).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Pernulis berharap kita sebagai manusia bisa memperdalam ilmu agama dan taat pada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Abd-Hakim, al-Tasawuf fi Syi’r al-Arabi,Mesir,al-Anjalu al-Misriyyah, 1954.
Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Hati Tasawuf, Jakarta, Pustaka Air Langga, 2006
Khoiri, Alwan.Dr.M.A., Damami.Moh.Drs.M.A.g., dkk., Akhlak Tasawuf, Yogyakarta, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005
Miswar. Akhlak Tasawuf Membangun Karakter Islami, Medan, Perdana Publishing, 2015
Munawir,Ahmad warson, al-Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, PP. al- Munawwir,Yogyakarta, 1984.
Nasution, Harun, Prof. Dr., Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang,1995.
Syukur, Amin, Prof. Dr., Menggugat Tasawuf, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.
Tamrin, Dahlan. Tasawuf Irfani, Malang, UIN Maliki, 2010
http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2011/09/sejarah-munculnya-tasawuf.html
https://dalamislam.com/akhlaq/pengertian-tasawuf
https://zulhamdiislamie.blogspot.com/2017/01/pengertian-sejarah-perkembangan-tasawuf.html