STUDI-STUDI KEBIJAKAN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

705 Lihat

MAKALAH

STUDI-STUDI KEBIJAKAN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

 

 

Mata Kuliah : Analisis Kebijakan Pendidikan

                   

Oleh :

SATRIO 

 NIM.901202007

 

Dosen Pengampu:

Prof DR.Lias Hasibuan, MA

Dr.As’ad Isma, MPd 

  

 

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2021

 

 

 

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya yang begitu besar sehingga makala ini dapat tersusun  dengan baik dan bisa selesai tepat waktu. Tak lupa pula penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi secara aktif maupun pasif dalam memberikan sumbangsi baik itu secara materi maupun pikirannya.

            Penulis sangat mengaharapkan bahwa makalah ini dapat menambah pengetahuan atau paling tidak dapat membuka cakrawala pemikiran bagi siding pembaca, agar pada suatu momen nanti bisa dijadikan referensi atau dapat memperbaiki bentuk maupun manambah isi makalah ini agar menjadi lebih sempurna.

            Penulis juga menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis terutama dalam mempredikasikan makalah ini sehinggah makalah ini jauh dari kesempurnaan atau dengan kata lain mengalami kekurangan di sana-sini. Dengan demikian, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang tentunya bersifat konstruktif.

                                                                                  Tanjungpinang, 11 Oktober 2021

                                                                                                                        Penyusun

DAFTAR ISI

BAB 1. 1

PENDAHULUAN.. 1

1.1.Latar Belakang. 1

1.2. Rumusan Masalah. 2

1.3. Tujuan. 2

1.4. Metode Penulisan. 2

BAB II 3

KEBIJAKAN PENDIDIKAN.. 3

  1. Pengertian Kebijakan. 3
  2. Fungsi Kebijakan. 4
  3. Arah Kebijakan di Indonesia. 5
  4. Karakteristik Kebijakan Pendidikan. 7
  5. Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia. 8

BAB III 11

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI DAHULU SAMPAI KINI 11

2.1. Pengertian. 11

2.2.  Kebijakan Pendidikan Di Indonesia. 12

2.2.1.  Pendidikan Pada Masa Pra Kemerdekan. 12

2.2.2       Pendidikan Sesudah Kemerdekaan. 18

2.3. Kebijakan Perubahan Kurikulum.. 22

2.4.  Persoalan  Pendidikan. 23

BAB III

PENUTUP. 25

  1. Kesimpulan. 25
  2. Saran. 25

Daftar Pustaka. 26

 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (UURI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).[1] Berangkat dari definisi di atas peran pemerintah terutama dalam pembenahan sistem pendidikan sangat dominan guna tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Untuk mencapai tujuan itu aneka kebijakan dikeluarkan agar pendidikan di Indonesia berjalan pada arah yang benar. Aneka kebijakan dalam bidang pendidikan sudah ditemukan sejak dari dahulu. Setiap perubahan kepemimpinan bisa saja mengeluarkan kebijakan itu sendiri. Hal ini tidak asing lagi bagi masyarakat kita apalagi bagi para pelaksana pendidikan.

Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada dalam lingkup kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar negeri, keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan publik maka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian menteri dapat pula mengganti kebijakan yang telah mapan pada jamannya. Bukan hal yang aneh, ganti menteri berganti kebijakan. Itu salah satu contoh kebijakan dalam dunia pendidikan.

Seiring perkembangan zaman kebijakan pendidikan di Indonesia terus mengalami pergantian dari periode ke periode. Keberadaan perubahan kebijakan dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis menganggap penting untuk mengurai  lebih mendalam dan cermat akan kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia dari periode ke periode. Sehingga sebagai pelaku pendidikan tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi solutif untuk memahami pokok permasalahan pendidikan Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa itu kebijakan pendidikan?
  2. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman dahulu?
  3. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman kini?
  4. Bagaimana permasalahan pendidikan di Indonesia?
  5. Bagaimana solusi dalam mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membuka cakrawala pengetahuan setiap kita terlebih khusus tenaga pendidik agar dapat mengetahui dengan baik kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan di Indonesia baik dari zaman dahulu hingga kini.  Selain sebagai gambaran pengetahuan bagi tujuan lainnya adalah untuk mengetahui permasalahan atau mengkritisi praktik kebijakan yang ada di Indonesia serta dapat mencari solusi untuk mengatasi persoalan dalam dunia pendidikan.

1.4. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka di mana penulis menemukan berbagai informasi dari aneka sumber lalu mencoba untuk membahasakannya.

BAB II

PEMBAHASAN

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

A. Pengertian Kebijakan

Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75).

Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berprilaku (Dunn, 1999). Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.

Masih banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan konsepsi tentang kebijakan. Beberapa orang menyebut policy dalam sebutan kebijaksanaan, yang maknanya sangat berbeda dengan kebijakan. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal organisasi. Contoh kebijakan adalah : (1) Undang-Undang, (2) Peraturan Pemerintah, (3) Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7) Keputusan Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh ini juga memberi pengetahuan pada kita bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan mikro.

Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian atas faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat melembaga. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat melembaga bisa tercapai. Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada dalam lingkup kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar negeri, keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan publik maka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian menteri dapat pula mengganti kebijakan yang telah mapan pada jamannya. Bukan hal yang aneh,ganti menteri berganti kebijakan. Masih ingat dibenak kita ada pelajaran PSPB yang secara prinsipil tidak jauh berbeda dengan IPS sejarah dan lucunya materi itu pun di pelajari di PMP (sekarang PKN/PPKN).

B. Fungsi Kebijakan

Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan, atau restrukturisasi organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi sehingga dapat dirasakan bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan baik. Hakikat kebijakan ialah berupa keputusan yang substansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan sebagai pedoman oleh pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan eksternal.

Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal, input (masukan), proses (transformasi), output (keluaran), dan feedback (umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan.

Sedangkan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar kata – kata bijak itu, maka perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua, Masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang – undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikam nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Berkaitan dengan masalah ini, kebijakan dipandang sebagai: (1) pedoman untuk bertindak, (2) pembatas prilaku, dan (3) bantuan bagi pengambil keputusan (Pongtuluran, 1995:7).Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang organisasi.

C. Arah Kebijakan di Indonesia

Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

  1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
  2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
  3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
  4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
  5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
  6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
  8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.

Sedangkan Standar komponen dan pengelolahan formal yang berlaku secara nasional tentang sistem pendidikan di Indonesia. Standar nasional yang belaku menurut Peraturan PemerintahNo.32 Tahun 2013 meliputi komponen-komponen sebagai berikut :

  1. Standar Kompotensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan yang tercantum pada Permen Nomor 23 dan 24 tahun 2006 adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

  1. Standar Isi yang tercantum pada Permen Nomor 22 dan 24 tahun 2006 adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
  2. Standar Proses yang tercantum pada Permen Nomor 41 tahun 2007 dan 1 tahun 2008 adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
  3. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang tercantum pada Permen Nomor 12,13,dan 16 tahun 2007 dan 24,25,26,27 tahun 2008 adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
  4. Standar Sarana dan Prasarana yang tercantum pada Permen Nomor 24 tahun 2007 dan 33 dan 40 tahun 2008 adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
  5. Standar Pengelolaan yang tercantum pada Permen Nomor 19 tahun 200, Nomor 17 tahun 2010 dan Kepmendiknas No.129a/2004 adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
  6. Standar Pembiayaan yang tercantum pada Permen Nomor 69 tahun 2009 adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
  7. Standar Penilaian Pendidikan yang tercantum pada Permen Nomor 20 tahun 2007 adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik.

D. Karakteristik Kebijakan Pendidikan

Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:

  1. Memiliki tujuan pendidikan.

Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.

  1. Memenuhi aspek legal-formal.

Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hierarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.

  1. Memiliki konsep operasional

Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.

  1. Dibuat oleh yang berwenang.

Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.  Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.

  1. Dapat dievaluasi

Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi secara mudah dan efektif.

  1. Memiliki sistematika.

Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.

E. Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia

Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau.

Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah penduduk yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut adanya sistem pendidikan nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.

Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi, membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga berpengaruh ke Indonesia.

Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai wujud dari implementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan MBS, maka sekolah-sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih leluasa bergerak, sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan. Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan ke tingkat yang paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat kehidupan berdemokrasi melalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah dapat menjadi unit utama peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan langsung, anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri merupakan program nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.

Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap, adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan pada saat yang sama mampu menilai kelebihan dan kelemahan internalnya untuk terus meningkatkan diri.

Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.

Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-holders), terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah pemberian kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya. Juga, melakukan perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumber daya manusia, yang menekankan pada profesionalisme.

Berikut TIGA PILAR MBS (Manajemen Berbasis Sekolah):

  1. Manajemen Sekolah

a). Kepala sekolah dan masyarakat sekolah dituntut untuk menerapkan pengelolaan/manajemen sekolah yang transparan, akuntabel dan partisipatif

b).  Kepala sekolah dan stafnya didorong berinovasi dan berimprovisasi agar menjadi kreatif dan berprakarsa.

c). Kepala sekolah dan masyarakat sekolah menjadikan sekolah sebagai tempat perubahan.

  1. Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan
  2. Kepala sekolah dan guru harus memahami konsep belajar dan cara belajar anak dan memandang anak sebagai individu yang unik yang mempunyai kemampuan yang berbeda.
  3. Proses pembelajaran didesain dengan memanfaatkan organisasi kelas agar guru dan siswa menjadi Aktif dan Kreatif yang mendukung terciptanya pembelajaran yang Efektif namun tetap Menyenangkan (PAKEM).
  4. Peran Serta Masyarakat
  5. Menggali inisiatif, prakarsa, dukungan, dan kontribusi masyarakat untuk pendidikan sekolah.
  6. Masyarakat terlibat dan merasa memiliki sekolah.
  7. Sekolah yang paling berhasil & diminati masyarakat adalah sekolah yang kepala sekolah, guru, dan masyarakatnya bekerjasama secara aktif mengembangkan sekolah. Bentuk-bentuk peran serta masyarakat termasuk:
  8. Menggunakan jasa sekolah;
  9. Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga;
  10. Membantu anak belajar di rumah;
  11. Berkonsultasi masalah pendidikan anak;
  12. Terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler;
  13. Pembahasan kebijakan sekolah.

Pelaksanaan MBS memerlukan upaya penyelarasan, sehingga pelaksanaan berbagai komponen sekolah tidak tumpang tindih, saling lempar tugas dan tanggung jawab. Dengan begitu, tujuan yang telah ditetapkan sebagai konkretisasi visi dan misi organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien, dan relevan dengan keperluannya.

BAB III

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA DARI DAHULU SAMPAI KINI

2.1. Pengertian

Secara etimologis terminologi Kebijakan (policy) diturunkan dari kata bahasa Yunani, yaitu “Polis”. Polis  sendiri berarti kota (city). Dari turunan kata bahasa Yunani ini kita dapat berasumsi bahwa kebijakan selalu berkaitan dengan urusan sistem atau tata kelolah perkotaan. Berkaitan dengan hal itu maka kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75). Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif.

Dewasa ini, banyak orang terjebak dalam kesalahan memahami dan kesalahan konsep tentang kebijakan dan kebijaksanaan. Padahal kedua terminology ini memiliki makna yang berbeda. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal organisasi. Contoh kebijakan adalah : (1) Undang-Undang, (2) Peraturan Pemerintah, (3) Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7) Keputusan Direktur.[2] Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan.

Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara.[3] Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada dalam lingkup kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar negeri, keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan publik maka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian menteri dapat pula mengganti kebijakan yang telah mapan pada jamannya. Bukan hal yang aneh, ganti menteri berganti kebijakan. Itu salah satu contoh kebijakan dalam dunia pendidikan. Berdasarkan definisi di atas dapat ditegaskan dan disimpulkan bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang organisasi.

2.2.  Kebijakan Pendidikan Di Indonesia

            Diskursus soal kebijakan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari studi historis perkembangan pendidikan itu sendiri. Perkembangan pendidikan dari dahulu sampai kini terus mengalami perubahan dan juga modifikasi. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan mutu atau kualitas dari dunia pendidikan itu sendiri. Gonta ganti kurikulum menjadi salah satu point yang akan yang akan disoroti dalam penulisan makalah ini. Ini juga merupakan kebijakan dalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia ini sudah ada 11 kurikulum pendidikan yang diterapkan dari dahulu sampai saat ini. Sebelum membahas soal kebijakan dalam bidang kurikulum, penulis memaparkan historisitas pendidikan dan kebijakan-kebijakan yang ada di Indonesia.

      2.2.1.  Pendidikan Pada Masa Pra Kemerdekan

a.        Zaman Purba

Pada zaman purba, masyarakat masih sangat primitif. Mereka menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Inila agama lokal masyarakat pada zaman dahulu. Kehidupan bersama dalam suatu tempat atau daerah dipimpin langsung oleh pemuka adat. Tata masyarakatnya bersifat egaliter, tidak ada stratifikasi yang jelas. Pada zaman dahulu, pendidikan formal belum ada sehingga masyarakat belajar dari cara hidup bersama  dan kosmos. Tujuan pendidikan saat itu adalah agar generasi muda dapat mencari nafkah, membela diri dan hidup bermasyarakat. Masyarakat pada zaman dahulu menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada generasi baru  meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.

  1. Zaman Kerajaan Hindu-Budha

Pada zaman ini, ditandai dengan kehadiran dua agama besar di Indonesia yakni Budha dan Hindu. Eksistensi dua agama ini di tanah Indonesia dibilang sangat aman dan damai sebab mereka hidup saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Hal ini tentu berbeda dengan kehadiran kedua agama ini di India. Di Indonesia kedua agama ini di-syncretisme-kan. Syncretisme merupakan upaya atau usaha mempersatukan dua aliran atau lebih. Dalam hal ini adanya persatuan figur Syiwa dan Budha. Satu hal yang ditemukan adalah lambang kata Negara kita “Bhineka Tunggal Ika” adalah perwujudan dari syncretisme tersebut. Dalam syair Sotasoma karya empu Tantular dari zaman Majapahit terdapat sebuah kalimat yang menjelasakan kata lambang Negara kita yakni Budha dan Syiwa adalah  Dewa-dewa yang dapat diperbedakan (Bhina) tetapi Dewa-dewa itu (Ika) hanya satu (Tunggal).[4]   Tanda kehadiran agama Hindu tertua ditemukan pada abad ke 5 di Kutai.

Pada jaman kerajaan Tarumanegara, Kutai telah berkembang pendidikan informal berbentuk Perguruan dan Pesantren. Sebagai pendidik ( guru dan pendhita) adalah kaum Brahmana yang kemudian guru menggantikan kedudukannya para Brahmana. Implikasi dari feodalisme pendidikan bersifat aristokratis artinya masih terbatas hanya untuk minoritas yaitu anak-anak kasta Brahmana dan Ksatria, belum menjangkau mayoritas dari anak-anak kasta Waisya dan Syudra. Mereka mempelajari dan mengajarkan ilmu-ilmu teologi, sastera, bahasa, dan ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu perbintangan, seni rupa dan lain sebagainya. Dalam perjalanan waktu perkembangan kebudayaan Hindu berbaur dengan unsur-unsur Indonesia asli  serta mampu memberikan ciri corak khas. Hal itu terus berkembang sampai jatuhnya kerajaan Hindu yang terakhir yakni Majapahit. Pada abad ke-15, ilmu pengetahuan berkembang terus sehingga beberapa kerajaan menelurkan begitu banyak empu, pujangga yang menghasilkan karya-karya bermutu tinggi. Seperti: Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa, Sotasoma karya Empu Tantular, Gatotkacasraya karya Empu Panuluh.[5]

            Dari gambaran singkat di atas, dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan yang diajarkan oleh agama Hindu dan Budha sudah ada sejak abad ke-4 dan hal it uterus berkembang sampai jatuhnya sistem kerajaan Hindu sendiri. Setelah peristiwa itu, sistem pendidikan tidak lagi dilakukan secara besar-besaran. Sistem pendidikan kemudian dilakukan oleh ulama guru kepada siswa dalam jumlah terbatas dalam padepokan. Namun demikian, pengajaran tidak dilaksanakan secara formal. Oleh karena bersifat tidak formal maka seorang siswa mungkin bisa mencari gurunya secara sendiri dan terus berkelana mencari pengetahuan lainnya. Tujuan pendidikan umumnya agar menjadi penganut agama yang taat, mampu hidup bermasyarakat, mampu membela diri, dan membela negara.

  1. Zaman Kerajaan Islam

Pada abad 14 melalui saudagar yang beragama Islam masuk dan menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dengan jasa wali songo, akhirnya berdirilah kerajaan Islam. Penyebaran agama Islam di Jawa sama seperti di daerah-daerah lainnya yakni dilakukan secara damai dan aman. Hanya di Jawa penyebaran agama dilakukan melalui proses asimilasi dan akulturasi sehingga oleh masyarakat setempat dirasakan sebagai kelanjutan dari sesuatu yang telah ada dalam kebudayaan mereka. Berdasarkan sejarah bahwa penyebaran agama Islam dilakukan oleh para Wali. Atau dengan kata lain peran para Wali sangat penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Para Wali ini terdiri dari Sembilan wali sehingga disebut dengan “Wali Songo”. Kata walisongo berasal dari perpaduan dua bahasa yakni Arab dan Jawa. Wali merupakan singkatan dari Waliyullah yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “orang yang dicintai dan mencintai Allah” sedangkan kata Songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Dengan demikian, kata “Wali Songo” berarti Sembilan orang yang mencinta dan dicintai oleh Allah[6]. Berikut ini akan dibahas kesembilan wali itu dalam penyebaran agama Islam di Jawa serta karya-karya mereka di tanah Jawa. Kesembilan wali itu adalah:[7]

  • Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dia sangat terkenal sebagai tokoh yang memiliki ide untuk membuat Pondok Pesantren yang pertama. Dia juga sebagai mubalig yang membawa Islam di tanah Jawa usai studi di Pasai.
  • Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Dia dikenal sebagai tokoh pencipta pertama “Asrama Kesatria” di Ampel Surabaya. Di samping itu ia juga berperan dalam penyebaran Islam di Jawa Timur. Ia juga sebagai penggagas kerajaan Islam Demak. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam di tanah Jawa.
  • Sunan Mahdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Ia adalah putera dari Sunan Ampel penyebar Islam di pesisir sebelah Utara Jawa Timur. Ia juga pencipta gending (irama) Durma.
  • Raden Paku atau Sunan Giri. Ia adalah penyair Islam ke daerah Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pencipta cara pendidikan dengan permaianan yang berciri keagamaan.
  • Syarif Hidayatulla atau Sunan Gunung Jati atau juga disebut Fatahillah. Ia yang mendirikan kota Jayakarta yang saat ini sebagai kota Negara R.I.
  • Jafar Sadik atau Sunan Kudus. Ia sebagai penyiar Islam di daerah Jawa Tengah di pesisir sebelah utara, pencipta gending Mas Kumambang dan Mijil. Ia juga dikenal sebagai sebagai pujangga yang berciri keagamaan.
  • Raden Prawoto atau Sunan Muria Pada. Ia adalah pencipta gending Sinom dan Kinanti. Ia juga sebagai penyiar Islam dengan gaya pendekatan kepada para nelayan, pelaut, dan pedagang. Ia juga yang mempertahankan gamelan sebagai sampai satu-satunya kesenian Jawa yang menjadi kegemaran masyarakat sampai saat ini. Dengan kesenian demikian dimasukanlah nafas agama Islam kepada masyarakat sehingga cepat atau muda menangkapinya.
  • Sarafuddin atau Sunan Drajat. Ia adalah putera dari Sunan Ampel, pencipta gending Tampur dan seorang sosiawan yang suka menolong kaum-kaum kecil atau tertindas.
  • R.M. Syahid atau Sunan Kalijogo. Ia adalah pencipta wayang kulit dan penggubah cerita yang bernafas Islam. Ia menyiarkan agama Islam di wilayah bagian Jawa Tengah ke bagian Selatan.

Penyebaran agama Islam di Indonesia melalui pusat-pusat perdagangan mulai dari daerah pantai Sumatera Utara-Malaka kemudian menyebar masuk ke Jawa dan seterusnya ke Indonesia bagian Timur. Masuknya agama Islam dibawa masuk oleh para saudagar dari Gujarat-India.  Ada 3 sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia yakni[8]:

  1. Pendidikan di langgar

Disetiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat peribadahan dan tempat itu dikelola oleh seorang petugas yang disebut modin. Petugas tersebut memiliki fungsi ganda yakni memimpin doa pada waktu ada upacara dan juga sebagai guru agama. Pelajaran agama pada langgar dimulai dengan mempelajari abjad huruf Arab dan kadang-kadang mendaraskan ayat dalam Alquran. Pelajaran pada langgar biasa diberikan pada pagi pada petang hari dan tidak dipungut biaya tergantung kerelaan dari orang tua.

  1. Pendidikan Pesantren

Para santri, yaitu murid-murid yang belajar diasramakan dalam suatu kompleks yang dinamakan pondok. Dipondok ini para siswa dibina sebaik-baiknya baik itu dalam ilmu agama. Guru yang mengajar tidak menuntut adanya imbalan dari para muridnya tetap secara tidak langsung para santri harus bekerja untuk guru. Dasar yang diberikan dalam pondok adalah dokma keagamaan (Usuluddin) dan Fikh atau kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan seperti syahadah, sholat, zakat, puasa, dan naik haji.

  1. Pendidikan Madrasah

Pendiri berdirinya Madrasah adalah Nizam-el-Mulk, seorang menteri terkenal dari dunia Arab pada abad ke-11. Tokoh ini mengadakan pembaharuan dengan memperkenalkan sistem pendidikan  yang semula berciri teologis dan menambahkan ilmu-ilmu lainnya yang bersifat ilmu keduniawian seperti astronomi dan medis. Dalam perkembangannya madrasah ini sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah. Pada Madrasah guru-guru diperkenankan menerima imbalan dari para muridnya untuk kepentingannya.

Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali ini mendapat tempat dihati masyarakat Jawa. Penyebaran agama yang dilakukan oleh para Wali ini sungguh-sungguh berhasil. Keberhasilan itu dapat dilihat di mana saat ini para penduduk di Jawa mayoritasnya memeluk agama Islam. Menurut data historis bahwa sekitar abad ke XVII dikatakan bahwa agama Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Penyebaran itu tidak lain yakni dengan cara perkawinan, perdagangan, birokrasi pemerintahan, pendidikan, seni dan lain-lain[9].

  1. Zaman Pengaruh Portugis dan Spanyol

Pada permulaan abad ke-16 Portugis mendaratkan kakinya di Malaka setelah itu mereka menuju Indonesia bagian Timur. Mereka menguasai pulau-pulau Ternate, Tidore, Ambon. Bangsa Portugis dan bangsa Spanyol datang untuk berdagang dan sebagai missionaris (penyebaran agama katholik).  Gereja katolik Indonesia diketahui sejak tahun 1534 di mana adanya peristiwa pembaptisan di Ambon.  Inisiatif ini datang dari seorang awam Protugis bernama Gonzalo Velosa berhasil meyakinkan bebrapa orang pribumi di disa Mamula, Halmahera untuk memberi diri mereka di baptis. Pada tahun 1536, Antonio Galvano, penguasa Portugis di Maluku mendirikan sebuah seminari untuk anak-anak dari pemuka-pemuka bumi putera.[10] Penyebaran agama katolik ini dibawa oleh biarawan ordo Fransiskan dan kemudian Yesuit dibawah pimpinan Fransiskus Xaverius (1506-1552). Para siswa diajarkan dengan bahasa Portugis. Sekolah macam ini juga didirikan di pulau Solor-Flores Timur. Mereka mendirikan sekolah yang kurikulumnya berisi pendidikan agama katholik ditambah mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Kehadiran Portugis dan Spanyol tidak begitu lama karena kehadiran bangsa Belanda di daerah ini.

  1. Zaman kolonial Belanda

Kehadiran Belanda sangat kuat ketika meruntuhkan benteng  di Malaka pada tahun 1641. Mereka kuat karena memiliki pengorganisasian perdagangan di Indonesia dalam badan Verenigde Indishe Compagni (V.O.C). Sejarah pendidikan zaman pemerintah kolonial Belanda dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu; (1) periode VOC pada abad ke-17 dan ke-18; (2) periode pemerintah Hindia-Belanda pada abad  ke-19; dan (3) periode Politik Etis (Etische Politik) pada awal abad ke-20[11] (Boone, 1996). Pada zaman VOC abad ke-17 dan ke-18, pendidikan untuk kaum ”inlanders” (penduduk tanah jajahan ditangani oleh Nederlands Zendelingen Genootschap  atau NZG), Gereja Kristen dari Belanda yang ikut dalam misi VOC. Maskapai inilah yang ikut membiayai kegiatan pendidikan, dengan demikian bukan dari pemerintah Belanda. Motto mereka terkenal dengan 3 G (Gold, Gospel, Glory)[12].

Setelah periode pertama, periode abad ke-19 atau tepatnya setelah VOC bubar pada tahun 1799, pendidikan di Indonesia  ditangani langsung oleh Hindia Belanda. Dibubarkannya VOC di Indonesia mendorong berubahnya sistem pemerintahan dari Indirect Rulle ke Direct Rulle (Sistem pemerintahan Tidak Langsung ke Sistem Pemerintahan Langsung), membawa perubahan di mana kebijakan pendidikan menjadi tanggungjawab pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada awal abad-20 sistem pendidikan berubah menjadi politik etis. Hal ini dimuat dalam artikel Een Eereschuld (Utang Kehormatan) yang dimuat dalam majalah De Gids tahun 1899 ditulis C. Th van Deventer, telah mendorong lahirnya Politik Etis atau Politik Balas Budi yang secara resmi dicanangkan oleh Ratu Belanda tahun 1901.[13] (Leirissa, 1985: 21-23).  Pada zaman ini-pun pemerintah Hindia-Belanda bukan saja untuk mencerdaskan bangsa Indonesia yang sesungguhnya, melainkan juga lebih ditekankan pada upaya pemenuhan tenaga kerja yang murah tetapi terdidik khususnya untuk swasta.[14]

Namun dengan semakin sadarnya bangsa Indonesia akan makna nasional dan kemerdekaan lahirlah berbagai pergerakan dalam jalur politik dan pendidikan. Kondisi pendidikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial belanda sesuai kepentingan penjajahan dan pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum pergerakan sebagai sarana perjuangan demi mencapai kemerdekaan. Ciri-ciri pendidikan zaman itu adalah minimnya partisipasi bagi rakyat hanya untuk bangsa belanda dan putera golongan priayi, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan.

Pendidikan kaum pergerakan sebagai sarana perjuangan kemerdekaan, antara lain :

  • Tahun 1908 Budi utomo menjelaskan bahwa tujuan perkumpulan adalah untuk kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa. Dalam bidang pendidikan mendirikan Sekolah Sentral di Solo dan Yogyakarta yaitu Kweekschool.
  • Tahun 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah
  • Tahun 1915 didirikan Trikora Dharmo, dan selanjutnya berdiri berbagai perkumpulan pemuda hingga terwujudnya sumpah pemuda 1928.
  • Tahun 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Tamansiswa.
  • Tahun 1926 Muhamad Safei mendirikan INS (Indonesisch Nederland School)

Dari sini pergerakan nasional melahirkan kesadaran mengenai pentingnya peranan pendidikan nasional dalam mempersiapkan kelahiran negara nasional. Ciri pendidikan nasional

1) Bersifat nasionalistik dan sangat anti kolonialis

2) Berdiri sendiri atau percaya kepada kemampuan sendiri

3) Pengakuan kepada eksistensi perguruan swasta sebagai perwujudan harga diri yang tinggi dan kebhinekaan masyarakat Indonesia.

  1. Zaman Kedudukan Jepang

Pada tahun 1940 rencana mendirikan “kemakmuran  Bersama Asia Raya” telah dipulikasikan dan Jepang menjadi pusatnya. Landasan ideal pendidikan pada zaman Jepang disebut  “Hakyo Ichiu”.[15] Jepang mengajak para pelajar untuk melakukan sumpa setia kepada kaisar Jepang. De facto, bukannya memperoleh kemakmuran bersama tetapi malah jatuh pada kubangan kemiskinan dan penderitaan. Tujuan pendidikan pada zaman tidak ditemukan selain memenangkan perang. Dalam bahasa ini juga perkembangan bahasa Indonesia mulai perlahan digunakan dan pada akhirnya menjadi baasa resmi. Konkritnya tujuan pendidikan pada zaman Jepang adalah menyediakan tenaga secara gratis yang kita kenal dengan Romusha dan prajurit untuk membantu perang. Sistem persekolahan pada zaman Jepang adalah memberikan ruang bagi siapapun karena dihapunya sistem golongan dalam dunia pendidikan. Bangsa Indonesia berada pada kekuasaan pendudukan militerisme, implikasinya dalam bidang pendidikan di Indonesia sebagai berikut :

1)   Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya

2)   Hilangnya sistem dualisme dalam pendidikan. Terdapat jenjang sekolah :

       Sekolah  Rakyat, Sekolah Menengah, Sekolah Menengah Tinggi, dan

       Perguruan Tinggi.

3)   Sistem pendidikan menjadi lebih merakyat.

2.2.2       Pendidikan Sesudah Kemerdekaan

  1. Periode 1945-1950
  2. Kebijakan Pendidikan

Masa depan suatu bangsa tentu ditentukan oleh bangsa itu sendiri. Hal ini juga bagi Indonesia tentunya ditentukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sejak tanggal 17 Agustus 1945, saat Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada saat itu disamping memikirkan upaya-upaya pembangunan Negara yang rusak akibat perang dan penjajahan yang demikian lama, para pemimpin bangsa pada waktu itu memikirkan pula pendidikan untuk masyarakat. Seperti diketahui, angka buta huruf pada tahun 1945 lebih dari 90% dari seluruh penduduk Indonesia. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan, merupakan perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita bangsa yang merdeka dan negara yang merdeka.

            Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Indonesia yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 dijadikan landasan ideal pendidikan di Indonesia. Mengenai pokok pendidikan dan pengajaran di Indonesia sebagai realisasi dari usaha pembaharuan pendidikan dan pengajaran diusulkan oleh badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) kepada kementian pendidikan, pengajaran dan kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 29 desember 1945 sebagai berikut[16]:

  • Untuk menyusun masyarakat baru, perlu adanya perubahan pedoman

pendidikan dan pengajaran. Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid menjadi warga Negara yang memiliki rasa tanggung jawab.

  • Untuk memperkuat persatuan rakyat.
  • Metode yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sistem sekolah kerja agar aktifitas rakyat kerja kita kepada pekerjaan bisa berkembang seluas-luasnya.
  • Pengajaran agama hendaklah mendapat tempat yang teratur dan seksama
  • Kewajiban belajar selama 10 tahun.
  • Pengajaran ekonomi, pertanian, industry, pelayaran dan perikanan hendaklah mendapat perhatian istimewa.
  1. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan pada periode 1945 adalah pembentukan warga Negara yang sejati yang sanggup menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk Negara dan bangsa Indonesia. Yang memilki jiwa pancasila yang meliputi:

1)      Perasaan bakti terhadap Tuhan Yang maha Esa

2)      Cinta kepada alam

3)      Cinta kepada Negara

4)      Cinta kepada Orang Tua

5)      Cinta kepada kebudayaan

  1. Sistem Persekolahan

Sistem persekolahan di Indonesia memberikan kesempatan belajar kepada segala lapisan masyarakat. Ada tiga tingkat pendidikan dalam system persekolahan di Indonesia yaitu:

1)  Pendidikan rendah yang terdiri dari Taman Kanak-Kanak (1 tahun) dan

     sekolah dasar (6 tahun)

2)  SLTP (3 tahun), SLTA (3 tahun)

3)  Pendidikan tinggi yang terbuka lebar bagi warga Negara yang memenuhi syarat,

     pendidikan tinggi ada yang berbentuk universitas dan akademi.

  1. Kurikulum

Kurikulum dari tiap jenjang pendidikan perlu meemperhatikan hal-hal berikut:

1)      Pendidikan pikiran harus dikurangi

2)      Isi pelajaran harus dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

3)      Memberikan perhatian terhadap kesenian

4)      Pendidik watak

5)      Pendidikan jasmani

6)      Kewarganegaraan dan masyarakat

  1. Periode 1950-1959

  1. Kebijakan Pendidikan

Negara kesatuan Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 diterimanya anggota PBB yang ke-60 sehingga Indonesia aktif dalam dunia Internasional termasuk pendidikannya dan kurun waktu itu terjadinya dekrit presiden 5 juli 1959 yang isinya:

1)      Konstituante dibubarkan

2)      Negara kembali ke UUD 1945

3)      Pembentukan Majelis Permusyawaratan sementara, dan Dewan Agung

         sementara.

Sejak Negara kembali ke UUD 1945, maka rumusan umum tujuan pendidikan sebagian telah dinyatakan dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 berlaku lagi dengan tegas, yaitu:

1)  Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.

2)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran

     nasional yang diatur dengan Undang-undang.

  1. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan pada periode 1950-1959 adalah pembentukan warga Negara yang sejati yang sanggup menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk Negara dan bangsa Indonesia.

  1. Sistem Persekolahan

Sistem persekolahan pada periode ini sama dengan periode 1945-1950, perbedaanya terletak pada pendidikan guru, pada periode ini guru-guru diwajibkan menambah pengetahuan serta memenuhi persyaratan yang berlaku baik dan berkualitas sesuai dengan jenjang dan kariernya.

  1. Periode 1959-1966

1.Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan yang terkenal pada saat itu adalah “Sapta Usaha Tama dan Pancawardana” yang dikeluarkan oleh menteri PP dan K pada saat itu yakni Prof. Prijino.[17]

Sapta Usaha Tama berisi:

1)      Penertiban aparatur dan usaha-usaha kementrian PP dan K

2)      Menggiatkan kesenian dan olahraga

3)      Mengharuskan adanya usaha

4)      Mengharuskan penabungan

5)      Mewajibkan usaha-usaha koperasi

6)      Mengadakan kelas masyarakat

7)      Membentuk regu kerja di kalangan SLA dan Universitas

Sementara tanggal  10 Oktober 1960 menteri PP dan K menetapkan lima pokok perkembangan yang kemudian dinamakan Panca Wardhana yakni:

1)   Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional / internasional /

      keagamaan

2)   Perkembangan inteligensi

3)   Perkembangan emosional-artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir

       batin.

4)   Perkembangan keprigelan (kerajinan) tangan

5)   Perkembangan jasmani

  1. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan nasional, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta, dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi supaya melahirkan warga Negara sosialis Indonesia yang sosial, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur spiritual maupun material dan yang berjiwa pancasila, yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesias
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan

         perwakilan.

  1. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

  1. Periode 1966 – sampai sekarang
  2. Kebijakan

            Setelah terjadi peristiwa  G 30 S/PKI dikeluarkannya ketetapan Majelis Permusyawaraan Rakyat Sementara (MPRS) Republik Indonesia No. XXVII/1966 yang membawa perubahan dalam fungsi pancasila untuk pendidikan. Dalam pasal 2, mengatakan dnegan gamblang bahwa Pancasila sebagai dasar pendidikan. Sedangkan tujuan pendididikan tercantum dalam pasal 3 yakni membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki dalam Pembukaan UUD 1945.[18]  Kebijakan pemerintah tidak berhenti di situ saja tetapi pemerintah terus melakukan perubahan untuk menemukan ketepatan sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1973 MPR hasil PEMILU mengeluarkan ketetapannya No. IV/MPR/1973 yang dikenal dengan GBHN merumuskan tujuan pendidkan baru. Namun tujuan pendidikan itu disempurnahkan pagi pada tahun 1978.  Hal itu terjawab dalam GBHN menurut TAP MPR No. IV/MPR/1978 yang didalmnya termuat rumusan Tujuan Pendidikan Nasional. Ini adalah rumusan terakhir mengenai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Rumusan itu berbunyi demikian: [19]

1) Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan  untuk meningkatkan ketaqwaan kepada TYME, kecerdasaan, keterampilan, mepertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa

2)  Dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional perlu diambil langkah-langkah yang memungkinkan penghayatan dan pengamalan Pancasila oleh seluruh lapisan masyarakat

3) Pendidikan Pancasila termasuk pendidikan moral Pancasila danunsur-unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda dimasukan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari TK sampai pada Universitas, baik negeri maupun swasta.

  1. Sistem Persekolahan[20]

             Sejak Agustus 1950 penyelenggaraan Pendidikan dan Pengajaran menggunakan UU pokok  Pendidikan dan Pengajaran No.4 tahun 1959 RI untuk semua daerah di Indonesia dan berlaku baik itu sekolah negeri maupun swasta. Susunan sekolah itu adalah sekolah Rakyat 6 ttahun, SLTP 3 tahun,  SLTA 3 tahun khususnya pendidikan Guru selain SGB 3 tahun, SGA 6 tahun. Pada tahun 1954 didirikan sebuah perguruan tinggi pendidikan Guru (PTPG) DI Bandung. Kemudian pada tahun 1961 atas kerja sama  Dapertemen P dan K dengan Depertemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, dimasukannya pendidikan guru disetiap universitas.  Dengan demikian, sistem pendidikan di Indonesia berlaku 5 sistem.

  1. Kesempatan Belajar

Undang-undang  Pendidikan tahun 1950 dan 1954 pasal 17 dengan gamblang mengatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara RI mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah, jika memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu”.

2.3. Kebijakan Perubahan Kurikulum

            Salah satu hal yang akan disoroti dalam makalah ini adalah kebijakan dalam ranah kurikulum. Kurikulum juga merupakan bagian yang sangat penting dalam bidang pendidikan. Seperti halnya perubahan kerikulum juga memiliki periode tertentu. Hal ini dilakukan untuk menemukan kualitas dari sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri. Akhir-akhir ini masyarakat bosan dengan perubahan kurikulum sebab perubahan kurikulum hamper terjadi disetiap pergantian kepempinan politik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan perubahan keurikulum tergantung juga siapa yang memimpin. warnai dan mempengaruhi secara kuat sistem pendidikan Indonesia selama ini.

 Corak sistem pendidikan suatu Negara  pada gilirannya kembali pada stakeholder yang paling berkuasa dalam pengambilan kebijakan. Pada tataran ini, maka sistem politiklah yang berkuasa. Siapa yang berkuasa pada periode tertentu akan menggunakan kekuasaannya untuk menentukan apa dan bagaimana pendidikan diselenggarakan. Kecenderungan inilah yang kemudian turut menjadi penguat pada apa yang kemudian disitilahkan “ganti menteri ganti kebijakan”, termasuk didalamnya kurikulum pendidikan, sebab muatan-muatan politis, value, ideologi, maupun tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan penguasa acapkali juga disetting sedemikian rupa dalam kerangka kurikulum.[21]

Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional memang telah berulangkali mengalami perubahan, yaitu[22]:

  1. Rentjana Pelajaran 1947 atau Kurikulum 1947
  2. Rentjana Pelajaran Terurai 1952 atau Kurikulum 1952
  3. Rentjana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964
  4. Kurikulum 1968
  5. Kurikulum 1975
  6. Kurikulum 1984
  7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
  8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004
  9. Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) atau Kurikulum 2006
  10. Kurikulum 2013
  11. Kurikulum 2015

Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Sejarah kurikulum di Indonesia sudah melalui perjalanan panjang, sejarah mencatat perubahan tersebut.

2.4.  Persoalan  Pendidikan

Bertolak dari Undang-undang Dasar 1945, khususnya pasal 31 ayat 1 dan 2 serta tanggapan terhadap masalah-masalah pokok pendidikan yang kita hadapi, yaitu:

1)      Masalah pemerataan pendidikan

2)      Masalah peningkatan mutu pendidikan

3)      Masalah efektifitas dan efisiensi pendidikan

4)      Masalah relevansi pendidikan dengan pembangunan

Sementara itu ada yang berpendapat bahwa gambaran kondisi pendidikan masa kini banyak di pengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: [23]

  1. Arah pendidikan kurang jelas
  2. Pendidikan sebagai barang mahal , artinya pendidkan yang berbasis hanya di kategorikan saja tanpa seimbang dengan kenyataannya dan hanya untuk sebagai bahan bisnis.orang akan tertarik pada sekolah-sekolah yang berbasis,sehingga biayanya pun pasti mahal, maka sekolah pun dijadikan ajang bisnis.
  3. penyelewengan dana : pihak sekolah berlaku tidak adil atas hak peserta didiknya,dana untuk keperluan sekolah banyak yang di korupsi oleh para pihak sekolah,sehingga sistem atau struktur sekolah pun tidak tersalurkan dengan baik dan banyak kekurangannya.
  4. kualitas dan kuantitas guru yang kurang : guru yang kurang profesional dalam mengemban pengajarannya dan tidak sesuainya dalam sistem pemberian pembelajaran.
  5. pendidikan tidak merata
  6. kurang penghargaan pada guru atau dosen

Berbagai persoalan di atas tentunya dibutuhkan solusi atau upaya dari seriap elemen. Pemerintah sebagai elemen penting dalam mengatur pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir atau menghilangkan persoalan pendidikan di Indonesia. Adapun beberapa kebijakan yang telah dijalankan antara lain:

1)    Pemberantasan buta huruf (PBH)

2)    Pendidikan masyarakat dan pendidikan luar sekolah (PLS)

3)    Kegiatan-kegiatan inovasi pendidikan

4)    Mutasi Guru

5)    Sertifikasi Guru

6)    Dana BOS

7)    Kartu Indonesia Pintar dan beasiswa

8)    Dll.

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan pada BAB II, maka dapat disimpulkan demikian. Pendidikan pada zaman dahulu terbagi atas dua hal yaitu pendidikan sebelum merdeka dan sesudah merdeka. Pendidikan sebelum merdeka meliputi zaman purba, zaman kerajaan hidu-budha, zaman kerajaan Islam, zaman Portugis dan  Spanyol, zaman Belanda, dan Zaman Kedudukan Jepang. Sedangkan sesudah kemerdekaan meliputi: periode 1945-1950, periode 1950-1959, periode 1959-1966 dan periode 1966-sekarang. Pendidikan pada masa sekarang disebut juga pendidikan era global yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK. Dalam kebijakan yang diambil tentunya perjalanan pendidikan tidak mulus karena ada begitu banyak kendala dalam dunia pendidikan. Kendala itu seperti evolusi Guru yang juga berlangsung sejak zaman Hindu-Budha hingga zaman sekarang. Dalam persoalan itu tentu diharapkan semua elemen untuk mengktritisi setiap kebijakan yang dibuat agar perlahan wajah pendidikan kita menjadi lebih baik. Solusi dalam permasalahan pendidikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu solusi sistem yang berkaitan dengan perbaikan sistem pendidikan, dan solusi teknis yang berkaitan dengan teknik pelaksanaan pendidikan.

B.       Saran

Dalam penulisan makalah ini, Pertama saya menyarankan supaya sebagai tenaga pendidik dalam hal ini  Guru atau Doden atau pemerhati pendidikan sebaiknya mengetahui dengan jelas perkembangan pendidikan dari zaman ke zaman. Atau dengan kata lain melakukan studi historis atas perkembangan pendidikan di Indonesia dan perubahan-perubahannya agar dapat mengetahui dengan baik aneka kebijakan dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan guru dapat mengambil aspek yang baik dari pendidikan dahulu dan kemudian dikembangkannya agar menjadi lebih baik lagi.

Kedua, dalam perkembangan Globalisasi kini, Guru sebaiknya menguasai IPTEK dengan sangat kompeten untuk meningkatkan kinerjanya, karena IPTEK merupakan  aspek yang sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan Indonesia saat ini.

Ketiga,  Guru, agen pendidik atau pemerhati pendidikan sangat perlu untuk mengetahui permasalahan pendidikan Indonesia yakni permasalahan umum dan khusus. Dengan demikian guru dapat selalu berusaha meningkatkan kinerjanya demi terselesainya permasalahan pendidikan tersebut. Selain itu pula diharpakan dapat menguasai dua solusi untuk mengatasi permasalahan Indonesai yaitu dengan memulai memperbaiki kinerja guru itu sendiri atau keprofesionalannya dan meningkatkan kompetensinya dalam mengajar dengan menggunakan berbagai model, metode atau media dalam pembelajaran di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Alhamuddin. (2014) Sejarah Kurikulum Di Indonesia: Studi Analisis Kebijakan Pengembangan Kurikulum dalam Nur-El Islam, Vol. 1. No. 2.

Balitbang Dikbud, (1997) Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman, Jakarta: Depdikbud.

Ensiklopedia Islam . Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1993.

Gunawan, Ari (1986) Kebijakan-kebijakan Pendidikan. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Imron, Ali. (1995) Kebijakan Pendiikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Leirissa, R.Z.  (1985) Sejarah Masyarakat Indonesia 1900-1950: Terwujudnya Suatu  gagasan. Jakarta:PB. PGRI.

Melati, Lathifah Kusuma. 2012. Kondisi Pendidikan di Indonesia. Diakses dari http://putragantiwarno.blogspot.com/2012/05/kondisi-pendidikan-di-indonesia.html pada tanggal 26 September 2018.

Said, M. (1981) Pendidikan Abad Keduapuluh Dengan Latar Belakang Kebudayaannya. Jakarta: Mutiara.

Sofwan, Ridin., Ridin, H. Wasit, dan H. Mundiri, (2000)  Islamisasi di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Supardan, Dadang. (2008) MENYINGKAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SEJAK MASA KOLONIAL HINGGA SEKARANG:Perspektif Pendidikan. Generasi Kampus, Volume 1, Nomor 2.

Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Monografi Kelebagaan Agama di Indonesia. Jakarta: 1981/1982

http://tutitinaimpianipkn2a.blogspot.com/2011/04/kondisi-pendidikan-indonesia-masa-kini.html diakses Senin 25 September 2018.

http://007indien.blogspot.com/2011/12/sejarah-kebijakan-pendidikan-di_16.html#ixzz5S7YwhK diakses Senin 25 September 2018.

https://neuhauslabs.com/kurikulum-pendidikan-di-indonesia/ diakses, Rabu, 27 September 2018..

http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa.html  diakses Senin 25 September 2018.

[1]  Pendapat dapat dibaca dalam http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/pendidikan-indonesia-dari-masa-ke-masa.html  diakses senin, 25 September 2018.

[2] http://007indien.blogspot.com/2011/12/sejarah-kebijakan-pendidikan-di_16.html#ixzz5S7YwhKbw  diakses Senin 25 September 2018.

[3]  Ali Imron, Kebijakan Pendiikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

[4] Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Di Indonesia Dari Jaman Ke Jaman, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, 1979, hlm. 27.

[5] Ibid., hlm. 29.

[6]  Ridin Sofwan, Ridin, H. Wasit, dan H. Mundiri, Islamisasi di Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 7.

[7] Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Monografi Kelebagaan Agama di Indonesia. Jakarta: 1981/1982., hlm.57-58.

[8] Ibid., hlm. 32-36.

[9] Ensiklopedia Islam., Op.cit., hlm. 216.

[10]  M. Said, Pendidikan Abad Keduapuluh Dengan Latar Belakang Kebudayaannya, Jakarta: Mutiara, 1981, hlm. 42.

[11] A. Boone, Onderwijs en opvoeding in de Nederlandse Koloninin Pedagogisch Tijdschrift, 1996, hlm.21

[12] Dadang Supardan,  MENYINGKAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SEJAK MASA KOLONIAL HINGGA SEKARANG:  Perspektif Pendidikan, GENERASI KAMPUS, Volume 1, Nomor 2, September 2008,hlm. 97

[13] R.Z. Leirissa, Sejarah Masyarakat Indonesia 1900-1950: Terwujudnya Suatu gagasan, Jakarta:PB. PGRI, 1985, hlm. 21-23.

[14] M Zed, “Pendidikan Kolonial dan Masalah Distribusi Ilmu Pengetahuan: Suatu Perspektif Sejarah”, dalam Forum Pendidikan, XIII, 1986, hlm. 3.

[15] Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.,cit,hlm.88.

[16] Ari Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan. Jakarta : PT. Bina Aksara, 1986, hlm 31-40

[17] M. Said, Op.,Cit., hlm. 20.

[18] Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.,Cit, hlm. 118.

[19] Loc,Cit.

[20] Op.,Cit., hlm. 126-129.

[21] Alhamuddin ,Sejarah Kurikulum Di Indonesia: Studi Analisis Kebijakan Pengembangan Kurikulum dalam Nur-El Islam, Vol. 1. No. 2, Oktober, 2014, hlm. 49.

[22] https://neuhauslabs.com/kurikulum-pendidikan-di-indonesia/ diakses, Rabu, 27 September 2018.

[23]http://tutitinaimpianipkn2a.blogspot.com/2011/04/kondisi-pendidikan-indonesia-masa-kini.html diakses pada Senin 25 September 2018.

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta. Suara Bebas

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta. Gajah Mada

University Press

Imron , Ali. 1995. Kebijakan Pendiikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Koesoemahatmadja. 1979. Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan di Daerah di Indonesia. Bandung : Binacipta

FahimPongtuluran, Aris. 1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta. LPMP

Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *