MENYUSUN NASKAH CERAMAH OLEH SATRIO,M.A

1.169 Lihat
Almaghfurlah Abah Hasyim Muzadi pernah menyatakan bahwa para santri alumni pesantren itu umumnya sudah memiliki “air” (ilmu pengetahuan) yang melimpah, akan tetapi belum memiliki “kran” yang menyalurkan “air” tersebut. Akibatnya banyak orang pandai, tapi belum bisa memandaikan orang lain; atau menjadi orang shalih (dirinya sendiri yang baik), tapi belum menjadi mushlih (memperbaiki orang lain).
Fenomena ini dapat dicermati dari banyaknya orang pandai yang kesulitan untuk berbagi kepandaiannya kepada masyarakat umum. Dalam konteks dakwah, fenomena ini mengisyaratkan bahwa para santri alumni pesantren tersebut kuat dalam materi dakwah, namun lemah dalam metode dakwah. Sedangkan ada kaidah umum, “al-thariqah ahammu min al-maddah” (metode dakwah lebih penting dibandingkan materi dakwah).
Dapat diilustrasikan dengan sales obat kualitas nomor dua, namun sangat piawai memasarkan produknya (ahli marketing); umumnya lebih sukses dibandingkan sales obat kualitas nomor satu, namun lemah dalam hal skill marketing. Atas dasar itu, penting bagi para dai untuk melatih keterampilan di bidang metode dakwah.
Namun demikian, tulisan ini sekedar mengulas satu segi metode dakwah, yaitu metode penyusunan materi dakwah secara sistematis. Topik ini setidaknya memiliki tiga manfaat.
Pertama, melatih dai mengolah data berupa khazanah ilmu pengetahuan yang melimpah di otak, agar menjadi informasi berupa materi dakwah yang siap saji.
Kedua, melatih dai untuk memilah dan memilih materi dakwah yang relevan (terkait) dengan topik bahasan, dan menyisihkan materi dakwah yang tidak relevan, sekalipun signifikan (penting).
Ketiga, materi dakwah yang sistematis, mempermudah mitra dakwah untuk memahami materi dakwah yang disampaikan; karena disajikan dengan logika runtut (A, B, C, D, dst.), bukan dengan logika acak dan meloncat-loncat (A, C, B, D, dst.).

Pembahasan

Langkah-langkah praktis penyusunan materi dakwah yang sistematis, setidaknya membutuhkan lima langkah.

Pertama, Pemilihan Topik Dakwah

Secara garis besar, materi dakwah dapat dipilah menjadi dua topik besar. Pertama, topik yang bersifat aktual yang rutin dialami oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, tauhid, shalat, halal-haram, takwa, dan sebagainya. Kedua, topik yang bersifat tematik yang secara insidental dialami oleh masyarakat. Misalnya, pilkada, pilpres, PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), hari besar nasional, dan sebagainya.
Kedua materi dakwah ini sama-sama bisa digunakan sesuai situasi dan kondisi. Misalnya, jika mengisi dakwah pada awal-awal bulan Muharram, sebaiknya memilih materi dakwah tematik yang berhubungan dengan momen tahun baru Hijriyah. Antara lain spirit hijrah, tradisi suro di Indonesia, peristiwa historis bulan Muharram. Jika mengisi dakwah di pertengahan hingga akhir bulan Muharram, sebaiknya memilih materi dakwah tematik yang berhubungan dengan isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat (viral), sehingga masyarakat memiliki pemahaman Islami terkait isu tersebut. Antara lain, maraknya hoaxhate speech, Islam Nusantara, khilafah, dan sebagainya.
Apabila mengisi dakwah pada saat sedang tidak ada momen khusus, seperti PHBI maupun topik yang sedang viral, dai dapat memilih materi dakwah aktual yang secara rutin dialami mitra dakwah. Antara lain, hubungan takdir dan ikhtiar, fikih jual beli, tips istiqamah, dan sebagainya.

Kedua, Penghimpunan Referensi Topik Dakwah

Setelah menentukan topik dakwah yang akan disampaikan, langkah yang perlu ditempuh adalah menghimpun referensi yang relevan dengan topik dakwah. Agar lebih maksimal, setidaknya dibutuhkan lima jenis referensi.
Pertama, al-Qur’an. Mengingat al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam, sudah seharusnya al-Qur’an selalu dilibatkan dalam dakwah; apalagi ada fenomena yang menunjukkan antusiasme umat muslim kontemporer terhadap al-Qur’an. Untuk itu, dai perlu mengutip ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan topik dakwah, baik secara tersurat (manthuq), maupun secara tersirat (mafhum).
Untuk memilih ayat al-Qur’an yang relevan dengan topik dakwah, dai dapat memanfaatkan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an karya al-Baqi yang memuat ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan kata kuncinya. Jika ingin lebih efektif dan efisien, dapat pula memanfaatkan software zekr dengan cara mengetik kata kunci, lalu diperoleh data ayat-ayat al-Qur’an yang diurutkan sesuai: (a) mushhaf al-Qur’an; (b) waktu turunnya al-Qur’an; (c) panjang-pendeknya ayat al-Qur’an; (d) kesesuaian redaksi ayat al-Qur’an. Syaratnya, para dai harus mengetahui akar kata dari kata kunci yang ingin dicari. Contoh: untuk mencari ayat al-Qur’an tentang topik hijrah, kata yang dilacak adalah pola ha’-jim’-ra’.
Kedua, Hadits. Hadits memberikan penjelasan dan uraian yang lebih praktis dan detail menyangkut topik dakwah. Mengingat umat muslim kontemporer cenderung kritis terhadap status Hadits; para dai perlu mengetahui status Hadits, minimal perawi atau mukharrij Hadits, kitab Hadits yang dirujuk, plus validitasnya (shahih, hasan, dha’if). Tentu lebih istimewa apabila para dai membekali diri dengan Ulumul Hadits yang memadai.
Untuk memilih Hadits yang relevan dengan topik dakwah, dai dapat memanfaatkan daftar isi pada kitab Hadits yang dirujuk. Jika ingin lebih efektif dan efisien, dapat pula memanfaatkan software al-maktabah al-syamilah dengan cara memilih kitab Hadits yang ingin dirujuk, lalu mengetik kata kunci yang ingin dicari. Contoh: memilih kitab Shahih Bukhari dan Muslim, lalu mengetik kata hijratuhu untuk mencari Hadits tentang hijrah.
Ketiga, kitab-kitab klasik yang terpercaya (mu’tabar). Demi mendapat pemahaman yang lebih orisinil, dibutuhkan akses pada kitab-kitab klasik karya para ulama yang hidup pada kurun waktu yang lebih dekat dengan era kenabian. Umumnya label kitab klasik disematkan pada karya-karya yang ditulis sebelum masa kolonialisme Barat. Contoh: Tafsir al-Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli dan al-Suyuthi.
Keempat, kitab-kitab modern yang terpercaya (mu’tabar). Demi meraih pemahaman yang lebih aktual, dibutuhkan akses pada kitab-kitab modern karya para ulama yang hidup pada masa kolonialisme Barat hingga zaman now. Contoh: Tafsir al-Munir karya Wahbah al-Zuhaili.
Kelima, literatur sekunder yang terpercaya. Bentuknya bisa berupa jurnal ilmiah, karya tulis ilmiah (disertasi, tesis, skripsi), ensiklopedia, kamus, buku referensi, laporan, berita, opini, makalah, blog, media sosial, dan sebagainya. Contoh: Ensiklopedia Tematis Dunia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve.
Referensi pertama dan kedua mencerminkan aspek Ilahi (naqli) yang statis (tsawabit) dan permanen-absolut, sedangkan referensi ketiga, keempat dan kelima mencerminkan aspek insani (‘aqli) yang dinamis (mutaghayyirat) dan temporer-relatif.

Ketiga, Sistematika Materi Dakwah

Ketika bahan-bahan referensi sudah siap, langkah berikutnya adalah menyusun materi dakwah secara sistematis. Secara umum, sistematika materi dakwah dapat dipilah menjadi tiga kategori: Muqaddimah, Pembahasan dan Simpulan.

Muqaddimah
 
Muqaddimah (Pendahuluan) memuat jawaban atas pertanyaan “mengapa” (why?) topik dakwah tersebut disampaikan? Ada dua jenis jawaban:
Pertama, Sebab (‘illat) yang melatar-belakangi topik dakwah. Sebagaimana Asbab al-Nuzul sebagai cerminan sebab yang melatar-belakangi turunnya ayat al-Qur’an. Contoh: Mengingat banyaknya kasus ujaran kebencian (hate speech) yang beredar di tengah masyarakat, terutama melalui media sosial; maka penting bagi kita untuk memahami etika Islami dalam berkomunikasi.
Kedua, Tujuan (hikmah) yang disasar oleh topik dakwah. Sebagaimana Hikmah al-Tasyri’ sebagai cerminan manfaat yang terkandung dalam setiap ajaran Islam. Contoh: Jika menelaah kisah perjalanan hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah, niscaya kita akan memperoleh keteladanan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Poin penting dari Muqaddimah adalah bagaimana caranya agar mitra dakwah tertarik sekaligus termotivasi untuk mendengarkan lebih jauh tentang materi dakwah yang akan disampaikan. Mirip seperti yang dilakukan Rasulullah SAW saat memberi pertanyaan yang sebenarnya tidak membutuhkan jawaban, namun dapat menimbulkan perhatian dan antusiasme para shahabat. Contoh: “Maukah kalian saya beritahu tentang…”.
Pembahasan
 
Sementara ini, penulis mengusulkan tiga langkah praktis yang dapat ditempuh para dai untuk mengulas topik dakwah.
Pertama, Menentukan Sudut Pandang (Perspektif). Banyak jenis sudut pandang yang dapat digunakan oleh para dai untuk kepentingan ulasan topik dakwah. Antara lain:
(a) Teks referensi. Misalnya, mengulas topik hijrah sesuai dengan teks ayat al-Qur’an, Hadits maupun kitab yang dirujuk.
(b) 5W1H. Misalnya, What? Apakah hakikat hijrah. Why? Mengapa  hijrah dilakukan. Who? Siapa yang terlibat dalam hijrah. When? Kapan hijrah dilakukan. Where? Di mana saja lokasi yang disinggahi Rasulullah SAW selama hijrah. How? Bagaimana cara atau metode hijrah yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW.
(c) Klasifikasi. Misalnya, menurut al-Ashfahani, ada tiga jenis hijrah. Hijrah melalui hati, lisan dan anggota badan. Lalu dijelaskan ketiga jenis hijrah tersebut.
(d) Maqashid Syariah (tujuan pokok syariat Islam). (i) Hifzh al-din (melestarikan agama). Misalnya, berhijrah menghindari berbagai kemaksiatan yang mendatangkan dosa (Q.S. al-Muddatstsir [74]: 5); (ii) Hifzh al-nafs (melestarikan jiwa-raga). Misalnya, memberi maaf (Q.S. al-Nur [24]: 22) dan tidak sampai mendiamkan orang lain (nyatru) lebih dari tiga hari (H.R. Muslim), apalagi hanya sekedar disebabkan konflik politik, harta, atau asmara; (iii) Hifzh al-‘aql (melestarikan akal). Misalnya, tidak lagi mengabaikan al-Qur’an (Q.S. al-Furqan [25]: 30), melainkan aktif membaca, menghafal, mempelajari, mengajarkan dan mengamalkan al-Qur’an; agar menjadi insan yang terbaik di sisi Rasulullah SAW (H.R. al-Bukhari); (iv) Hifzh al-nasl (melestarikan keluarga). Misalnya, menjalin hubungan keluarga harmonis yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak dan kewajiban suami-istri, sehingga minim konflik rumah tangga (Q.S. al-Nisa’ [4]: 34). (v) Hifzh al-mal (melestarikan harta). Misalnya, meningkatkan kualitas kerja, bahkan bisa jadi beralih profesi atau tempat kerja, demi meningkatkan kesejahteraan hidup (Q.S. al-Nisa’ [4]: 100). (vi) Hifzh al-‘irdh (melestarikan harga diri). Misalnya, meneladani Assabiqun al-Awwalun yang senantiasa bergegas dalam beramal shalih, sehingga dicintai dan diridhai oleh Allah SWT (Q.S. al-Taubah [9]: 100).
Sudut pandang ini dibutuhkan untuk mempermudah dai dalam menyampaikan dakwah, sekaligus memudahkan mitra dakwah untuk memahaminya. Ibarat pegawai minimarket yang menata barang-barang dagangannya dengan “sudut pandang” tertentu, seperti stand minuman, makanan ringan, peralatan mandi, sembako, dan sebagainya; sehingga memudahkan pegawai maupun konsumen minimarket tersebut.
Kedua, Memaparkan Topik Dakwah Multi-Perspektif. Apabila dai menggunakan lima jenis referensi di atas, secara otomatis paparan yang disampaikan sudah bersifat multi-perspektif. Ibarat televisi, tentu lebih menarik menonton televisi berwarna (multi-perspektif), dibandingkan menonton televisi hitam putih (biner; mono-perspektif). Misalnya, mengutip Surat al-Nisa’ [4]: 100 (al-Qur’an) sebagai motivasi berhijrah; lalu menjelaskannya berdasarkan Tafsir al-Mawardi (kitab klasik) bahwa hijrah memiliki tiga manfaat: kesejahteraan ekonomi, pencerahan nurani dan penyebaran Islam; menguraikan bentuk hijrah menurut Rasulullah SAW (Hadits) adalah jihad dan niat (H.R. al-Bukhari); menyitir Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab (kitab modern) bahwa jihad dapat dilakukan melalui totalitas diri. Misalnya, jihad dengan mengorbankan waktu demi kepentingan umat; menyebarluaskan ilmu melalui dakwah dan tarbiyah; menguras tenaga untuk membantu korban bencana alam; hingga mengorbankan nyawa jika dibutuhkan dan dalam kondisi yang relevan, seperti di Palestina sekarang. Kemudian mengulas contoh jihad yang salah, yaitu aksi terorisme di Indonesia yang menurut laman idntimes.com, pada bulan Mei 2018 saja, sudah terjadi 5 kali kasus terorisme di Indonesia, yaitu Mako Brimob di Depok; Tiga Gereja di Surabaya;  Rusunawa di Sidoarjo; Polrestabes Surabaya; dan Mapolda Riau (literatur sekunder).
Ketiga, Memberi Contoh atau Tips Praktis. Agar materi dakwah dapat ditindak-lanjuti, maka dai perlu mengetengahkan contoh-contoh atau tips praktis.
Contoh dapat disampaikan melalui penerapan metode kisah (al-Qishshah). Misalnya, mengenang kembali peran serta wanita dalam peristiwa hijrah, yaitu Asma’ binti Abi Bakar RA yang diberi gelar terhormat Dzatu al-Nithaqain (pemilik dua ikat pinggang), karena telah berjasa membantu menyiapkan bekal konsumsi bagi Nabi SAW dan Abu Bakar RA saat hijrah.
Tips praktis dapat disampaikan melalui penerapan metode berbagi pengalaman, baik pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Misalnya, tips membentengi diri agar tidak terjebak dan terseret ke dalam paham-paham radikal ala Khawarij yang gemar melakukan aksi terorisme atas nama jihad. Jika dai pernah memiliki pengalaman terkait hal itu, dia bisa menceritakan pengalamannya secara langsung. Jika tidak pernah memiliki pengalaman terkait hal itu, dia bisa menceritakan pengalaman mantan pelaku terorisme yang sudah insaf. Paling tidak, dai memberikan alternatif solusi sesuai kapasitasnya, yang berpotensi untuk ditindak-lanjuti oleh mitra dakwah pada tataran praktis.
Sebagai pelengkap pembahasan topik dakwah, dai dapat memanfaatkan sejumlah metode dakwah. Antara lain, metafora (amtsal) untuk memperjelas topik dakwah agar semakin mudah dipahami mitra dakwah. Misalnya, mengilustrasikan hijrah sebagai titik balik atau belokan (u-turn) bagi pengendara yang salah jalur. Jika sebelumnya tidak menutup aurat, sekarang berhijrah dengan menutup aurat. Jika sebelumnya tidak shalat, sekarang berhijrah dengan mendirikan shalat. Demikian seterusnya.
Dalam momen semi-formal (seperti perkuliahan) atau informal (seperti pengajian), dai dapat memanfaatkan metode humor yang mendidik (edutainment). Misalnya, humor sarkastik yang menertawakan diri sendiri, sebagaimana yang marak diterapkan oleh para sufi. Seperti kisah Abah Hasyim saat ditanya polemik shalat Tarawih oleh para pemuda NU dan Muhammadiyah, beliau menjawab: “Tarawih 8 rakaat, boleh; 20 rakaat boleh. Enggak tarawih pun juga boleh”.

Simpulan

Mengingat tidak semua mitra dakwah hadir bersamaan atau dalam satu waktu, maka dibutuhkan penutup yang merangkai keseluruhan topik dakwah dalam bahasa yang ringkas, lugas dan praktis. Mirip seperti ayat-ayat al-Qur’an pada akhir surat yang seolah menjadi “simpulan” atau “garis-garis besar” dari keseluruhan ayat yang termaktub dalam surat tersebut. Misalnya, akhir Surat Yusuf menegaskan bahwa dalam seluruh kisah Nabi Yusuf AS yang terurai dalam surat tersebut, dapat dipetik pelajaran (‘ibrah) yang berguna bagi kehidupan umat muslim.

Penutup

Tulisan ini layaknya manual book sederhana yang bersifat teoretis. Agar lebih praktis, maka dibutuhkan latihan berkelanjutan, sehingga para dai memiliki keterampilan mandiri untuk menyusun teks dakwah secara sistematis, sehingga memudahkan para dai untuk menyampaikannya; sekaligus memudahkan mitra dakwah saat menerimanya. Wallahu A’lam bi al-Shawab.

Sebenarnya, ceramah sangat mudah dilakukan oleh para ustadz, kyai maupun alim ulama yang sudah terbiasa berbicara di depan orang banyak tanpa teks. Namun bagi para pemula ini sedikit sulit, sehingga mereka perlu teknik dalam menyusun naskah ceramahnya. Adapun teknik menyusun naskah ceramah adalah sebagai berikut:

1.Tentukan Tema dan Judul

Sebelumnya adalah menentukan tema yang akan dibahas dalam ceramah Anda nanti. Tema harus disesuaikan dengan pendengar, apakah mereka kalangan pelajar, anak-anak, atau kalangan umum.

Carilah tema yang sedang hits saat ini.Misalnya ada kejadian apa di internet yang bisa dihubungkan ke dalam ceramah tersebut.

2.Rumuskan Isi dalam Sebuah Outline

Outline ini berfungsi membuat rumusan pembahasan agar ceramaah Anda tidak melebar kemana-mana. Dalam outline Anda bisa menentukan apa yang akan Anda sampaikan per paragrafnya.

3.Perhatikan Rambu

Dalam menulis ceramah, ada rambu-rambu yang harus diperhatikan. Jangan sampai ceramah kita justru membuat ricuh karena provokatif,dan jangan sampai membuat orang lain tersinggung.

Nah sekarang bagaimana cara berdakwah menurut ajaran yang ada di dalam Al Quran?

– Tidak boleh menghina / memaki / mengejek agama lain dan selayaknya kita saling harga menghargai walaupun berbeda agama [QS. Al Anam 6:107-108].

– dan apabila ingin berdakwah maka harus berdakwah dengan cara yang baik-baik [QS. An Nahl 16:125]. Gunakan bahasa yang jelas yang mudah di pahami oleh orang lain [QS. Ya Sin 36:17].

– Tidak boleh memaksa [QS. Al Baqarah 2:256], kewajiban seorang muslim hanya menyampaikan pesan Allah swt yang ada di dalam Al Quran (sebagai pemberi peringatan) dengan jelas [QS. Ya Sin 36:17] dan apabila mereka berpaling (tetap tidak mau beriman) tidak boleh mengotot [QS. Al Anam 6:91], [QS. Al Anam 6:107], [QS. Ya Sin 36:10] dan [QS Al Baqarah 2:7]

– Allah menyuruh untuk berpaling dari orang-orang bodoh (acuh tak acuh/tidak mau tahu) [QS. Al Araf 7:199] akan tetapi menyuruh kita untuk tetap memberi peringatan karena peringatan itu penting/bermanfaat bagi orang-orang yang mau beriman (untuk kehidupan akhirat yaitu kehidupan setelah kematian agar tidak terjerumus ke dalam neraka) [Qs. Adh-Dhāriyāt 51:50-56].

Contoh Ceramah

1.Ceramah Tentang Pergaulan Bebas

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmatnya yang telah diberikan kepada kita semua. Nikmat sehat, nikmat taufik hidayah inayah, dan nikmat yang paling besar adalah nikmat Iman & Islam. Shalawat serta salam tak lupa kita sanjungkan keharibaan nabi besar Muhammad SAW.

Bapak- bapak, ibu-ibu, dan teman-teman sekalian. Sekarang ini, kita berada dizaman kebebasan, yaitu zaman dimana nilai-nilai keagamaan yang kita anut sudah tidak lagi menjadi bingkai kita dalam berperilaku.

Pergaulan bebas merupakan sesuatu yang marak terjadi saat ini. Pergaulan bebas dapat menjangkiti siapapun. Ini merupakan penyakit yang menyerang pribadi-pribadi labil seperti para remaja. Mereka mencoba apapun, tanpa memedulikan batasan yang sudah ditetapkan oleh agama, lingkungan social dan hukum.

Pergaulan bebas sendiri diartikan sebagai suatu pergaulan yang tidak memiliki batasan, mengabaikan norma-norma agama maupun masyarakat. Karena itu, pergaulan bebas cenderung mengarah pada hal-hal yang negative, seperti seks bebas, pemaiakan narkoba, dan lain-lain.

Remaja-remaja kita yang merupakan generasi penerus bangsa telah dibutakan dengan budaya-budaya barat yang bebas. Mereka bergaul tanpa adanya batasan. Tidak lagi mengenal mana yang benar dan mana yang salah. Oleh karena itu, banyak sekali remaja-remaja berseragam yang sudah kehilangan kehormatannya.

Hal ini dikarenakan kurangnya ilmu agama yang diajarkan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Lemahnya iman dan kurangnya pemahaman agama yang kuat bagi remaja juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya pergaulan bebas.

Sesungguhnya Islam telah mengatur etika pergaulan bagi remaja. Perilaku tersebut merupakan batasan-batasan yang dilandasi nilai-nilai agama. Oleh karena itu, sudah seharusnya para remaja memperhatikan dan melaksanakan etika-etika pergaulan dalam pandangan Islam untuk mencegah terjadinya sesuatu yang dilarang Allah SWT. Perilaku yang menjadi batasan dalam pergaulan adalah:

Menutup Aurat

Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat demi menjaga kebersihan diri dan kehormatan hati. Aurat merupakan anggota tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang yang bukan mahramnya. Disamping menutup aurat, pakaian yang dikenakan juga tidak boleh ketat sehingga memperhatikan lekuk anggota tubuh, dan juga tidak boleh tipis atau transparan.

Menjauhi Perbuatan Zina

Pergaulan antara laki-laki dengan perempuan diperbolehkan selama masih ada batas dan tidak membuka peluang terjadinya perbuatan dosa. Islam adalah agama yang menjaga kesucian, pergaulan didalam Islam adalah pergaulan yang dilandasi oleh nilai-nilai kesucian. Dalam pergaulan dengan lawan jenis harus dijaga jarak sehingga tidak ada kesempatan terjadinya kejahatan seksual yang dapat merugikan diri pelaku, keluarga dan masyarakat sekitar. Allah SWT berfirman dalam Qur’an Surah Al-Isra ayat 32 yang berbunyi:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”

Dalam rangka menjaga kesucian pergaulan remaja agar terhindar dari perbuatan zina,

Islam telah membuat batasan-batasan sebagai berikut:

Laki-laki tidak boleh berdua-duaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Jika laki-laki dan perempuan ditempat sepi maka yang ketiga adalah setan. Mula-mula saling berpandangan, lalu berpegangan, dan akhirnya menjurus pada perzinaan, itu semua adalah bujuk rayu setan.

Laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan secara fisik. Saling bersentuhan yang dilarang dalam Islam adalah sentuhan yang disengaja dan disertai nafsu birahi. Tetapi bersentuhan yang tidak disengaja tanpa disertai nafsu birahi tidaklah dilarang.

Allah SWT memerintahkan kaum laki-laki dan perempuan untuk menahan pandangan, sebagaimana Firman Allah dalam QS An-Nuur 30-31:

“katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memlihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya(daripada memandang yang haram)….”

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa Allah memerintahkan agar laki-laki dan perempuan menjaga pandangannya. Hakikat perintah ini mengandung hukum wajib. Lalu Allah menjelaskan bahwa yang demikian itu lebih suci dan lebih bersih bagi kehidupan mereka.

Allah memerintahkan untuk menahan pandangan karena memandang kepada orang yang diharamkan termasuk bagian dari zina, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Setiap anak Adam pasti mendapat bagian dari zina yang tidak terelakkan, kedua mata berzina dan zinanya adalah memandang, kedua telinga berzina dan zinanya adalah mendengar, lisan berzina dan zinanya adalah berbicara, tangan berzina dan zinanya adalah memegang, kaki berzina dan zinanya adalah berjalan dan hati yang menarik dan berangan-angan lalu kemaluan membenarkan atau mendustakan itu.” (Muttafaqun ‘alaih dan lafazh hadits dari riwayat Muslim).

Disebut zina karena laki-laki merasakan nikmatnya memandang keindahan tubuh wanita. Pandangan itu masuk ke dalam hati orang yang memandang sehingga hati seorang laki-laki terpikat dan membayangkannya. Maka timbul keinginan dan berusaha untuk melampiaskan keinginan syahwat kepadanya. Oleh karena itu Allah melarang seorang laki-laki memandang wanita karena hal tersebut menimbulkan bahaya dan kerusakan sebagai dampak pergaulan bebas dan pergaulan bebas dilarang karena menyebabkan terjadinya perbuatan yang tidak terpuji bahkan akan berakhir dengan suatu yang lebih buruk.

Oleh karena itu, sebagai orang yang beragama kita harus menjauhi perbuatan zina, dan membatasi pergaulan terhadap orang yang bukan mahramnya.

Demikian saya akhiri kurang lebihnya mohon maaf. Wabilahi taufik wal hidayah, wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

2. Ceramah Tentang Sabar

Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil Alamin, marilah kita ucapkan dan panjatkan rasa syukur pada Allah SWT. Yang telah memberi kita kesempatan, untuk bisa berkumpul di Masjid besar ini dan sama-sama mengkaji dan memahami isi ceramah yang akan disampaikan. Kita juga bisa saling bersilaturahim di tempat ini.

Di dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan dan menjelaskan sedikit tentang makna sabar. Serta sifat dan keutamaan sabar di dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada dasarnya asal kata sabar ini berasal dari kata sobaru yasbiru yang artinya adalah menahan. Pengertian dari menahan ini sangat luas, dan pengertian dari sabar itu sendiri bisa diartikan seperti ketika kita puasa dalam menahan nafsu ini dan itu.

Atau bersabar pada saat kita menahan lapar, yang artinya kita harus bisa menahan diri untuk tidak makan dan minum sampai adzan maghrib tiba. Sabar juga dapat diartikan ketika kita harus bersikap sabar, saat menghadapi orang yang berperilaku buruk terhadap kita. Sehingga kita harus menghadapinya dengan sikap sabar, bukan dengan amarah atau membalasnya.

Yang perlu kita ingat adalah, tidak semua orang bisa mendapatkan suatu kenikmatan dari sikap sabar tersebut. karena memang sejak awal orang tersebut sudah bisa menahannya dengan baik. Sehingga penting bagi kita untuk selalu mendekatkan diri pada Allah SWT, dan meminta pada-Nya agar selalu diberikan kesabaran yang tidak ada batasnya.

Sehingga kita pun akan mendapat pahala sebanyak-banyaknya dari Allah SWT, ketika kita bersikap sabar terhadap segala sesuatu. Allah SWT berfirman di surat Al-Baqarah Ayat 153, yang di mana isinya yaitu tentang kesabaran. Di dalam ayat tersebut Allah menerangkan bahwa, Ia akan selalu memberi pertolongan kepada setiap hambanya yang menjalani perintahnya dengan baik.

Pertolongan akan diberikan oleh Allah SWT pada setiap hambanya yang sedang mengalami kesusahan, namun tetal melaksanakan shalat wajib serta bisa menahan diri dengan sikap sabar. Itulah keistimewaan dari sikap dan rasa sabar itu sendiri.

Semoga apa yang saya sampaikan hari ini, dapat memberi manfaat untuk kehidupan para jamaah sekalian. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.

Wassalamualaikum Warrahmatulohi Wabarakatuh

Demikianlah ulasan mengenai cara menulis ceramah yang baik dan menarik beserta beberapa contoh ceramah singkat. Semoga bermanfaat.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *